nusabali

Upaya Mengurai Sampah Organik, Perbekel Dencarik Budidaya Maggot

Juga Hasilkan Pakan Unggas dan Pupuk Tanaman

  • www.nusabali.com-upaya-mengurai-sampah-organik-perbekel-dencarik-budidaya-maggot

Penanganan sampah rumah tangga tidak cukup sebatas memilah menjadi  organik dan nonorganik.

SINGARAJA, NusaBali
Kini mulai dikembangkan cara menangani sampah organik dengan membudidayakan larva Maggot. Larva ini merupakan belatung lalat dari spesies Black Soldier Flys Hermetia Illucens. Larva  Ini mampu mengurai sampah sisa makanan tanpa mengeluarkan bau busuk dan tidak menimbulkan penyakit. Larva ini kemudian berdayaguna sebagai pakan unggas dengan kandungan protein yang tinggi. Sedangkan sisa sampah organik yang telah terurai dapat berdayaguna sebagai pupuk tanaman.

Adalah Perbekel Dencarik, Kecamatan Banjar, Buleleng, Putu Budiasa, yang mulai membudidayakan larva Maggot ini. Budiasa mengungkapkan, budidaya larva Maggot ini sebagai upaya jangka panjang menangani sampah organik. Saat ini, masih tahap ujicoba karena komponen pembudidayaannya masih skala kecil. Karena bila ingin skala besar, perlu biofon (rumah budidaya) sehingga proses pembudidayaan larva Maggot lebih mudah  dilakukan.

Budiasa mengaku, budidaya larva Maggot ini terpikir dari keinginan menangani sampah yang selama ini menjadi persoalan mendasar. “Orang tidak mengatur sampah rumah tangga dengan baik, sampai timbul bau dan lain sebagainya. Maggot ini bagus untuk mengurai sampah sehingga tidak berbau. Sampah harus dikelola dengan baik dari rumah tangga,” katanya, Sabtu (19/10).

Untuk pembudidayaan larva Maggot, Budiasa mengaku membeli telur dan pre-pupa (belatung, Red) seharga Rp 75.000 per kilogram.  Harga telur Maggot mencapai Rp 10.000 per gram, itu sudah berisi ratusan hingga seribuan telur. Telur ini kemudian dituangkan dalam tumpukan sampah organik, dan selama 5 – 8 hari akan menetas menjadi belatung. Belatung-belatung ini yang kemudian mengurai sampah organik yang berasal dari sisa makanan seperti sayuran, buah-buahan, sampah basah lainnya termasuk bangkai hewan. Nah, hasil penguraian sampah organik ini dapat dijadikan pupuk tanaman. Sedangkan belatungnya dapat dijadikan pakan unggas. “Sampah jadi tidak berbau, karena larva Maggot ini hanya minum sari-sari dari sampah organik sehingga tidak mengeluarkan bau. Yang sudah diurai itu bisa dijadikan pupuk dan kualitas pupuknya sangat bagus,” tutur Budiasa.

Masih kata Budiasa, belatung tersebut bisa dikembangkan lagi. Karena belatung akan tumbuh dewasa menjadi lalat. Lalat inilah yang kembali kawin dan menghasilkan telur Maggot. “Umur lalat ini sangat pendek, lalat jantan akan mati setelah kawin dan lalat betina juga akan mati setelah menetaskan telurnya,” jelasnya.

Maggot ini juga bisa dimanfaatkan sebagai pakan ternak unggas. Tak perlu lama menunggu sebagai pakan, ketika masih menjadi belatung atau pre-pupa, sudah bisa dimanfaatkan sebagai pakan ternak untuk unggas maupun ikan air tawar.

Budiasa mengatakan, saat ini dirinya masih membudidayakan di lahan milik pribadinya. Dan jumlahnya masih sangat kecil. Ke depan, jika budidaya ini berhasil maka akan dimanfaatkan dalam skala besar untuk menanggulangi sampah di Desa Dencarik. “Saya bercita-cita membuat biofon dengan memanfaatkan tempat pembuangan sampah terpadu di desa. Sehingga lebih mudah membudidayakan sekaligus menangani sampah ini. Tinggal pemilahan saja dulu mana sampah organik dan nonorganik,” urai Budiasa.

Baginya, penanganan sampah dengan Maggot ini akan jauh lebih ramah lingkungan dibandingkan dengan cara-cara lain. Maggot ini tidak menimbulkan penyakit karena sifatnya hanya meminum sari makanan, bukan mencari makanan seperti lalat jenis lain.

Sementara itu, Sekretaris Kecamatan Banjar Cok Aditya WP mengapresiasi terobosan dari Perbekel Dencarik, Budiasa, dalam upayanya menangani permasalahan sampah. “Terobosan ini sangat bagus, nanti kita upayakan agar ada diskusi di seluruh desa di Kecamatan Banjar untuk memanfaatkan Maggot ini sebagai cara penanganan sampah,” kata mantan Kasubag Pemberitaan di Bagian Humas dan Protokol Setda Kabupaten Buleleng, ini. *k19

Komentar