nusabali

Majelis Desa Adat dan PHDI Minta Pelaku Dijerat Hukum Pidana

Foto Wisatawan Asing Lecehkan Pura dengan Duduk di Atas Palinggih, Viral Melalui Media Sosial

  • www.nusabali.com-majelis-desa-adat-dan-phdi-minta-pelaku-dijerat-hukum-pidana

Ida Panglingsir Agung Putra Sukahet dan Prof IGN Sudiana sama-sama menyayangkan feomena selama ini, di mana kasus pelecehan pura oleh wisatawan selalau berakhir damai

DENPASAR, NusaBali

Sebuah foto yang menggambarkan pura dilecehkan wisatawan asing, kembali viral di media sosial, rabu (16/10). Foto bule duduk di atas palinggih pada sebuah pura yang belum diketahui persis lokasi dan kapan kejadiannya ini, kontan membuat be-rang PHDI Bali dan Majelis Desa Adat Provinsi Bali. Intinya, kedua lembaga tersebut desak agar siapa pun, termasuk wisatawan, yang nekat menodai pura, dijerat dengan hukum pidana.

Ketua Majelis Desa Adat (Bendesa Agung) Provinsi Bali, Ida Panglingsir Agung Putra Sukahet, mengatakan penjagaan pura dan tempat suci di Pulau Dewata harus diperketat krama pangempon dan penyungsung pura. Alasannya, selama ini peristiwa penodaan pura banyak terjadi karena longgarnya pengawasan.

“Selama ini, kasus pelecehan dan penodaan pura di Bali oleh wisatawan terus saja terjadi. Ini karena salah kita juga. Ke depan, penjagaan pura harus diperketat,” ujar Putra Sukahet usai kegiatan doa dan persembahyangan bersama Gubernur Bali di Pura Besakih, Desa Adat Besakih, Kecamatan Rendang, Karangasem pada Wraspati Kliwon Menail, Kamis (17/10) pagi.

Kesalahan sendiri yang dimaksud Putra Sukahet adalah pangempon sering longgar dan sangat memberikan kebebasan kepada turis asing maupun domestik yang mengunjungi pura. Bahkan, wisatawan dibolehkan masuk sampai ke Utamaning Mandala Pura. Sudah begitu, mereka masuk tanpa dikawal.

“Ini kita juga salah, karena tidak menjaga ketat mereka (wisatawan). Kita salah juga karena selama ini membolehkan mereka masuk ke Utamaning Mandala Pura. Maka, kami Majelis Desa Adat dan PHDI mendorong pecalang di Bali bersama krama pangempon benar-benar memperketat pengawasan turis yang hendak berkunjung di pura,” ujar Putra Sukahet yang kemarin didampingi Ketua PHDI Bali, Prof Dr I Gusti Ngurah Sudiana MSi.

Putra Sukahet mengeluarkan pernyataan keras terhadap pelaku pelecehan pura milik krama Bali (umat Hindu). Mereka harus dikenakan sanksi hukum pidana untuk memberikan efek jera.

“Selama ini, ketika diketahui ada kasus pelecehan pura oleh wisatawan, selalu ujungnya ada perdamaian. Nah, nanti kalau ada lagi turis melecehkan tempat suci, jangan kasi ampun, tak usah ada perdamaian. Bawa ke ranah hukum pidana. Kenakan sanksi adat dan sanksi hukum pidana. Kalau tidak, kasus ini akan terulang terus,” kata Putra Sukahet.

“Bukan hanya pelaku yang dihukum, guide (pemanwu wisata)-nya juga harus dihukum. Cabut lisensi guidenya. Kalau guide lokal yang membiarkan terjadinya penodaan pura, harus ada sanksi tambahan,” lanjut tokoh adat yang notabene seorang ad-vokat  dan kini juga menjabat Ketua Umum Forum Kerukunan Antar Umat Beragama (FKUB) Indonesia ini.

Sementara itu, Ketua PHDI Prof IGN Sudiana juga berang atas kasus bule duduk di atas palinggih yang fotonya viral melalui media sosial ini. Bahkan, bibirnya sampai bergetar saat memberikan penjelasan di Pura Besakih, Kamis kemarin. Sudiana  mengatakan, ada maksud tertentu di balik viralnya foto turis asing naik ke palinggih di Utamaning Mandala Pura ini.

“Ada indikasi kesengajaan memviralkan foto turis asing naik palinggih di pura ini. Ya, supaya masyarakat Bali goncang, supaya masyarakat Bali kacau balau menjelang pelantikan Presiden-Wakil Presiden, 20 Oktober 2019. Makanya, foto lama itu diunggah lagi,” tandas Sudiana.

Dengan nada emosi, Sudiana mengingatkan ke depan pangempon dan pura harus menjaga pura dan kawasan suci dengan mengerahkan pecalang secara tegas, untuk mengantisipasi terulangnya kasus serupa. “Kalau ada hukum penggal, sudah dipenggal pelakunya. Saya yakin turis itu gila. Karena berani begitu, kehidupannya di dunia ini tidak akan selamat,” sergah Sudiana.

Menurut Sudiana, ke depan sanksi juga harus tegas terhadap pelaku pelecehan tempat suci dan penodaan agama. Terkadang, PHDI keras, tapi pangempon pura malam berdamai dengan pelaku. Menurut Sudiana, itu yang sering terjadi selama ini.

“Saya minta pangempon pura jangan memberikan ampun lagi. Jangan ada upaya-upaya damai. Jangan dengan biaya pengganti upacara adat pecaruan hanya Rp 12 juta, kita dibeli dan pura dilecehkan. Mereka sangat merendahkan kita, sementara kita mempertahankan keyakinan Hindu,” katanya.

“Kalau saya pribadi, pelakunya dihukum penggal itu, hukum langsung, bisa juga ditenggelamkan ke laut. Matanya dikasi uyah tabia (air cabe). Sayang. Sekarang nggak ada hukum begitu,” lanjut tokoh umat yang juga menjabat Rektor Institut Hindu Dharma Negeri (IHDN) Denpasar ini.

Sudiana menegaskan, PHDI dan Majelis Desa Adat berharap ke depan sanksi hukum adat dan hukum pidana diberlakukan sekaligus jika ada wisatawan yang melecehkan pura. ”Turis bersangkutan harus dipanggil, guidenya juga dipanggil, pa-ngempon kita undang. Sanksinya harus keras ini.”

Kasus pelecehan terhadap simbol agama di mana turis asing naik ke palinggih pura, sudah sangat sering terjadi. Salah satunya, kasus yang terjadi di di Pura Luhur Batukaru, Desa Wangaya Gede, Kecamatan Penebel, Tabanan ketika seorang bule duduk di atas palinggih dan kasusnya baru terungkap setelah fotonya viral di media sosial.

Postingan foto wisawatan asing naik dan duduk di atas palinggih Pura Luhur Batukaru tersebar luas melalui media sosial, 12 September 2018 lalu. Wisatawan itu terlihat duduk di atas palinggih lengkap mengenakan destar dan kamben. *nat

Komentar