nusabali

Ketemu Project Gandeng Hong-Gah Museum Taiwan

  • www.nusabali.com-ketemu-project-gandeng-hong-gah-museum-taiwan

Karya seni video dari Taiwan dihadirkan di Bali dalam sebuah acara yang juga melibatkan penyandang disabilitas.

MANGUPURA, NusaBali.com
Karya seni video menjadi medium yang membuka babak baru dalam panggung seni kontemporer. Ketemu Project bersama Hong-Gah Museum, Taiwan berkolaborasi menghadirkan pilihan karya seni video dalam screening yang digelar Sabtu (9/11/2019) di halaman AB•BC Building, Nusa Dua, Badung.

Founder Ketemu Project, Budi Agung Kuswara, menyampaikan karya seni video yang dihadirkan merupakan bagian dari Taiwan International Video Art Exhibition (TIVA). "Jadi mereka memang punya program mengorganisir pameran-pameran seni berbasis video di kancah internasional sejak 2008," jelasnya.

Ia menambahkan lewat screening ini salah satu tujuannya adalah mengenalkan program TIVA. "Digelar di Bali sekaligus untuk mencari seniman-seniman Bali yang mengekplorasi medium video dalam kegiatan keseniannya," tambah Budi.

Budi memaparkan ada lima karya seni video yang di-screening, yakni, The City Where No One Walks karya Cheng Ting-Ting, The March of the Great White Bear karya Sheng-Wen Lo, Marshal Tie Jia: Jingsi Villag karya Hsu Chia-wei, Shui Yuan Lin Legend karya Chen I-Chun, dan Caecuscreaturae karya Liu Yu.

Menariknya dalam acara ini Ketemu Project juga melengkapi dengan Bisindo (Bahasa Isyarat Indonesia). Pasalnya, mereka melibatkan sejumlah komunitas disabilitas di Bali seperti Bali Deaf Community, Rumah Berdaya, dan Gerakan Untuk Kesejahteraan Tunarungu Indonesia (Gerkatin) Bali.  "Memang kegiatan Ketemu Project sejak tahun lalu berfokus pada aksesibilitas dengan melibatkan teman-teman disabilitas, baik mental maupun fisik," kata Budi. 


Ia mencontohkan pada acara ini penyandang disabilitas bisa sharing dengan organisasi kesenian di luar Indonesia dalam diskusi setelah screening. "Itu kan informasi yang menarik yang tidak hanya untuk diakses oleh kita tetapi juga teman-teman disabilitas," ucapnya. 

Diskusi sendiri menghadirkan dua orang kurator dari Taiwan sebagai pembicara, yakni Zoe Yeh dan Efa. Melalui keterlibatan ini pihaknya berupaya meneguhkan gerakan kreabilitas yang berangkat dari kepercayaan bahwa setiap orang adalah kreatif, terlepas dari keterbatasan yang dimiliki. "Kami mengajak teman-teman disabilitas untuk menunjukkan karya-karya dan kreativitas mereka dam ikut berperan dalam ekonomi kreatif," pungkasnya.*has

Komentar