nusabali

Sesajen Kejawen, Berencana Geser Piodalan ke Purnama Kesada

  • www.nusabali.com-sesajen-kejawen-berencana-geser-piodalan-ke-purnama-kesada

Saat piodalan di Pura Jagatnatha Banguntapan memakai upakara khas Hindu Jawa berbentuk sajen kejawen. Sesajen jenis gunungan berisi jajan pasar, buah-buahan, dilengkapi hiasan bunga-bunga, dan daun-daunan.

Perjuangan Umat Hindu Jogjakarta Membangun Pura Jagatnatha Banguntapan di Kabupaten Bantul

JOGJAKARTA, NusaBali
Pura Jagatnatha Banguntapan terletak di Desa Plumbon, Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Jogjakarta. Pura yang dibangun atas prakarsa Wong Abangan, kemudian dibantu warga perantauan dari Bali ini, piodalannya saat Hari Raya Galungan pada Buda Kliwon Dungulan atau setiap 210 hari sekali. Saat piodalan umat mempersembahkan sesajen Hindu khas Jawa atau kejawen.

Pemilihan hari piodalan tersebut mengikuti hari peletakan batu pertama pembangunan palinggih Padmasana di pura tersebut pada Rabu, 24 Juni 1975. Namun seiring perkembangan zaman dan peningkatan jumlah umat Hindu khususnya di Banguntapan, hari piodalan akan digeser pada Hari Purnama Kesada atau setiap tahun sekitar Mei.

Ditemui di pura setempat, Rabu (27/2), Pamangku Pura Jagatnatha Banguntapan Jero Gede Dwija Akhir Murti Adi Wiyono,77, menjelaskan, pada awal-awalnya pascaperesmian pura ini, piodalan di pura ini hanya sehari pada Hari Raya Galungan. Namun karena jumlah umat Hindu yang bersembahyang makin banyak, maka piodalannya ditambah satu hari lagi, yakni Kamis atau Wraspati Umanis Galungan. Upacara piodalan diakhiri pada Kamis Umanis Galungan. “Pada awal-awal pura ini berdiri, umat Hindu yang bersembahyang ke pura ini hanya umat dari sekitar lokasi pura. Selanjutnya banyak umat Hindu, terutama warga Bali perantauan ramai sembahyang ke pura ini. Makanya hari piodalannya ditambah sehari lagi,” ujar pamangku asal Desa Plumbon, Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul, ini.

Senada Jero Gede Dwija, Ketua PHDI Kabupaten Bantul Sastro Utomo didampingi penyuluh agama Hindu di Jogjakarta I Gusti Made Wirta, 44, menjelaskan rencana pergeseran piodalan pura ke hari Purnama Kesada ini sesuai keputusan rapat pengurus pura. Namun kapan pastinya mulai pergeseran hari piodalan ini, masih menunggu pelaksanaan Karya Ngenteg Linggih. Pelaksanaan karya tersebut belum bisa dipastikan waktunya.

Alasan pergeseran hari piodalan ini, antara lain agar piodalan bisa dilaksanakan lebih khidmat pada hari Purnama. Pada hari Purnama, umat Hindu baik yang tinggal di sekitar Jogjakarta dan luar Jogjakarta akan lebih leluasa bisa sembahyang di pura ini. Jika piodalan di pura ini masih pada Hari Raya Galungan, jelas Sastro Utomo, umat harus terburu-buru saat sembahyang. Karena mereka juga harus bersembahyang ke pura lain atau di tempat pemujaan di rumah masing-masing. “Saat Galungan umat Hindu kan juga saling mengunjungi antar-warga,” jelasnya.

Penyuluh agama Hindu I Gusti Made Wirta, menambahkan pemilihan hari piodalan pura ini saat Galungan selain karena pas Galungan hari peresmian pura, juga pada saat Galungan umat bisa bersilaturahmi di pura. Karena perayaan Galungan pada era dulu di Banguntapan tak seramai seperti sekarang. “Tapi kalau piodalan kini, umat malah membeludak ke pura,” tutur seniman patung asal Desa Jagapati, Kecamatan Abiansemal, Badung, ini.

Seksi Acara Pura Jagatnatha Banguntapan Nyoman Santiawan, menambahkan saat piodalan di pura ini memakai upakara khas Hindu Jawa berbentuk sajen kejawen. Sajen ini jenis gunungan berisi jajan pasar, buah-buahan, dilengkapi hiasan bunga-bunga, dan daun-daunan. “Upakara atau sajen ini memang beda dengan upakara atau banten Hindu di Bali. Tapi maknanya sama yakni sebagai persembahan tulus ikhlas kita kepada Ida Sanghyang Widhi Wasa,” kata dosen Sekolah Tinggi Hindu Dharma, Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah, ini.

Pria Bali asal Desa Lokasari, Kecamatan Sidemen, Karangasem, ini menambahkan, selain pada hari piodalan saat Galungan, di pura ini juga dilaksanakan upacara Hindu yang banyak mengadopsi ritual Hindu di Bali. Antara lain, persembahyangan Galungan-Kuningan, hari Purnama – Tilem, Saraswati, Banyupinaruh, Pagerwesi, dan Siwaratri. Namun tak ada persembahyangan pada Hari Kajeng Kliwon seperti di Bali.

Anak-anak Hindu melakukan aktivitas di Wantilan Bale Serba Guna Pura Banguntapan, Desa Plumbon, Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Jogjakarta. -WILASA

Saat hari Ngembak Geni, sehari setelah Nyepi, umat sembari membawa makanan berkumpul di wantilan pura. Umat ini dari kalangan pangempon Pura Jagatnatha yakni Paguyuban Banguntapan sebanyak 80 kepala keluarga (KK), dan umat selain dari Banguntapan atau dikenal dengan nama Tempek Utara 35 KK. Saat seperti itu, umat melaksanakan kegiatan darma santhi serangkaian Hari Raya Nyepi.   

Pura di atas lahan 22,5 are ini dilengkapi sejumlah bangunan, yakni di Jeroan/Utama Mandala terdapat Palinggih Beji atau tempat tirta (air suci), Palinggih Pangayengan leluhur Bali, dan palinggih utama berupa Padmasana. Di sisi kiri terdapat Bale Pesandekan, di tengah Bale Persembahyangan, dan sisi kanan tempat wastra atau busana palinggih. Di Jaba Tengah sisi kiri ada bangunan sekretariat pura dilengkapi perpustakaan, dan sisi kanan banguan Pawaregan (tempat memasak) dan Bale Kulkul. Sedangkan di kiri atau selatan pura yang berbatasan dengan tembok pura, terdapat Bale Serba Guna. *lsa

Komentar