nusabali

Pangkas Jam Tidur Demi Kepak Sayap Merpati

Cerita Ni Nengah Ariati Mencipta Puisi

  • www.nusabali.com-pangkas-jam-tidur-demi-kepak-sayap-merpati

Guru Bahasa Indonesia SMPN 3 Selat, Ni Nengah Ariati, menerbitkan buku puisi Kepak Sayap Merpati.

AMLAPURA, NusaBali

Buku ini memuat 43 puisi pilihan. Demi Kepak Sayap Merpati, Nengah Ariati rela mengurangi jam tidur. Pengerjaan 43 puisi ini diselesaikan selama tiga bulan. Istimewanya, buku puisi ini mendapatkan apresiasi dari penyair Nyoman Tusthi Eddy.

Ariati mengaku menggarap Kepak Sayap Merpati selama tiga bulan, dari bulan September hingga November 2019. Selama menulis puisi, rela begadang dan mengurangi jam tidur. Rata-rata tidurnya hanya 4-5 jam, idealnya 8 jam. Buku antologi puisi Kepak Sayap Merpati merupakan buku yang kedua. Buku sebelumnya berjudul Gunung Agung terbit tahun 2018, mengisahkan lukisan pilu Gunung Agung.

Selama Gunung Agung erupsi, ratusan ribu warga Karangasem mengungsi meninggalkan kampung halamannya, terutama yang tinggal di kawasan rawan bencana (KRB) II dan KRB III. “Saya tinggal di KRB II, memilih tidak mengungsi karena tinggal di ketinggian. Selama erupsi Gunung Agung justru banyak dapat inspirasi kemudian dituangkan dalam bentuk buku,” ungkap guru kelahiran 14 Oktober 1962 ini. Terkait Kepak Sayap Merpati, Ariati mengaku senang mendapat apresiasi dari Nyoman Tusthi Eddy.

Kepak Sayap Merpati rencananya akan dibedah pada Januari 2020 di Kantor Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Karangasem. Buku ini telah disumbangkan ke Kantor Dinas Perpustakaan dan Kearsipan, untuk dibaca lebih awal. “Mudah-mudahan dengan terbitnya buku antologi puisi Kepak Sayap Merpati, bisa dijadikan referensi untuk penulis-penulis pemula menulis puisi,” harap, alumnus pascasarjana Undiksha Singaraja 2014 ini.

Penyair Nyoman Tusthi Eddy menulis catatan khusus di buku antologi puisi yang diterbitkan Pustaka Ekspresi ini. Dalam catatan khususnya, Nengah Ariati digolongkan dalam penyair aliran liris-impresionis. Mengungkapkan tema dan kesan-kesannya dalam bahasa imanjinasi liris. “Puisi yang ditulis bukan untuk dipodiumkan di tengah massa. Tetapi baik dibaca dalam suasana kontemplasi,” tulis Nyoman Tusthi Eddy.

Terpisah, Kadis Perpustakaan dan Kearsipan I Wayan Astika mengapresiasi bantuan buku antologi puisi dari Ni Nengah Ariati. “Ada tiga buku yang saya terima. Telah saya pajang di perpustakaan,” katanya. Ternyata banyak siswa dan pengunjung lainnya yang membaca buku itu. Bahasanya mudah dimengerti dan temanya tentang lingkungan, persahabatan, dan pengalaman menarik. “Misalnya ada puisi berjudul Taman Ujung. Semua orang tahu Taman Ujung secara fisik, tetapi jika dituangkan dalam bentuk puisi akan terasa lebih indah masuk di hati,” katanya. *k16

Komentar