Curah Hujan Tinggi Berpotensi Masih Terjadi
MANGUPURA, NusaBali - Balai Besar Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BBMKG) Wilayah III Denpasar mengingatkan bahwa potensi curah hujan tinggi masih bisa terjadi selama periode musim hujan 2025/2026.
Hujan lebat yang sempat mengguyur Bali pada 10 September lalu menjadi gambaran bahwa intensitas hujan bisa meningkat lebih besar ketika memasuki musim penghujan.
Kepala Stasiun Klimatologi BMKG Bali, Aminudin Al Roniri, mengatakan potensi curah hujan tinggi yang terjadi di sebagian besar wilayah Bali pada awal September lalu diprediksi bakal terjadi lagi. “Karena kemarin karena pancaroba hujannya hanya sebentar, saat musim hujan jelas banyak air, banyak hujan, kalau seandainya ada pemicu yang lain, maka akan lebih besar lagi,” ujarnya belum lama ini.
Aminudin menyebut, faktor pemicu hujan lebat bisa berasal dari fenomena atmosfer global seperti Madden Julian Oscillation (MJO), gelombang Kelvin, maupun dinamika cuaca lain. Jika fenomena tersebut melintas bertepatan dengan musim hujan, curah hujan yang turun di Bali bisa jauh lebih tinggi dari biasanya.
Selain itu, pihaknya juga mengingatkan masyarakat untuk mewaspadai periode puncak musim hujan yang diprediksi terjadi pada Januari hingga Februari 2026 di 20 Zona Musim di Bali. Sebanyak 9 ZOM, puncak musim hujan diprediksi terjadi pada Januari 2026, meliputi wilayah Buleleng bagian utara dan timur; Tabanan bagian utara, tengah, dan selatan; Badung bagian utara, tengah, dan selatan; Gianyar bagian utara, tengah, dan selatan; Bangli bagian tengah; Karangasem bagian utara, tengah, timur, dan selatan; Kota Denpasar; dan Nusa Penida.
Sementara itu, sebanyak 11 ZOM, puncak musim hujan diprediksi terjadi pada Februari 2026, meliputi seluruh wilayah Jembrana; Buleleng bagian barat, selatan, tengah, utara, dan tenggara; Tabanan bagian barat dan utara; Karangasem bagian barat dan selatan; Bangli bagian selatan, utara, tengah, dan timur; Klungkung bagian utara; dan Badung bagian utara.
“Bulan-bulan ini Siklon ada di belahan bagian utara, kalau di belahan bagian selatan di periode Januari hingga April. Spesifik bulan yang perlu diwaspadai yakni saat puncak musim hujan,” tambah Aminudin.
Dengan potensi curah hujan tinggi tersebut, masyarakat diminta tetap waspada terhadap ancaman bencana hidrometeorologi seperti banjir, longsor, hingga genangan air, terutama di wilayah rawan bencana. “Maka dari itu kita harus persiapkan masyarakat dan instansi terkait lebih baik lagi daripada kondisi kemarin. Mudah-mudahan tidak ada pemicu,” tegasnya.
Di sisi lain, Kepala Balai Besar Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BBMKG) Wilayah III Denpasar, Cahyo Nugroho juga mengingatkan kembali kejadian ekstrem pada 10 September lalu. Menurutnya, saat itu curah hujan tinggi turun hampir merata di Bali pada sore hingga malam hari, dengan intensitas ekstrem di wilayah hulu. Kondisi ini memicu limpahan air ke wilayah hilir, terutama di Bali bagian selatan.
“Yang jelas karakter curah hujan pada saat pancaroba itu adalah curah hujan lebat dalam waktu yang singkat. Sementara saat puncak musim hujan itu bisa jadi terjadi curah hujan dalam jangka waktu panjang. Tentunya ada bebrapa hal yang perlu di perbaiki dari hulu ke hilir supaya air itu tidak melebar kemana-mana,” jelasnya.
Cahyo Nugroho menyebut, curah hujan tertinggi tahun ini tercatat di kawasan Kapal, Mengwi, Badung, dengan angka hampir 300 milimeter. Itu, kata dia, menjadi catatan tertinggi sejak 1981. Untuk mengantisipasi curah hujan tinggi, Cahyo mengimbau masyarakat menjaga lingkungan, termasuk kebersihan saluran drainase.
“Imbauan kepada masyarakat untuk menghadapi curah hujan tinggi ini untuk menjaga lingkungan, serta saluran drainase. Kalau semuanya bisa berjalan dengan baik, air itu cuma numpang lewat. Berilah tempat air itu untuk lewat karena ujungnya ke laut,” kata Cahyo Nugroho. 7 ol3
Komentar