nusabali

Berkat 12 Tahun Pengabdiannya Angkat Pendidikan Warga Kolok

I Ketut Kanta, Tokoh Desa Bengkala, Buleleng yang Dinobatkan Jadi Local Hero Kategori Cerdas

  • www.nusabali.com-berkat-12-tahun-pengabdiannya-angkat-pendidikan-warga-kolok

Sempat belajar di Eropa selama 1,5 tahun, Ketut Kanta pulang dan mendirikan Sekolah Inklusi bagi warga Kolok (tuli bisu) di Desa Bengkala, Kecamatan Kubutambahan, Buleleng pada 2007

SINGARAJA, NusaBali

Dedikasi I Ketut Kanta, 62, dalam mengangkat pendidikan warga Kolok (tuli bisu) di tanah kelahirannya, Desa Bengkala, Kecamatan Kubutambahan, Buleleng berbuah penghargaan. Kali ini, Ketut Kanta dapat penghargaan ‘Local Hero 2019’ dari PT Pertamnina.

Penghargaan Local Hero (Tokoh Pejuang) tersebut sudah diterima Ketut Kanta saat puncak peringatan HUT ke-62 Pertamina, di Lantai Mezzanine Kantor Pusat Pertamina, Jakarta, Selasa (10/12) lalu. Oleh PT Pertamina, Ketut Kanta dinobatkan sebagai Local Hero yang menginspirasi, karena dianggap mampu mengentaskan buta aksara bagi warga Kolok.

Ketut Kanta dapat penghargaan Local Hero kategori Cerdas, karena dianggap sebagai tokoh penggerak Kawasan Ekonomi Masyarakat Kolok Desa Bengkala dan pendamping pemberdayaan difabel Kementerian Sosial. Ketut Kanta juga berhasil mengentaskan buta aksara warga Kolok di Desa Bengkala hingga 100 persen. Bukan hanya itu, tokoh berusia 62 tahun ini juga mendirikan Sekolah Inklusi Desa Bengkala, selain juga memberdayakan masyarakat Kolok hingga desanya menjadi Desa Wisata dan Budaya.

Sekadar dicatat, penghargaan Local Hero dari Pertamina tahun 2019 terbagi dalam lima kategori, masing-masing kategori Berdikari, kategori Sehat, kategori Hijau, kategori Kemitraan, dan kategori Cerdas. Ketut Kanta mengaku merasa surprise sekaligus bangga dapat pengahraan Local Hero kategori Cerdas.

“Saya kaget juga dapat penghargaan Local Hero kategori Cerdas ini. Namun, saya tentu saja sangat bangga dan bahagia atas penghargaan ini. Mungkin penilainnya karena pengabdian saya selama ini,” ujar Ketut Kanta saat dihubungi NusaBali, Rabu (11/12).

Penghargaan Local Hero kategori Cerdas itu sendiri diraih Ketut Kanta setelah melalui prose seleksi cukup ketat. Ketut Kanta harus bersaing dengan 4 nominator dari luar Bali. Masing-masing nominator harus mempresentasikan makalahnya di hadapan tim penilai yang disiapkan pihak Pertamina.

“Saya waktu itu membawakan makalah berjudul ‘Development Community and Improvement Community’. Bagaimana pengembangan masyarakat melalui pendidikan, ekonomi, sosial, dan budaya, disertai dengan permasalahan yang ada berikut solusi yang telah dilakukan selama ini,” jelas Guide Bahasa Kolok kelahiran Desa Bengkala, Kecamatan Kubutambahan, Buleleng, 24 Juli 1957 ini.

Ketut Kanta sendiri telah mengabdikan dirinya kepada warga Kolok dan Desa Bengkala selama lebih dari 12 tahun. Dia tercatat mendirikan Sekolah Inklusi (sekolah dengan perhatian khusus) di Desa Bengkala pada tahun 2007. Awalnya, Sekolah Inklusi itu diadakan di rumahnya, kemudian berpindah ke SDN 2 Bengkala.

Ketut Kanta pun rela tidak menerima upah, bahkan sering keluar uang bagi warga Kolok. Padahal, Ketut Kanta sendiri waktu itu hanya seorang petani biasa yang pelihara ternak sapi, setelah pulang kampung pasca lama merantau.

Sebelum pulang kampung membina warga Kolok dan mengabdi untuk desanya, Ketut Kanta pernah menjadi guide sebuah travel agent di Denpasar. Alumnus Fakultas Ekonomi Unud tahun 1985 ini menguasai tiga bahasa, yakni Bahasa Inggris, Bahasa Italia, dan Bahasa Belanda.

Kisah pengabdian Ketut Kanta untuk warga Kolok dimulai tahun 2007, ketika dia bercita-cita melestarikan bahasa isyarat warga Kolok di Desa Bengkala. Pasalnya, bahasa isyarat warga Kolok Desa Bengkala sangat berbeda dengan bahasa isyarat bagi difabel lainnya.

Menurut Ketut Kanta, sebelum mendirikan Sekolah Inklusi di SDN 2 Bengkala, Juli 2007, dia sudah memberi perhatian besar terhadap anak-anak Kolok usia sekolah yang ada di desanya. Ketut Kanta berusaha dengan kemampuannya mendirikan sekolah informal, agar bisa memberikan pendidikan yang layak bagi anak-anak Kolok usia sekolah.

Awalnya, Ketut Kanta hanya mempunyai 3 siswa. Proses belajarnya juga tidak tentu, karena 3 siswa yang dididik mesti dicari ke rumahnya masing-masing. “Kadang belajar sore, kadang malam. Tergantung anak didik, karena agak susah memberikan pemahaman agar mereka mau belajar,” kenang ayah empat anak dari pernikahannya dengan Ni Luh Winasih ini.

Ketut Kanta menjelaskan, inisiastifnya mendirikan Sekolah Inklusi ini berawal dari pertemuannya dengan seorang peneliti bahasa tuli bisu asal Jerman, Ulrite Zeshan. Saat itu, warga Jerman tersebut berencana meneliti bahasa Kolok yang ada di Desa Bengkala. Ulrite Zeshan pun mencari orang yang bisa mendampinginya dalam penelitian melalui perguruan tinggi Undiksha Singaraja.

Pihak Undiksha Singaraja memberikan kepercayaan kepada Ketut Kanta, yang sudah fasih bahasa Inggris dan mengetahui bahasa isyarat Kolok. “Kebetulan, pada waktu itu saya sedangistirahat dari profesi sebagai guide karena sakit,” cerita ketut Kanta.

Dari hubungan ini, akhirnya Ketut Kanta dipercaya sebagai asisten peneliti denga tugas menenterjemahkan bahasa isyarat warga Kolok di Desa Bengkala. Kemudian, Ketut Kanta diajak oleh Ulrite Zeshan ke Belanda, Jerman, dan negara belahan Eropa lainnya, untuk mempresentasikan kondisi masyarakat Kolok di desanya.

Walhasil, selama 1,5 tahun Ketut Kanta meninggalkan keluarganya di Buleleng ke Eropa. Selama itu pula, biaya hidup keluarganya ditanggung oleh sang istri, Luh Winasih. “Kebetulan, istri saya jadi guru di SMPN 1 Kubutambahan. Jadi, semua kebutuhan keluarga, dia yang tanggung. Saya hanya mendapatkan biaya hidup (dari Ulrite) selama di luar negeri,” beber alumnus SMPN 2 Singaraja (1973) dan SMAN 1 Singaraja (1977) ini.

Selama 1,5 tahun di luar negeri, Ketut Kanta memanfaatkan waktunya untuk belajar menguasai bahasa isyarat Kolok Internasional. Ketika pulang dari dari luar negeri, Ketut Kanta kemudian berpikir tentang bahasa Kolok Desa Bengkala. Dalam benaknya, bahasa isyarat warga Kolok di desanya harus dilestarikan. Pasalnya, bahasa Kolok di Desa Bengkala cukup unik dan satu-satunya di dunia. Selain itu, dengan bahasa Kolok yang ada, warga tuli bisu di desanya dapat hidup rukun dengan warga lainnya.

“Karena pertimbangan itu, saya kemudian mengabdi sebagai guru. Toh, sebagai guru hanya beberapa jam, setelah itu masih bisa mengerjakan pekerjaan lain,” terang Ketut Kanta seraya mengakui pekerjaan sambilannya adalah sebagai petani dengan dua ekor sapi.

Nah, keinginan Ketut Kanta untuk melestarikan bahasa Kolok desa Bengkala itu kemudian mendapat dorongan dari peneliti Jerman, Ulrite Zeshan. Ketut Kanta disuruh mendirikan Sekolah Inklusi bagi warga tuli bisu. Meski sempat terbentur proses perizinan, dia tidak patah arang. Ketut Kanta terus melangkah, hingga akhirnya berhasil membujuk anak-anak tuli bisu usia sekolah untuk belajar di rumahnya.

Saat itu, Ketut Kanta menemukan 3 anak tuli bisu usia sekolah. “Dari situ saya coba mengajar, karena anak-anak tuli bisu tidak tahu ejaan maupun tulis. Biaya pengadaan buku dan alat tulis lainnya, saya yang tanggung, karena mereka (anak-anak Kolok, Red) mau sekolah saja syukur,” paparnya.

Setelah hampir 6 bulan propses belajar anak-anak Kolok di rumah Ketut Kanta berjalan, SDN 2 Bengkala akhirnya mendapat izin sebagai Sekolah Inklusi. Ketut Kanta pun bersedia menyumbangkan tenaga dan pikirannya.

Saat ini, Ketut Kanta tidak lagi tercatat sebagai guru Sekolah Inklusi SDN 2 Bengkala. Dia pilih mengundurkan diri sejak Januari 2019 lalu, karena berbagai alasan. Selain karena faktor usia, Ketut Kanta juga punya kesibukan sebagai pendamping dari kegiatan pemberdayaan masyarakat Kawasan Ekonomi Masyarakat (KEM) yang dibangun oleh Pertamina, melalui CSR Depo Pengisian Pesawat Udara (DPPU) Ngurah Rai.

“Kadang saya dimintai bantuan oleh pihak Desa Bengkala, kalau ada tamu asing yang datang. Jadi, saya mendampingi, mengantar, dan menterjemahkan bahasa mereka dengan bahasa isyarat warga Kolok di Desa Bengala. Intinya, saya sebagai pemandu warga Kolok dan tamu asing,” urai Ketut Kanta. *k19

Komentar