nusabali

OJK: Industri Keuangan Tetap Stabil dan Tumbuh Positif

Investor Saham di Bali Naik Tajam

  • www.nusabali.com-ojk-industri-keuangan-tetap-stabil-dan-tumbuh-positif

DENPASAR, NusaBali - Masyarakat Bali kian gemar berinvestasi di pasar modal. Hingga Juli 2025, jumlah investor saham di Pulau Dewata melonjak tajam menjadi 163.889 Single Investor Identification (SID), tumbuh 25,87 persen dibanding tahun sebelumnya.

Nilai kepemilikan saham pun mencapai Rp 6,21 triliun, sementara aktivitas transaksi saham menembus Rp 3,54 triliun, naik lebih dari 65 persen dibanding Juli tahun lalu. Artinya, minat masyarakat Bali terhadap investasi di pasar modal seperti saham, reksa dana, surat berharga negara dan sebagainya semakin tinggi.

Di tengah tren investasi yang meningkat pesat ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Bali memastikan kondisi industri jasa keuangan (IJK) di Bali tetap resilien alias tangguh dan stabil.

“Secara keseluruhan, fungsi intermediasi berjalan baik, likuiditas dan permodalan perbankan berada di level memadai,” ungkap Kepala OJK Provinsi Bali, Kristrianti Puji Rahayu dalam keterangan tertulis, Selasa (7/10). Pertumbuhan sektor keuangan itu tercermin dari kinerja perbankan yang terus positif. 

Total penyaluran kredit mencapai Rp 116,26 triliun, naik 6,5 persen dibanding tahun lalu. Kenaikan ini didorong oleh kredit investasi, yaitu pinjaman jangka panjang untuk pengembangan usaha, yang naik Rp 4,51 triliun atau 13,61 persen. Angka itu menunjukkan kepercayaan pelaku usaha terhadap ekonomi Bali masih sangat kuat.

Dari seluruh pinjaman itu, lebih dari setengahnya tepatnya 51,19 persen disalurkan ke sektor UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) dengan pertumbuhan 3,17 persen. Angka ini bahkan lebih tinggi dari rata-rata nasional. Sementara dari sisi sektor usaha, kredit paling banyak mengalir ke perdagangan besar dan eceran 28,03 persen serta non-lapangan usaha seperti pinjaman konsumtif dan multiguna 33,71 persen.

Kualitas kredit perbankan di Bali juga tetap terjaga. Rasio kredit macet (Non Performing Loan atau NPL) tercatat hanya 3,06 persen, menurun dari tahun lalu yang mencapai 3,32 persen.

‘Kredit macet’ ini mengukur banyaknya pinjaman yang tak bisa dibayar tepat waktu. Dengan angka yang menurun, artinya risiko kredit di Bali makin terkendali.

Sementara itu, Likuiditas perbankan, atau kemampuan bank memenuhi kebutuhan dana nasabah, juga masih kuat. Rasio pinjaman terhadap simpanan (Loan to Deposit Ratio/LDR) berada di 57,31 persen, menunjukkan bank masih punya ruang cukup besar untuk menyalurkan kredit baru. Dana Pihak Ketiga (DPK) yang mencakup tabungan, giro, dan deposito, mencapai Rp 202,85 triliun, tumbuh 9,42 persen.

“Modal perbankan di Bali sangat kuat, jadi kalau pun ada risiko ekonomi, masih bisa diserap dengan baik,” terang Puji Rahayu.

Hal ini terlihat dari Capital Adequacy Ratio (CAR) yang mencapai 31,87 persen, jauh di atas batas minimal yang ditetapkan pemerintah. tr

Komentar