Pemprov akan Bentuk Posko Pelayanan Wisatawan 24 Jam

Gubernur menekankan pentingnya manajemen terpadu dalam pelayanan dan perlindungan wisatawan di Bali yang merupakan destinasi wisata dunia.

Hal itu disampaikannya saat memimpin Rapat Penertiban dan Perlindungan Wisatawan dan Warga Negara Asing di Gedung Kertha Sabha, Rumah Jabatan Gubernur Bali Jayasabha, Denpasar, Kamis (9/10). “Kita harus punya sistem yang memastikan keamanan dan kenyamanan wisatawan selama berada di Bali. Baik di hotel, pantai, gunung, sungai, maupun di perjalanan dari satu titik ke titik lain. Semua harus dikelola secara terpadu,” ujar Gubernur Koster. 

Menurutnya, potensi risiko yang dihadapi wisatawan sangat beragam, mulai dari gangguan keamanan, kecelakaan lalu lintas, sakit, hingga bencana alam. Karena itu, Gubernur Koster memerintahkan agar segera dibentuk unit layanan terpadu dan posko pelayanan wisatawan di seluruh destinasi wisata Bali yang beroperasi selama 24 jam.

“Posko ini harus terhubung dengan layanan kesehatan, kebencanaan, kepolisian, Satpol PP, Basarnas, hingga pihak pariwisata. Di setiap titik wisata wajib tersedia layanan kedaruratan yang bisa dihubungi dengan cepat melalui nomor khusus. Kita juga akan siapkan aplikasi digital agar semua sistem ini bisa berjalan terintegrasi,” jelas gubernur asal Desa Sembiran, Kecamatan Tejakula, Buleleng ini. 

Gubernur Koster menambahkan, penguatan sistem perlindungan wisatawan merupakan bagian dari upaya mewujudkan pariwisata Bali yang berkualitas dan berkelanjutan. “Kalau ini bisa kita jalankan, Bali akan semakin dipercaya dan dihormati di mata dunia. Ini bukan sekadar wisata alam, tetapi wisata dengan manajemen yang profesional, SDM unggul, dan teknologi informasi yang modern,” tegas mantan Anggota Komisi X DPR RI dapil Bali selama tiga periode ini.

Kepala Dinas Pariwisata (Kadispar) Provinsi Bali, I Wayan Sumarajaya, melaporkan bahwa hingga September 2025 jumlah kunjungan wisatawan mancanegara telah mencapai 5,6 juta orang, dengan Australia, Tiongkok (China), India, dan Inggris sebagai empat besar asal wisatawan. Sumarjaya juga mengungkapkan penanganan terhadap WNA di Bali dilakukan secara seimbang antara perlindungan dan penegakan hukum. “WNA yang baik kita lindungi, yang melanggar kita tindak. Sepanjang 2025 sudah ada 1.185 tindakan keimigrasian dan 406 deportasi. Selain itu, tercatat 144 kasus di mana WNA menjadi korban, sebagian besar terkait kecelakaan dan tindak kekerasan,” paparnya.

Ia menambahkan, perlindungan terhadap wisatawan di Bali masih menghadapi sejumlah tantangan, seperti minimnya staf keamanan di usaha pariwisata, belum optimalnya fasilitas kesehatan darurat, dan kurangnya kerja sama dengan penyedia asuransi. Karena itu, di masa depan pihaknya akan memperkuat kerja sama dengan fasilitas kesehatan, layanan asuransi, serta penambahan posko perlindungan di setiap Daya Tarik Wisata (DTW).

“Ke depan, semua DTW juga akan dilengkapi dengan sistem informasi cuaca real time bekerja sama dengan BMKG di 81 titik wisata,” ungkapnya. Rapat yang dihadiri oleh jajaran Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait, instansi kebencanaan, Imigrasi, aparat keamanan, serta organisasi kepariwisataan di Bali ini menjadi langkah awal penyusunan sistem perlindungan terpadu wisatawan yang akan dituangkan dalam rancangan Peraturan Daerah tentang Tata Kelola Pariwisata Bali Berkualitas. 7 adi