nusabali

Human Rights Watch Soroti Prabowo Duduki Menteri Pertahanan

  • www.nusabali.com-human-rights-watch-soroti-prabowo-duduki-menteri-pertahanan

Pade periode kedua kepemimpinan Jokowi, diharapkan menyelesaikan persoalan HAM, termasuk adanya kesetaraan hak individu tanpa melihat latar belakang.

GIANYAR, NusaBali.com
Penunjukan Prabowo Subianto sebagai Menteri Pertahanan oleh Presiden Joko Widodo, Rabu (23/10/2019), mendapat sorotan.  Respons negatif dilontarkan oleh peneliti Human Rights Watch, Andreas Harsono. "Secara umum kita lihat kabinet ini mendapatkan reaksi positif. Misalnya pengangkatan Sri Mulyani rupiah stabil, stock market naik. Yang tidak positif, pengangkatan Prabowo Subianto sebagai Menteri Pertahanan," sorot Andreas saat ditemui di Ubud, Gianyar.

Ia menganggap Prabowo tidak bisa pergi ke negara-negara Barat karena sedang berada di bawah investigasi PBB mengenai Timor Timor tahun 1983. "Bayangkan Menhan Indonesia tidak bisa bertemu dengan Departemen Pertahanan di  Pentagon, atau negara-negara Eropa lain," katanya. "Mereka bisa ketemu kalau terpaksa, tapi paling banyak mereka ke Jakarta. Tapi kalau Prabowo harus ke Washington atau ke London, Canberra, saya kira akan diprotes," tambah Andreas.

Selain itu Andreas menilai pendekatan Pemerintahan Jokowi selama lima tahun sebelumnya sangat single focus. "Sangat fokus hanya pada ekonomi dengan pendekatan infrastruktur. Ini yang dalam ekonomi disebut pendekatan developmentalisme, pendekatan pembangunan," katanya.

Ia menilai pendekatan pembangunan tidak salah, tetapi pendekatan ini dinilainya tidak memiliki daya tahan masyarakat. "Kita juga pernah mengalaminya di bawah kepemimpinan Soeharto. Cuma persoalannya, ketika terjadi krisis ekonomi negara yang hanya melakukan pendekatan ekonomi itu tidak punya daya tahan. Buktinya ketika tahun 1998 terjadi krisis ekonomi banyak terjadi peristiwa kekerasan masyarakat," jelas Andreas. 

Andreas menyampaikan ketahanan masyarakat bukan hanya soal ekonomi, tapi juga penegakan hukum dan keadilan. Andreas juga menilai pada periode pertama kepemimpinan Jokowi penyelesaian kasus HAM kurang memuaskan. "Secara umum kurang memuaskan dalam penyelesaian kasus HAM. Itu bisa dilihat dari Komnas HAM, Universal Periodic Review, juga sejumlah indikator lainnya. Kita lihat intoleransi dan kebencian atas nama agama tidak dihentikan sumber-sumbernya oleh Jokowi," katanya.

Selanjutnya pada periode kedua Jokowi, Andreas berharap dengan kabinet barunya Jokowi mampu menyelesaikan sejumlah persoalan HAM. "Harapannya sangat spesifik, kami minta agar apa yang disebut cek keperawanan dihentikan, pernikahan anak di bawah 18 tahun dihentikan, terutama perempuan. Kami meminta semua peraturan yang mendiskriminasikan kebebasan beragama dan LGBT ditinjau ulang. Termasuk mencabut pasal penodaan agama," katanya.

Andreas menegaskan penegakan HAM harus berprinsip pada kesetaraan berwarganegara. "Jadi penegakan HAM WNI itu tidak pandang warna kulit, kepercayaan, agama, perempuan, laki, gay, lesbian itu haknya sama," pungkasnya.*has

Komentar