nusabali

Gunakan Bade Padma Negara Setinggi 24 Meter

  • www.nusabali.com-gunakan-bade-padma-negara-setinggi-24-meter

Bade Padma Negara setinggi 24 meter disiapkan untuk Palebon panglingsir Puri Ageng Blahbatuh Ida I Gusti Ngurah Djelantik XXIV pada Anggara Pahing Sungsang, Selasa (18/12), di Setra Adat Blahbatuh.

Palebon Ida I Gusti Ngurah Djelantik XXIV dari Puri Ageng Blahbatuh

GIANYAR, NusaBali
Bade seberat sekitar 15 ton ini nantinya akan diarak oleh sekitar 3.000 krama. Salah seorang putra almarhum, AA Ngurah Kakarsana, menjelaskan bade Padma Negara ini tidak bertumpang, melainkan hanya berisi ornamen bebalian. Tinggi bade mencapai 24 meter.

“Bade Padma Negara ini memang babaktan (tradisi bawaan sejak lampau, Red) para panglingsir di Puri Ageng Blahbatuh. Mulai palebon layon kakeknya ajung (almarhum) dulu, sekitar tahun 1962, badenya persis seperti ini,” ujar AA Kakarsana, Kamis (13/12).

Menurut dia, para pengayah yang terdiri dari krama setempat dan sameton puri, tampak ngebut mengerjakan bade. Sebab, waktu penggarapan bade tinggal lima hari. Dipilihnya Bade Padma Negara untuk pengarakan layon (jenazah) almarhum, sesuai hasil paruman sameton puri.

AA Kakarsana memperkirakan, setelah proses pembuatannya kelar, bade ini memiliki berat sekitar 15 ton. Nantinya, bade ini akan diarak oleh sekitar 3.000 krama. Penyandang bade ini krama banjar dari wilayah Desa Adat Blahbatuh, termasuk krama dari Banjar Blangsinga, Desa Saba, Banjar Getas Kangin, Desa Buruan, krama Desa Bona, krama Banjar Selat, Desa Belega, dan lainnya.

Dijelaskannya, rute pengarakan bade sepanjang sekitar 1 kilometer dari jaba Puri Ageng Blahbatuh ke arah barat, sampai Setra Adat Blahbatuh. Start dari jaba Puri Ageng Blahbatuh ke selatan atau belakang Pasar Blahbatuh. “Kami prediksi ada sekitar 10 etape. Setiap 100 meter akan diganti penyandang (pengarak),” jelasnya.

Pantauan NusaBali pada Kamis (13/12), proses pembuatan bade tersebut berlangsung di jaba (halaman luar) sisi barat Puri Ageng Blahbatuh. Pembuatan sudah dimulai sejak tiga pekan lalu. “Lokasi pembuatan bade di sini atas inisiatif para undagi dan seniman Blahbatuh, langsung dikoordinir prajuru desa adat dan para kelian,” jelasnya.

Sedangkan pembuatan Lembu sebagai kendaraan roh almarhum, dibuat terpisah di Desa Bedulu, Kecamatan Blahbatuh. Pembuatan Lembu sudah selesai dan kini dipajang di jaba Puri Ageng Blahbatuh.

Kakarsana mengisahkan, almarhum sejak tahun 1970 – 2000 terkenal sebagai penghobi tanaman anggrek. “Ajung (ayah) sering wakili Bali, Indonesia dan pernah meraih juara II lomba anggrek tingkat internasional. Beliau memang suka tanaman,” ujarnya. Di areal puri sendiri, almarhum aktif menanam buah lokal dan langka. Seperti Kepundung, Ceroring, Boni, Manggis, Jambu, Duren, Mangga, Manggis, Jambu, Silik, Belimbing, Melinjo, dan Cermai. “Saat ini tanaman yang beliau tanam sudah besar. Jadi warisan bagi kami,” jelasnya. Ke depan, eksistensi tanaman anggrek yang jadi maskot puri ini, rencananya akan dibangkitkan kembali.

Selama hidupnya, almarhum juga dikenal sebagai sosok yang sehat. “Sepengetahuan kami, ajung tidak pernah sakit dan opname,” ujarnya. Almarhum meninggal di usia 74 tahun di RSUD Sanjiwani Gianyar. “Sakit menua, kemungkinan pula ajung sakit karena ibu sudah mendahului tiga bulan lalu,” tutur AA Kakarsana.

Seperti diberitakan sebelumnya, Panglingsir Puri Ageng Blahbatuh I Gusti Ngurah Djelantik menghembuskan napas terakhir pada Kamis (15/11) di usia 74 tahun. Almarhum meninggalkan lima anak yakni AA Ayu Prawaniti, I Gusti Ngurah Jelantik, AA Ngurah Kakarsana, AA Ngurah Teja Kusuma, dan AA Ngurah Putra Narayana. Almarhum juga meninggalkan lima orang cucu.

Anak kedua almarhum, I Gusti Ngurah Jelantik menerangkan bahwa ayahanda memang sudah cukup lama berjuang melawan penyakit diabetes. Lalu semenjak ditinggal sang istri almarhum AA Ayu Mirah sekitar tiga bulan lalu, kondisi almarhum menurun. Usai mendapat penanganan di RSUD Sanjiwani, jenazah almarhum dibawa ke Puri Ageng Blahbatuh. Semasa hidup, almarhum yang lahir dari keluarga Puri Ageng Blahbatuh ini juga aktif dalam Forum Kerajaan dan Kesultanan Nusantara. Sebab itu almarhum diketahui dekat dengan sejumlah raja Nusantara, tidak hanya di Indonesia namun juga raja-raja di wilayah Malaysia, Thailand, dan Filipina. “Semasa hidup almarhum memang aktif di forum,” ujarnya.

Meski lahir di keluarga puri, almarhum juga dikenal sebagai sosok yang rendah hati. “Beliau ini tidak suka ditinggikan, karena bagi beliau menyatu dengan masyarakat adalah yang utama,” imbuhnya.

Mengenai tinggi bade, sebelumnya pada palebon Agung layon (jenazah) AA Niyang Agung, 96, ibu angkat mantan Bupati Gianyar 2008–2013 yang kini menjabat Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati alias Cok Ace, menggunakan bade bade tumpang sia (9 tingkat) setinggi 27 meter dengan berat 9 ton. Palebon Agung dilaksanakan di Setra Jaba Pura Dalem Puri kawasan Banjar Tebesaya, Desa Peliatan, Kecamatan Ubud, Gianyar pada Sukra Umanis Kelawu, Jumat (2 Maret 2018).

Penggarapan bade melibatkan sejumlah tukang yang dikomandoi Tjokorda Gede Raka Sukawati alias Cok De, undagi (arsitek bade) yang notabene adik kandung Cok Ace.  Undagi Cok De mengatakan, bade setinggi 27 meter dominan warna keemasan ini dihitung dari pangawak (bodi) berikut gagunung setinggi 17 meter dan tumpang sia (9 undakan) setinggi 10 meter. Lebar bade (antar sayap) sekitar 9 meter, dengan berat mencapai 9 ton.

Jauh sebelumnya, Puri Agung Ubud menggelar palebon memakai bade setinggi 26 meter. Palebon di Setra Jaba Pura Dalem Puri, Desa Peliatan, Ubud berlangsung pada Jumat (1 November 2013), untuk jenazah almarhum Tjokorda Istri Sri Tjandrawati, 59, istri panglingsir puri setempat, Tjokorda Gde Putra Sukawati. Bade diarak sepanjang 1 kilometer ke arah timur puri oleh sekitar 4.000-an krama berbaju hitam-hitam dari sembilan banjar di sekitar Ubud, dan krama Desa Tegallalang dan Desa Taro, Kecamatan Tegallalang, Gianyar. *nvi

Komentar