Gabungkan Teknologi dan Partisipasi Masyarakat Kendalikan Banjir
Sekwan DPRD Bali Pelajari Master Plan Pengendalian Banjir di DKI Jakarta
JAKARTA, NusaBali - Rombongan Sekretaris Dewan (Sekwan) DPRD Provinsi Bali melakukan kunjungan kerja ke Dinas Sumber Daya Air (SDA) Provinsi DKI Jakarta di Jalan Taman Jati Baru, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Kamis (9/10) pagi, untuk mempelajari sistem pengendalian banjir dan pengelolaan sumber daya air yang diterapkan di ibu kota. Kunjungan ini dilakukan sebagai langkah reflektif pasca banjir besar yang melanda sejumlah wilayah di Bali pada Rabu (10/9) lalu.
Sekwan DPRD Bali I Ketut Nayaka didampingi Koordinator Press Tour I Gusti Made Bang Dwikora Putra diterima langsung Kepala Pusat Data dan Informasi Dinas SDA DKI Jakarta, Nugraha Ariadi atau yang akrab disapa Medi.
Dalam paparannya, Medi menjelaskan dinas ini memiliki empat isu utama yang menjadi fokus kerja, yakni pengendalian banjir dan drainase, pengelolaan air limbah, pencegahan banjir rob dan pengembangan pesisir, serta konservasi air baku dan air bersih. “Dinas ini dulunya merupakan bagian dari Dinas Pekerjaan Umum sebelum dimekarkan menjadi dinas tersendiri yang khusus menangani urusan air,” ujar Medi.
Medi menerangkan Jakarta memiliki karakter geografis unik sebagai wilayah hilir (downstream) yang menerima limpasan air dari 13 sungai besar di kawasan hulu (Bogor–Depok–Jakarta Selatan). Kondisi topografi yang sebagian berada di bawah permukaan laut membuat ibu kota rentan terhadap banjir kiriman dan banjir rob, terlebih saat curah hujan ekstrem.
Untuk mengantisipasi itu, pemerintah DKI Jakarta telah memiliki rencana induk (master plan) berbasis stormwater management dan nature-based solution (NBS), yaitu pendekatan yang menggabungkan teknologi dan partisipasi masyarakat dalam pengendalian banjir. Strateginya meliputi normalisasi sungai, pembangunan sistem polder, kanal banjir, tanggul pantai, kolam retensi, hingga sumur resapan dan ruang limpah sungai.
Berdasarkan kajian Roadmap Pengembangan Sistem Polder DKI Jakarta 2024, terdapat 70 polder di wilayah DKI Jakarta. Sistem polder sendiri merupakan inovasi pengendalian air di daerah rendah, di mana air ditampung dalam waduk dan dipompa keluar menuju kolam tampungan agar permukiman tetap kering.
Dari sisi kapasitas, Jakarta saat ini memiliki debit air masuk 3.389 meter kubik per detik, sementara kapasitas desain pengendalian banjir baru mencapai 2.357 meter kubik per detik, sehingga masih terdapat defisit 942,8 meter kubik per detik yang belum tertampung oleh infrastruktur eksisting.
Sedangkan kapasitas drainase Jakarta hanya mampu menampung curah hujan 100 milimeter per hari, jauh di bawah rata-rata hujan ekstrem yang sempat mencapai 377 milimeter pada tahun 2020. Lebih jauh, Medi menerangkan salah satu program unggulan adalah Ruang Limpah Sungai (RLS), kawasan multifungsi yang berfungsi sebagai area serapan air saat debit sungai meningkat, sekaligus menjadi ruang publik hijau dengan taman, jalur jogging, dan tempat rekreasi warga. Selain itu, peningkatan Naturalisasi Kanal Banjir Barat (KBB) terus dilakukan agar aliran air lebih terkendali sekaligus memperkuat daya serap lingkungan.
Bahkan proyek ini sudah dilengkapi dengan taman selebar 8 meter dan sepanjang 300 meter, termasuk seating area, viewing deck, pergola, hingga observation deck. Konsep ini dinilai inovatif karena menggabungkan fungsi konservasi dan rekreasi.
Dinas SDA DKI Jakarta juga terus berinovasi dalam penyimpanan air bawah tanah yang mampu menampung air hujan sebelum dialirkan ke laut. Proyek lain yang masih berjalan adalah pembangunan saluran pembuangan limbah dan air hujan terintegrasi di bawah jalan. Pekerjaan ini, memang kerap menimbulkan kemacetan karena dilakukan di area padat. “Jakarta ini kan kota yang sudah jadi, mau tidak mau pembangunan saluran dan pipa harus menggunakan ruang jalan yang ada. Akhirnya ya macet, tapi memang harus dikerjakan,” ujar Medi.tr
Komentar