Pertamina: Pengujian RON BBM Harus Pakai Standar Resmi, Bukan Alat Portabel
JAKARTA, NusaBali.com – PT Pertamina Patra Niaga menegaskan bahwa metode pengujian kadar oktan bahan bakar minyak (BBM) dengan menggunakan alat portabel tidak bisa dijadikan dasar resmi untuk menentukan Research Octane Number (RON). Pasalnya, pengujian RON memiliki standar internasional yang hanya bisa dilakukan dengan mesin Cooperative Fuel Research (CFR).
Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga, Roberth MV Dumatubun dalam keterangan resmi Selasa (7/10/2025), menyebutkan pihaknya menemukan sejumlah praktik penyebaran informasi menyesatkan di media sosial terkait kualitas BBM, termasuk pengujian RON dengan alat portabel. Informasi tersebut dinilai berpotensi menimbulkan keresahan masyarakat.
“Alat portabel seperti Oktis-2 hanya mengukur sifat dielektrik (penghantaran listrik) dari bahan bakar, bukan RON. Jadi tidak ada hubungan antara sifat dielektrik dengan angka oktan BBM,” tegas Roberth.
Pertamina menjelaskan, standar resmi uji RON adalah metode ASTM D2699 dengan mesin CFR. Mesin ini disertifikasi secara global untuk mengukur ketahanan bahan bakar terhadap detonasi atau knocking melalui pembakaran nyata dengan parameter suhu, tekanan, dan rasio kompresi yang dikontrol ketat.
Hasil uji RON dengan alat portabel, lanjut Roberth, kerap tidak konsisten karena menunjukkan angka lebih tinggi maupun lebih rendah dari standar sebenarnya. Bahkan, di dalam alat tersebut terdapat pilihan sistem pengukuran berbeda, yakni standar Eropa (RON) dan Amerika Serikat (AKI/Anti Knocking Index).
“Di Eropa dikenal RON 98, sedangkan di Amerika hanya mengenal AKI 91–92 yang setara dengan RON 98. Jadi, hasil pengukuran alat portabel rawan disalahpahami,” ujarnya.
Selain isu uji RON, Pertamina juga meluruskan sejumlah kabar hoaks yang viral belakangan ini. Di antaranya, isu pembatasan pengisian BBM hingga 7 hari untuk mobil dan 4 hari untuk motor yang dipastikan tidak benar. Penyaluran BBM, khususnya subsidi, tetap berjalan sesuai ketentuan pemerintah.
Hoaks lain adalah video kebakaran SPBU akibat kebijakan pembatasan BBM. Faktanya, video itu merupakan rekaman lama dari insiden kebakaran SPBU di Aceh tahun 2024. Begitu pula dengan video masyarakat disebut menggeruduk SPBU di Lumajang, yang sebenarnya adalah kericuhan akibat penonton karnaval berdesakan berteduh saat hujan deras.
Pertamina mengimbau masyarakat untuk tidak mudah percaya dengan informasi yang beredar di media sosial. “Kami mengajak masyarakat selalu mengecek kebenaran informasi melalui kanal resmi perusahaan, yakni Pertamina Call Center 135 atau akun media sosial resmi Pertamina,” pungkas Roberth.
Komentar