Seluruh Tembok Dipastikan Dibongkar GWK
Manajemen Komit Jaga Keharmonisan dengan Warga
Bendesa Ungasan Disel Astawa berharap penyelesaian polemik antara GWK dan warga dapat ditutup dengan penuh kedamaian sesuai nilai kerukunan dalam ajaran Hindu
MANGUPURA, NusaBali
Tembok yang sebelumnya menutup akses warga di kawasan Garuda Wisnu Kencana (GWK) Cultural Park, Desa Ungasan, Kecamatan Kuta Selatan, Badung telah dibongkar sejak, Rabu (1/10). Sempat diragukan karena di awal pembongkaran hanya dilakukan pada tembok yang menghalangi pintu keluar masuk rumah. Namun Bupati Badung, I Wayan Adi Arnawa mengatakan pembongkaran tembok GWK Cultural Park dipastikan berlanjut. Penegasan serupa juga disampaikan Marketing Communication & Event Division Head Garuda Wisnu Kencana (GWK) Cultural Park, Andre R Prawiradisastra.
Menurut Bupati Adi Arnawa, sesuai hasil pertemuan bersama Gubernur Bali Wayan Koster dan manajemen GWK, pembongkaran akan dilakukan sepenuhnya. Namun dari manajemen meminta waktu untuk menyelesaikan pembongkaran. “Yang membongkar itu kan GWK langsung. Hanya pada waktu kita perintahkan untuk membongkar, GWK minta waktu, karena kan dia harus mencari kontraktor dulu kan untuk melakukan pembongkaran” ujarnya, Jumat (3/10).
Bupati asal Desa Pecatu, Kecamatan Kuta Selatan, Badung ini mengakui bahwa pembongkaran memang belum dilakukan sepenuhnya sejak awal. Awalnya, hanya tembok yang menutup akses rumah warga yang dibongkar. Namun sekarang, pembongkaran secara menyeluruh sudah mulai berjalan. Menurutnya, tembok akan dipindah ke sisi lain agar jalan bisa digunakan masyarakat. “Sudah mulai pembongkaran (lanjutan), dan itu pun, itu tembok itu akan digeser di sebelah, sehingga akses jalan itu akan milik masyarakat,” ungkapnya.

Bupati Badung, I Wayan Adi Arnawa. -NUSA BALI
Lebih lanjut Bupati Adi Arnawa menegaskan, pihak GWK sudah berkomitmen akan membongkar tembok secara mandiri, sesuai dengan arahan dari Gubernur Bali dan Bupati Badung saat pertemuan pada 30 September 2025 lalu. “Secara prinsip pihak GWK sudah setuju dengan apa yang menjadi arahan kita, arahan Pak Gubernur dengan saya pada saat pertama itu. Kita tunggu dengan sabar dulu ya,” imbuh eks Sekda Badung ini.
Sementara itu Manajemen Taman Budaya Garuda Wisnu Kencana (GWK) juga menegaskan komitmennya untuk menyelesaikan polemik penutupan akses jalan warga Banjar Giri Dharma, Desa Ungasan, Kuta Selatan. Salah satunya dengan menggeser posisi tembok agar masyarakat tetap dapat menggunakan jalan sebagaimana mestinya.
Berdasarkan rilis pada, Jumat kemarin bahwa manajemen GWK menyebut jalan tersebut tetap dapat dimanfaatkan warga sepanjang digunakan sesuai fungsinya sebagai akses jalan. Proses penggeseran tembok kini tengah dilakukan, sekaligus sebagai wujud penyelesaian yang mengedepankan kearifan lokal, komunikasi efektif, dan kolaborasi dengan masyarakat. Proses penggeseran tembok kini tengah dilakukan, sekaligus sebagai wujud penyelesaian yang mengedepankan kearifan lokal, komunikasi efektif, dan kolaborasi dengan masyarakat.
Hal itu juga menegaskan komitmen pihaknya untuk menjaga keharmonisan dengan warga sekitar sekaligus memastikan keberlanjutan pengelolaan kawasan wisata budaya yang menjadi ikon Bali dan Indonesia. Namun, GWK juga menegaskan bahwa lahan yang menjadi polemik selama ini berstatus sebagai aset sah milik perusahaan. Kepastian itu diperoleh setelah dilakukan verifikasi bersama di Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Bali pada, Selasa (30/9) lalu. Hasil pengecekan menunjukkan sejumlah bidang tanah yang selama ini difungsikan sebagai badan jalan masih tercatat sebagai aset kepemilikan PT Garuda Adhimatra Indonesia.
Terpisah, Bendesa Adat Ungasan, I Wayan Disel menegaskan masyarakat memiliki dasar kuat dalam memperjuangkan akses jalan tersebut. Dia mengatakan masyarakat jelas, sesuai data yang ada, baik perjanjian di hadapan Notaris Sugita, berita acara 30 Oktober 2007, maupun keterangan BPN Badung pada 3 Februari 2025, bahwa di sana memang jalan untuk kepentingan masyarakat. “Karena itu, kami meminta kepada manajemen agar ikhlas membuka jalan sesuai sedia kala dan meminta suatu kepastian hukum. Apalagi sudah ada rekomendasi DPRD kepada Gubernur Bali dan Bupati Badung, dan Pak Gubernur sudah jelas memerintahkan agar jalan itu dibuka seperti semula,” ujarnya saat dikonfirmasi, Jumat kemarin. Disel berharap penyelesaian polemik antara GWK dan masyarakat dapat ditutup dengan penuh kedamaian sesuai nilai kerukunan yang dilambangkan dalam ajaran Hindu.
“Semoga simbol suci Betara Wisnu membawa kemakmuran di kawasan wisata GWK dan ke depan peristiwa seperti ini tidak terulang lagi,” katanya. Dia juga menyinggung persoalan serupa di kawasan jalan lingkar timur GWK. Menurutnya, ada warga Banjar Santi Karya, Desa Ungasan, yang sejak 1997 mengajukan akses jalan ke GWK tetapi hingga kini belum diberikan. “Karena jalan tertutup oleh tembok GWK, orang tersebut tidak bisa membangun rumah tinggal sampai sekarang,” pungkasnya.
Sementara terkait sejumlah aksi boikot kalangan agen dan driver pariwisata, Forum Perjuangan Driver Pariwisata Bali (FPDPB) menilai sikap tersebut adalah hak masing-masing individu. Koordinator FPDPB, I Made Darmayasa menegaskan pihaknya tidak dalam posisi mengatur atau mengomentari keputusan para driver untuk tetap membawa atau tidak membawa tamu ke GWK. Namun, dia menekankan pentingnya kembali pada falsafah dasar Bali, yakni Tri Hita Karana. “Bukan ranah kami mengomentari itu, karena itu hak masing-masing driver. Tapi secara filosofis, Bali menganut Tri Hita Karana, yaitu parhyangan (hubungan harmonis manusia dengan Tuhan), pawongan (hubungan harmonis manusia dengan sesama), dan palemahan (hubungan harmonis manusia dengan lingkungan),” ujar Darmayasa, Jumat pagi.
Menurutnya, jika konsep ini benar-benar diimplementasikan, tidak hanya oleh masyarakat Bali, tetapi juga oleh para pelaku bisnis maupun wisatawan yang datang ke Bali, maka kehidupan akan berjalan harmonis. “Terutama aspek pawongan, hubungan antar-manusia. Semua pihak seharusnya bisa menjaga keharmonisan ini. Jika ini dilakukan kita akan hidup harmonis di dunia,” katanya. Saat ditanya soal kunjungannya sendiri ke GWK, Darmayasa mengaku hampir tiga tahun tidak pernah membawa tamu ke destinasi tersebut. Bukan karena persoalan tembok, melainkan karena ulasan wisatawan yang dianggap kurang menarik. “Saya hampir tiga tahun tidak pernah bawa tamu ke GWK karena review tamu saya tidak terlalu menarik,” jelasnya.
Lebih jauh, Darmayasa menyampaikan harapannya agar dinamika yang terjadi di Bali tidak melunturkan esensi pariwisata Pulau Dewata yang mendunia. “Harapan saya ke depannya semua orang yang mencari pekerjaan atau berbisnis harus tetap menjalankan konsep Tri Hita Karana dan menghormati tradisi adat istiadat Bali karena dari itu lah akar terciptanya Pariwisata Bali yang terkenal di dunia,” imbuhnya.
Terpisah, Ketua ASITA Bali, I Putu Winastra menilai GWK adalah destinasi ikonik yang telah mendunia sehingga penting untuk dijaga bersama. Menurutnya, kegaduhan yang terjadi saat ini sebaiknya disikapi dengan kepala dingin agar tidak merugikan pariwisata Bali secara keseluruhan. “GWK ini sudah dikenal luas, baik domestik maupun mancanegara. Ini kawasan ikonik, pusat daya tarik, sekaligus sarana edukasi seni dan budaya. Jadi mari kita sama-sama menjaga agar tidak terjadi kegaduhan,” ujarnya.
Dia menambahkan, reaksi yang muncul dari para driver dan masyarakat adalah wujud kepedulian terhadap kondisi pariwisata. Karena itu, kata dia, penting bagi semua pihak untuk mendukung pemerintah sebagai regulator dalam menjembatani komunikasi. “Mari kita dukung pemerintah agar persoalan bisa selesai. Sebagai pelaku pariwisata, mari kita bersatu menjaga situasi tetap kondusif. Dengan begitu, Bali tetap terjaga sebagai destinasi berkualitas,” pungkasnya. 7 ol3, ind
Komentar