nusabali

Masih Ada 2.100 Warga Buta Aksara di Buleleng

  • www.nusabali.com-masih-ada-2100-warga-buta-aksara-di-buleleng

Ratusan Warga Disasar Program Keaksaraan

SINGARAJA, NusaBali
Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Kabupaten Buleleng, kembali menyasar warga yang masih mengalami buta aksara. Sebanyak tiga ratus orang warga yang tersebar di sembilan kecamatan akan mengikuti program keaksaraan dalam upaya pengentasan buta huruf di Buleleng. Hingga saat ini masih tersisa sebanyak dua ribuan warga yang berstatus buta aksara.

Kepala Bidang Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Non Formal (PAUD-PNF), Disdikpora Buleleng, Nengah Pujiani, ditemui di ruangannya Rabu (13/2) kemarin, saat ini sedang melakukan pengecekan kembali ke masing-masing desa. “Jadi database yang kami punya sedang di-cross check kembali ke bawah, apakah yang bersangkutan masih ada di sana, karena kemungkinan ada yang pindah tempat tinggal, bekerja atau meninggal,” kata dia.

Dalam program keaksaraan yang menggunakan APBD itu warga yang dikumpulkan dalam satu Banjar Dinas akan menjalani masa belajar selama tiga bulan. Pujiani menjelaskan dalam program keaksaraan ini menyasar usia lanjut minimal 45 tahun. “Memang yang banyak adalah usai lanjut, mungkin dulu mereka terkendala ekonomi sehingga tak bisa sekolah, kalau yang usia produktif atau anak-anak jarang kami jumpai di lapangan.

Hingga saat ini, Buleleng pun masih memiliki 2.100 orang yang buta aksara. Jumlah itu juga disebut Pujiani akan dituntaskan secara bertahap. Targetnya dua ribuan jumlah warga yang masih buta aksara sudah tuntas dan mendapatkan sertifikat Surat Keterangan Melek Aksara (SUKMA).

Mereka juga dijelaskan Pujiani tak hanya mendapatkan pembelajaran membaca, menulis dan berhitung. Namun seluruh peserta keaksaraan juga akan dilatih keterampilan yang disesuaikan dengan potensi daerah tempat tinggalnya.

Sementara itu dari pelaksanaan yang sudah terlaksana di tahun sebelumnya, Disdikpora selaku penyelenggara masih menemui kendala di lapangan. Pujiani tak menampik jika sejumlah peserta yang ada dalam data menolak mengikuti program keaksaraan, karena faktor usia dan kesehatan. “Biasanya ada yang menolak dan ada yang datang tapi ada gangguan pad amata yang sudah rabun karena usia, sehingga dalam proses pembelajaran waktunya sesuai kesepakatan mereka selesai bekerja dulu dan cara menyampaikan materi juga dikenas agar menarik dan mudah dipahami,” kata dia. *k23

Komentar