nusabali

Pembuat Nasi Bungkus Penebar Petaka Keracunan Massal Merasa Bersalah

  • www.nusabali.com-pembuat-nasi-bungkus-penebar-petaka-keracunan-massal-merasa-bersalah

Pembuat nasi bungkus yang diduga sebagai penebar petaka keracunan massal di Banjar Mudita, Desa/Kecamatan Sukawati, Gianyar saat Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka 1940, Sabtu (19/3) dinihari, I Gusti Ayu Sukamini, 55, mengaku sangat sedih dan terpukul.

Putra Sulungnya Juga Ikut Menjadi Korban

GIANYAR, NusaBali
Apalagi, putra sulungnya, Dewa Gede Sukarsana, 26, juga ikut jadi korban. Ditemui NusaBali saat sedang menunggui putra sulungnya yang dirawat inap di Kamar 307 Ruang Yudhistira RSUD Sanjiwani Gianyar, Senin (19/3), I Gusti Ayu Sukamini tampak murung. Matanya merah berkaca-kaca, seolah dia menyalahkan diri sendiri atas kejadian ini.

Ketika diajak bicara, ibu tiga anak ini mengaku terus dibayang-bayangi rasa bersalah atas peristiwa keracunan massal hingga menyebabkan 104 krama sebanjar dilarikan ke rumah sakit. “Sebet sajan tiyang kene (Sedih sekali yang saya rasakan, Red),” ujar IGA Sukamini dengan bahasa Bali.

IGA Sukamini mengaku sama skali tidak pernah membayangkan peristiwa menyedihkan seperti ini menimpanya. Dia sudah 17 tahun berjualan nasi bungkus, selama ini tidak pernah terjadi apa-apa. Menurut Sukamini, ini baru pertama kalinya mengalami musibah keracunan konsumen yang santap masakannya.

Sukamini pun masih terus bertanya-tanya dalam hati, apa sejatinya penyebab keracunan massal tersebut. Sebab, sepengetahuan Sukamini, ada krama sebanjar yang makan nasi bungkus yang dibagikan seusai prosesi pengarakan ogoh-ogoh di Bale Banjar Mudita, Desa Sukawati saat Pangrupukan Nyepi, Jumat (16/3) malam, namun mereka tidak sampai keracunan.

Selain itu, kata Sukamini, proses pembuatan nasi bungkus tersebut juga dilakukan secara apik. “Bahan-bahan lauknya saya beli di Pasar Sukawati, berupa daging ayam, kacang saur, wortel impor, dan buncis,” kenang perempuan berusia 55 tahun ini.

Menurut Sukamini, dirinya mulai memasak nasi bungkus yang dipesan Pemuda Banjar Mudita, Desa Sukawati, Jumat sore sekitar pukul 15.00 Wita. “Saya mulai masak sekitar jam 3 (pukul 15.00 Wita, Red), karena jam 5 (pukul 17.00 Wita) harus sudah matang semua,” tutur Sukamini.

Setelah semuanya siap, Sukamini pun mulai membersihkan meja di warungnya yang berlokasi dekat dengan Bale Banjar Mudita. Kertas minyak dibariskan untuk mempermudah menata nasi bangkus. “Saya masak sendiri, tapi saat membungkus nasi saya dibantu sama ipar,” katanya.

Sukamini mengakui proses pembungkusan nasi menunggu beberapa saat. “Sempat saya dinginkan nasinya sebentar, baru kemudian dibungkus,” jelas Sukamini. Dia menyebutkan, Pemuda Banjar Mudita memesan 200 nasi bungkus dan diminta agar sudah siap Jumat malam pukul 19.00 Wita.

Nah, sesuai permintaan, 200 nasi bungkus sudah siap diambil pukul 19.00 Wita. Oleh Pemuda Banjar Mudita, nasi bungkus baru dijemput Jumat malam sekitar pukul 21.00 Wita, seusai prosesi pengarakan ogoh-ogoh. Saat itu, nasinya dalam kondisi bagus. Bahkan, Sukamini dan anaknya sempat makan sisa nasi yang sudah selesai dibungkus.

“Saya juga makan nasi yang saya buat, demikian anak sulung sulung saya ini. Saya tidak keracunan, tapi anak saya ini keracunan hingga harus dirawat di sini (RSUD Sanjiwani,” keluh Sukamini.

Paparan senada juga disampaikan Dewa Gede Sukarsana, putra sulung Sukamini yang hingga Senin kemarin masih dirawat di RSUD Sanjiwani. Menurut Dewa Sukarsana, saat memakan nasi bungkus bersama masyarakat usai pengarakan ogoh-ogoh di bale banjar, kondisi nasinya cukup baik, tidak basi. “Kalau berbau, mungkin nggak saya dimakan. Tapi, malam itu kondisi nasinya bagus kok,” cerita Sukarsana.

Menurut Sukarsana, ibunya memang biasa menerima orderan nasi bungkus dalam jumlah banyak dari banjar setempat maupun luar banjar. Sehari-harinya, sang ibu juga berjualan nasi untuk siswa SMPN 1 Sukawati, yang berada persis di sebelah timur warungnya.

“Selama 17 tahun ibu saya jualan nasi, nggak pernah ada masalah. Kejadian inilah yang nggak habis pikir. Karena ada yang makan 4 bungkus sekaligus, ternyata tidak apa-apa. Ipar saya juga makan sebungkus, tapi tidak apa,” jelas Sukarsana. Maka, Sukarsana dan ibunya hanya bisa berharap dan berdoa, musibah ini segera berakhir. “Mudah-mudahan, besok (hari ini) saya bisa pulang dari rumah sakit,” tandas Sukarsana, yang dirawat di RSUD Sanjiwani sejak Sabtu lalu. *nvi

Komentar