nusabali

Selama 21 Tahun Tawarkan Jasa Kremasi Keliling

  • www.nusabali.com-selama-21-tahun-tawarkan-jasa-kremasi-keliling

Nengah Sutrisna biasanya minta ongkos Rp 1,3 juta untuk jasa membakar satu jenazah. Untuk ngaben massal yang jenazahnya lebih dari satu, harga per satuan lebih murah lagi

I Nengah Sutrisna alias Pak Locong, Salah Satu Warga Kota Bangli dengan Profesi Langka


BANGLI, NusaBali
I Nengah Sutrisna alias Pak Locong, 61, termasuk salah satu warga Kota Bangli yang memiliki profesi langka. Pria asal Banjar Kawan, Kelurahan Kawan, Kecamatan Bangli ini getol menawarkan jasa kremasi keliling. Kegiatan melayani jasa sewa kompor pembakar mayat tersebut sudah dilakoni Pak Locong selama 21 tahun, sejak 1998.

Pak Locong tidak hanya keliling menyewakan jasa kremasi di wilayah Kabupaten Bangli, namun juga ke berbagai kawasan lainnya di Bali, seperti Gianyar. Tak terhitung sudah berapa kali Pak Locong melayani jasa sewa kompor bakar mayat saat upacara pengabenan. Jika tidak ada panggilan melayani jasa membakar jenazah, Pak Kocong kesehariannya membantu sang istri, Ni Wayan Merti, berjualan nasi campur di dekat rumahnya.

Kepada NusaBali, Pak Locong mengisahkan usaha penyewaan kompor pemkabar mayat ini dirintis karena waktu itu, sekitar tahun 1998, belum ada penyedia jasa serupa di Gumi Sejuk Bangli. Sebelum Pak Locong menyediakan jasa kremasi keliling, krama Bangli yang akan melaksanakan upacara pengabenan atau makingsan ring gni harus menyewa kompor pembakar mayat ke daerah lain, seperti di Desa Sidan, Kecamatan Gianyar.

Nah, Pak Locong melihat peluang bisnis di situ, hingga akhirnya coba membuka jasa penyewaan kompor pembakar mayat sekitar tahun 1998, bersamaan dengan bergulirnya era Reformasi di republik ini. "Saya memulai usaha jasa kremasi keliling tahun 1998. Modal awalnya, saya hanya memiliki sepasang kompor saja," kenang Pak Locong saat ditemui NusaBali di kediamanya di Kelurahan Kawan, Kota Bangli, beberapa waktu lalu.

Ternyata, usaha jasa Pak Locong berjalan sesuai harapan. Setiap ada upacara pengabenan atau makingsan ring gni di kawasan Bangli, Pak Locong mendapat panggilan untuk melayani jasa pembakaran mayat. “Untuk wilayah Bangli, boleh dikata hampir di seluruh kawasan pernah saya datangi untuk jasa kremasi keliling ini. Saya juga pernah dapat panggilan dari keluarga Pak Cok Ace (kini Wakil Gubernur Bali) di Puri Agung Ubud, Gianyar,” papar pria berusia 61 tahun yang cuma menge-nyam pendidikan formal tingkat SD ini.

Dalam menjalankan usaha jasa kremasi keliling ini, Pak Locong dibantu oleh tiga anak lelakinya, terutama si sulung I Nengah Tresna Yoga. Selain anak, Pak Locong juga melibatkan beberapa tenaga yang masih kerabatnya saat menerima panggilan untuk membakar jenazah saa upacara ngaben.

Ongkos yang diterima Pak Locong untuk melayani jasa pembakaran jenazah, bervariasi, tergantung banyak sedikitnya mayat yang harus dibakar. "Untuk jasa pembakaran satu jenazah, kami minta ongkos Rp 1,3 juta. Untuk ngaben massal, harga per satuannya lebih murah lagi. Semakin banyak jenazah yang dibakar, tentu harganya lebih murah. Seperti beberapa waktu lalu, ada ngaben massal dengan 125 sawa (jenasah)," papar Pak Locong.

Awalnya, Pak Locong menjaloankan usaha jasa kremasi keliling hanya bermodalkan sepasang kompor mayat. Tapi sekarang, Pak Locong sudah memiliki 6 pasang kompor mayat.

Namanya juga profesi langka, Pak Locong mengaku banyak punya pengalaman unik dalam menjalankan jasa kremasi keliling. Salah satunya, Pak Locong pernah sampai bermandikan darah dalam satu kegiatan membakar jenazah. Saat itu, Pak Locong dipanggil untuk membakar jenazah di setra malam-malam sekitar pukul 22.00 Wita. Ketika proses pembakaran, bagian perut jenazah justru meledak, sementara darah muncrat ke tubuh Pak Locong.

"Jenazahnya masih berdarah, karena orangnya baru meninggal pagi hari dan malamnya langsung dibakar. Kompor saat itu diarahkan ke bagian kepala dan kaki jenazah, tiba-tiba bagian perut pecah, hingga darah segar yang panas muncrat membasahi wajah dan pakaian kami,” tutur suami dari Ni Wayan Merti ini.

Karena penuh darah, pakaian yang dikenakan Pak Kocong dan beberapa kerabatnya langsung dibakar di setra saat itu juga. Mereka pulang hanya menggunakan celana pendek.

Pengalaman tak terlupakan lainnya, Pak Locong pernah membakar mayat sampai memakan waktu 2 jam. Padahal, biasanya pembakaran mauat hanya kisaran 1-1,5 jam saja. Pak Locong percaya, pembakaran mayat memakan waktu sampai 2 jam, karena yang meninggal masih ada hal yang belum tuntas di mayapada. “Mungkin masih ada yang ditunggu atau lain sebagainya."

Pak Locong sendiri punya ritual khusus setiapkali selesai membakar mayat di setra, yakni menghaturkan duur manggala (sarana upacara untuk pembersihan). Sedangkan peralatan yang digunakan seperti kompor dan alat pendukung lainnya, harus diletakkan di luar pekarangan.

"Peralatan itu tabu untuk dibawa masuk ke pekarangan rumah, karena diyakini membuat leteh (kotor secara niskala, Red), walaupun sudah diupacari pembersihan,” beber ayah empat anak: Ni Wayan Lilis Trisnayanti, I Nengah Tresna Yoga, I Komang Kariawan, dan Ketut Juliastrawan ini.

Meski demikian, Pak Locong belum pernah mengalami hal mistis selama 21 tahun menjalankan usaha jasa kremasi keliling. Justru pihak lain seperti tetangga atau orang yang melintas di deapan rumahnya, terkadang melihat makhluk aneh di dekat perlatan membakar jenazah miliknya itu. "Ada tetangga yang bilang sempat melihat anjing besar di dekat peralatan yang ditaruh di luar pekarangan rumah itu. Anjing besar ini beda dari anjing umumnya," kata Pak Locong. *es

Komentar