nusabali

Alih Fungsi Tanaman Lindung Picu Banjir Perkotaan

  • www.nusabali.com-alih-fungsi-tanaman-lindung-picu-banjir-perkotaan

Baktiseraga pilot project penanganan  banjir dengan agregat Biopori UNF 1

SINGARAJA, NusaBali

Penggantian tanaman lindung ke tanaman musiman di daerah hulu, merupakan biang masalah penyebab banjir di wilayah perkotaan. Daerah perkotaan seringkali menjadi tempat menampungan sampah dan material lain yang dibawa oleh air di musim penghujan. Kondisi itu pun kerap kali membuat banjir tak dapat dielakkan di sejumlah titik di daerah rendah.

Peralihan tanaman lindung dengan tamanan musiman, menurut Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LP2M) Undiksha, Prof I Gede Astra Wesnawa, Senin (9/12/2019), membuat limpahan permukaan sangat mudah terjadi di musim hujan.

Sedimentasi di daerah hulu yang terbawa air hujan itu pun akan mengalir ke Daerah Aliran Sungai (DAS), kemudian mengendap dan menjadi pendangkalan. Kondisi ini pun semakin diperparah dengan perkembangan pembukaan lahan untuk perumahan tanpa memikirkan daerah resapan air dan juga mindset masyarakat terhadap lingkungan juga belum siap dengan perkebangan dunia saat ini.

“Yang mendesak saat ini tidak hanya alih fungsi lahan dan penggantian jenis tanaman di daerah hulu, tetapi masalah di DAS sangat kompleks, bagaimana pengelolaan hutan desanya, fungsi ekosistem DAS yang tak terkendali yang ujung-ujungnya merusak lingkungan,” ucap Prof Astra.

Dengan permasalahan tersebut, LP2M Undiksha bekerjasama dengan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Buleleng mencari jalan keluar bersama. Desa Baktiserga sebagai salah satu bagian DAS Banyumala yang langganan banjir setiap tahunnya mendapatkan prioritas penanganan. Undiksha dengan agregat biopori UNF 1, mencoba memberikan solusi penanganan banjir dengan alat serapan air. Hasil penelitian Undiksha ini pun memiliki keunggulan tak hanya mampu sebagai serapan air saat musim penghujan, namun dapat mengolah limbah dan sampah yang masuk ke dalamnya menjadi kompos.

Desa Baktseraga pun menjadi desa percontohan di tahun ini. Jika hasil evaluasi penerapan di musim hujan ini efektif menjadi solusi serapan air, maka akan dikembangkan ke desa aliran DAS Banyumala lainnya. Seperti Desa Wanagiri, Sambangan, Panji, Panji Anom, Tegalinggah, Selat di Kecamatan Sukasada, serta Kelurahan Banyuasri di Kecamatan Buleleng. Selain itu juga akan dilakukan sosialisasi dan penanganan sepanjang DAS, baik mengembalikan ke tanaman penahan tanah yang sangat produkti, seperti nangka, jati, mangga dan tanaman lainnya yang bukan tanaman semusim. Edukasi dan upaya perubahan mindset masyarakat untuk bersama peduli lingkungan juga terus akan dikebut.

Kepala DLH Buleleng, Putu Ariadi Pribadi, mengatakan kerjasama Pemkab Buleleng dengan Perguruan Tinggi baru pertama kalinya untuk penanganan banjir. Sinergi ini pun sangat diharapkan pemerintah dalam mencari solusi bersama untuk kebaikan bersama. “Setelah ini kami juga sangat memerlukan peran serta masyarakat yang paling berpengaruh tentang berhasil tidaknya program ini. Jangan sampai nanti sudah kami tanam kembali tanaman untuk penguat tanah masyraakt tidak memelihara dan memangkasnya,” ucap dia.

Sementara itu Perbekel Desa Baktiseraga, Gusti Putu Armada menyampaikan Desa Baktiseraga yang berada di hilir DAS Banyumala sejak lima tahun terakhir selalu mendapatkan genanganan air dan banjir di musim penghujan. Namun tahun ini dengan upaya pemerintah mencarikan solusi sudah mulai dirasakan masyarakat setempat. Selain program pembangunan sodetan di daerah hulu untuk membagi debit air di wilayah PLTA Sambangan, juga sudah dikerjakan normalisasi saluran sungai yang mengalami pendangkana dan sodetan besar di Jalan Serma Karma yang saat ini masih dikerjakan.

“Sebelum ini kalau hujan wilayah kami selalu ada genangan dimana-mana dan banir, kemarin walaupun belum selesai sepenuhnya sudah mulai ada dampak meski ada beberapa titik genangan,” jelas Gusti Armada. Dengan pelatihan pembuatan agregat biopori itu juga dinilainya akan memaksimalkan penanganan banjir yang dilakuakn oleh setiap warga di masing-masing rumah mereka. “Kalau bisa berjalan setiap rumah-rumah warga kami dan diimplementasikan akan sangat mempengaruhi daya resapan air,” jelasnya.*k23

Komentar