nusabali

Desa Pedawa Inovasikan Berbagai Produksi Gula Aren

  • www.nusabali.com-desa-pedawa-inovasikan-berbagai-produksi-gula-aren

Desa Pedawa berhasil mengembangkan produksi Gula Batang, Gula Semut, hingga Gula Cair. 

SINGARAJA, NusaBali.com
Desa Pedawa, sebuah desa yang terletak di Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng, merupakan sebuah desa yang terkenal akan penghuninya yang merupakan penduduk Bali Aga atau Bali Mula. Tak hanya itu, desa yang terletak 22 km dari pusat kota Singaraja ini juga terkenal sebagai penghasil gula aren atau yang dikenal dengan nama gula Pedawa sebagai komoditas utamanya. 

Geliat para produsen gula aren di Desa Pedawa memang sudah dimulai sejak dulu. Alat dan proses produksi pun hingga sekarang masih mempertahankan keasliannya yang menggunakan proses tradisional. Proses yang masih secara tradisional inilah yang mempertahankan kualitas dan aroma khas dari Gula Pedawa ini. 

Namun belakangan, penduduk Desa Pedawa tak hanya memproduksi gula batok tradisional untuk dijual, namun juga berinovasi dalam jenis produk gula dan pengemasannya. Sehingga, kini Gula Pedawa dijual dalam empat jenis, yaitu, gula batok tradisional, gula dengan kemasan ala coklat batangan, gula semut, hingga gula cair. 

Ide ini datang dari Ketut Arya Wirawan, Kelian Banjar Dinas Desa, Desa Pedawa yang juga merupakan seorang wirausahawan. Mulanya, Arya Wirawan memperhatikan ketidakstabilan harga gula Pedawa yang dijual ke daerah sekitar. “Harga normalnya berkisar antara Rp 30.000 – Rp 40.000 per kilogram, tapi kadang di saat-saat tertentu anjlok, mencapai Rp 20.000 per kilogram. Dari situlah, tahun 2016 muncul ide untuk berinovasi. Ide ini awalnya untuk menstabilkan harga dan memberdayakan para produsen gula,” ujar Arya Wirawan. 

Maka dari itu, Arya membentuk sebuah kelompok tani ‘Bima Dewa’ yang mewadahi para produsen gula Pedawa. Inovasi pertama dilakukan untuk mencetak gula dalam bentuk batangan layaknya coklat batang yang beredar di pasaran. Inovasi ini melahirkan gula Pedawa batangan sepanjang 5 cm dan memiliki berat sebesar 18 gram. Kemudian, barulah di tahun 2018 muncul ide untuk mengembangkan produk gula semut dan yang terbaru, yakni gula cair. 

Gula cair Pedawa sendiri terdiri atas dua jenis, yakni gula juruh dan gula yang dicairkan. Perbedaan keduanya, yaitu terletak pada kandungan di dalam gula tersebut dan prosesnya. Gula yang dicairkan merupakan gula yang aslinya diproduksi untuk gula batok, namun dicairkan lagi menggunakan air. Sementara itu, gula juruh merupakan gula yang 40%-50% kandungannya masih berupa tuak dari nira hasil sadapan awal. 

“Kadang ada gula yang biar bagaimana pun dimasak, tidak bisa mengeras. Ini ada beberapa faktor, contohnya, saat pohon jaka itu tumbuh akar baru, kualitas tuaknya akan berbeda. Jika dicampur dengan tuak yang bagus, tidak akan bisa dicetak, tetap meleleh. Itulah yang kita cairkan lagi menjadi gula cair,” jelas Arya Wirawan. 


Untuk gula cair sendiri, sementara masih dalam tahap pengembangan kemasan. Hal ini disebabkan karena, kandungan tuak dalam gula cair jenis juruh akan mengembangkan gas, sehingga diperlukan inovasi dalam mengembangkan tutup botol kemasan yang menyerupai terbuat dari kayu atau sabut kelapa, menyerupai tutup botol wine. Sehingga, gula cair yang saat ini baru dipasarkan masih berupa gula yang dicairkan dengan air. 

Saat ini, gula Pedawa telah dijual dengan berbagai ukuran kemasan. Selain gula batang 18 gram yang dijual seharga Rp 3000 per batang, ada pula gula semut yang dijual seberat 75 gram, 200 gram, dan 400 gram dengan rentangan harga mulai Rp 15.000 hingga Rp 50.000. Sementara, sebotol gula cair berukuran 250 ml dijual seharga Rp 25.000. 

Apapun bentuknya, gula aren Pedawa ini memiliki Indeks Glikemik yang jauh lebih rendah dibanding gula pasir biasa, sehingga tergolong sebagai gula sehat. Perbedaan bentuk dan kemasan juga memiliki tujuan tersendiri, sehingga memiliki segmen pasar yang berbeda pula. Gula semut, misalnya, cocok sebagai pemanis pengganti gula pasir dalam minuman hangat karena Indeks Glikemiknya yang rendah. Kemudian, gula cair, bisa dikonsumsi sebagai bahan olesan pada roti, mirip-mirip selai. Yang terakhir, si gula batang, dengan desainnya yang mungil praktis dibawa ke mana-mana. “Gula ini cocok juga untuk souvenir pernikahan dan oleh-oleh, karena kecil dan murah meriah,” lanjut pria berusia 32 tahun ini.

Gula batang ini juga cocok untuk teman ngopi, jika ada yang mau mencoba ngopi ala penduduk Pedawa. Tinggal sediakan kopi hitam tanpa gula, dan gula merah secara terpisah ya! Cara minumnya ikuti slogan ala Pedawa ini, ‘Cegut gulane, sruput kopine, adubaii!’ yang artinya ‘Gigit gulanya, sruput kopinya, lalu serukan, Adubaii (mantap –red)’.*yl

Komentar