Pembongkaran Tembok GWK Berlanjut
Bendesa Ungasan Minta GWK Jangan Setengah Hati
Manajemen GWK menegaskan komitmennya memenuhi kesepakatan bersama Pemprov Bali dan Pemkab Badung dalam membuka akses jalan bagi masyarakat
MANGUPURA, NusaBali
Sehari setelah dilakukan pembongkaran perdana tembok pemagaran milik manajemen Garuda Wisnu Kencana (GWK) yang menutup akses warga Banjar Giri Dharma, Desa Ungasan, Kuta Selatan, Badung, aktivitas pembongkaran berlanjut. Dari pantauan di lapangan pada Kamis (2/10) sore pukul 15.30 Wita tembok beton di Jalan Magadha itu kini dibongkar dengan bantuan alat berat berupa ekskavator. Satu persatu beton panjang dibuka dan dipindahkan ke sisi timur jalan. Sekiranya hingga pukul 17.00 Wita sekitar 50 meter tembok telah berhasil dipindahkan.
Bendesa Adat Ungasan, I Wayan Disel Astawa menegaskan walaupun pembongkaran kembali berlanjut, pihaknya tetap menuntut pembongkaran tembok tidak hanya pada akses rumah warga, tetapi juga jalan lingkar Magadha hingga Pura Pengulapan. Menurutnya, tembok semestinya digeser ke arah timur dan utara agar akses lama yang sejak dulu dipakai masyarakat kembali terbuka. Demikian pula, tembok yang masih membentang di depan pintu masuk Jalan Magadha. “Tuntutan masyarakat agar lingkar Jalan Magadha tembus ke Pura Pengulapan dibuka temboknya digeser ke timur dan ke utara serta di jalan lingkar timur karena sudah dihibahkan oleh GWK ke Pemkab Badung. Buka juga termasuk Rurung Agung di Belingsaro menuju Ungasan kalau memang punya niat baik,” ungkap Disel saat dihubungi, Kamis (2/10) siang.
Sebab, lanjut Disel, rekomendasi pembongkaran atau penggeseran tembok pemagaran GWK yang menghalangi aktivitas warga sudah jelas diminta oleh Gubernur Bali serta Bupati Badung dan DPRD Bali. Disel menambahkan, pihaknya masih menunggu komitmen GWK dalam beberapa hari ke depan. Jika tidak ada langkah lanjutan, pihaknya akan mempertanyakan kembali hasil pertemuan antara manajemen GWK, Gubernur Bali, dan Bupati Badung. “Kita tunggu aja 1-3 hari ke depan kalau memang tidak dilaksanakan pembongkaran semua patut kita tanyakan pertemuan pak Gubernur, Bupati dengan manajemen apakah perintah bongkarnya tidak semua disuruh bongkar atau geser tembok-tembok tersebut oleh GWK. Yang barat (di depan jalan) belum dibuka karena itu jalan asli, jadi masih setengah hati GWK, sesuai arahan Gubernur dan Bupati bongkar tembok kembalikan jalan ke seperti semula. Apa ruginya GWK?,” jelasnya.
Wakil Ketua I DPRD Provinsi Bali ini juga menanggapi klaim GWK bahwa tanah yang dipagari adalah milik perusahaan. Menurutnya, data yang dimiliki desa dan Pemkab Badung menunjukkan bahwa sejumlah akses jalan, seperti jalan lingkar timur maupun jalan lingkar Magadha menuju rumah warga dan Pura Pangulapan termasuk jalan menuju SD Negeri 8 Ungasan, merupakan fasilitas umum yang sudah ada sejak tahun 1983.
“Kalau mau jelas mari kita sama-sama ukur ulang, kalau memang pihak GWK tidak ikhlas berikan jalan kepada masyarakat sesuai konstitusi dan UU pokok agraria dan PP 18 tentang hak tanah,” tegasnya. Disel menekankan bahwa jika manajemen GWK benar-benar memiliki niat baik, seharusnya tembok digeser dan diikhlaskan sebagai akses jalan masyarakat. Menurutnya, langkah tersebut sejalan dengan nilai-nilai Tri Hita Karana. Dia menilai, berdasarkan fakta, data, serta keterangan dari BPN Badung, jalan yang kini tertutup tembok merupakan jalan umum.
“Kalau dia niatin dengan baik geser tembok ikhlaskan untuk jalan masyarakat sesuai dengan Tri Hita Karana, Paras Paros Segalak Segilik Salunglung Subayantaka kedamaian kemakmuran sesuai lambang Garuda Wisnu sesuai simbol suci Agama Hindu. Kita ingin tembok dibuka di sepanjang jalan menurut fakta dan data serta keterangan BPN Badung itu jalan, sehingga polemik tentang jalan tidak berkepanjangan,” imbuhnya.
Sementara itu, mantan Kelian Dinas Banjar Giri Dharma periode 2006–2012, I Wayan Arkanuara bercerita dari sisi perkembangan di tahun 2007, pernah ada penyerahan jalan dari pihak GWK kepada warga Giri Dharma untuk diaspal sesuai surat berita acara tertanggal 30 Oktober 2007. “Lebar aspal 5 meter kanan kiri 50 cm berem jalan dengan panjang sekitar 6.800 meter pada tanggal 30 Oktober 2007, (data masih ada) pada waktu itu,” ungkapnya.
Menurut Arkanuara, memang benar lahan tersebut awalnya milik warga, kemudian diserahkan ke GWK sekitar tahun 2000-an. Namun, akses jalan semestinya tetap dijaga untuk kepentingan umum. Dia juga mengatakan pada Rabu (1/10) ada isu rencana penutupan permanen di depan Jalan Magadha.
“Kalau boleh, saya mohon Pak Gubernur dan Bupati jangan menyetujui penutupan permanen itu. Akses tersebut sangat penting sebagai jalur alternatif anak-anak sekolah. Risikonya jauh lebih ringan dibanding harus lewat jalur di depan hotel Four Point,” terangnya. Dia bahkan mengingat deretan insiden kecelakaan lalu lintas di simpang Jalan Pangulapan–Jalan Uluwatu sejak 2006 hingga kini. Sedikitnya ada lima orang meninggal di tempat. Tahun 2014 ada ibu dan anak, lalu tahun 2023 ada kasus menabrak truk mogok.
Bahkan seminggu lalu disebut ada rumah ditabrak truk yang mundur, namun beruntung tidak ada korban jiwa. Dengan kondisi tersebut, Arkanuara berharap pembongkaran tembok GWK tidak hanya membuka akses sempit di depan rumah warga, melainkan digeser agar masyarakat benar-benar leluasa keluar masuk.
“Saya bersyukur setahun ini meski warga sempat terisolasi, astungkara tidak ada warga yang cuntaka (kematian) maupun ada musibah kebakaran,” ungkapnya.
Ketua Pimpinan Daerah Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma Indonesia (PD KMHDI) Bali, I Putu Dika Adi Suantara, menilai langkah pemerintah memang patut diapresiasi, namun menegaskan akar masalah dari kasus ini harus diusut tuntas. Menurutnya, proses pembongkaran tidak boleh berhenti pada aksi seremonial. “Komunikasi dengan pihak desa adat harus segera dilakukan, krama desa adat harus dilibatkan dalam pembongkaran ini agar tepat sasaran sesuai aspirasi masyarakat,” ujar Dika, Kamis kemarin.
Ia menambahkan, tidak serta-merta kasus ini dianggap selesai hanya karena pagar sudah dibongkar. Pemerintah perlu menyelidiki pihak-pihak yang melakukan pelanggaran sehingga masyarakat bisa mendapatkan keadilan. Kejadian ini, kata Dika, menjadi pengingat bahwa investasi harus selalu diawasi agar tidak keluar dri koridor aturan dan merugikan masyarakat.
Sementara sejumlah pelaku usaha perjalanan wisata dan driver pariwisata di Bali memilih menghapus GWK dari paket tur mereka sebagai bentuk solidaritas terhadap warga yang sempat terisolasi. “Betul sekali kak, saya berkomitmen untuk menghapus trip di travel kami yang merekomendasikan GWK. Ini sebagai dukungan kami kepada warga Ungasan yang terisolir, sekaligus wujud solidaritas kepada warga Bali,” ujar Adi, Owner Adi Bali Tour Travel, saat dikonfirmasi, Kamis kemarin.
Meskipun manajemen GWK sudah mulai membongkar tembok penghalang akses, Adi menilai langkah tersebut masih setengah hati karena baru sebatas membuka pintu keluar-masuk rumah warga. “Kalau hanya sebagian, kami tetap boikot. Pokoknya sampai clear semua,” tambahnya. Sikap serupa juga muncul di kalangan driver pariwisata. Surya, salah seorang driver, menyebutkan memang pihaknya masih mencantumkan GWK di daftar rute. Namun, saat diskusi di mobil bersama tamu, dia sering mengarahkan wisatawan ke destinasi lain. “Saya pribadi bawa tamu ke sana paling sebulan sekali. Kalau bisa, apa pun yang terbaik untuk Bali saja, jangan sampai pariwisata terganggu,” tandasnya.
Terpisah, dari keterangan resmi pihak Manajemen GWK yang diterima, Kamis sore kemarin, Taman Budaya Garuda Wisnu Kencana (GWK) menegaskan komitmennya untuk memenuhi kesepakatan bersama Pemerintah Provinsi Bali dan Pemerintah Kabupaten Badung dalam membuka akses jalan bagi masyarakat. Sejak, Rabu (1/10) pihaknya telah memulai proses penggeseran tembok pembatas di sisi selatan kawasan, sebagai bentuk nyata dukungan terhadap kearifan lokal dan kebutuhan warga sekitar.
Manajemen GWK menjelaskan bahwa pekerjaan penggeseran ini dilakukan secara bertahap, mengingat adanya faktor teknis dan keselamatan yang harus diprioritaskan. Proses ini membutuhkan waktu agar dapat diselesaikan dengan baik, sehingga tidak hanya membuka akses tetapi juga menjaga keamanan dan kelestarian kawasan GWK sebagai destinasi budaya dan pariwisata internasional. Manajemen GWK juga berkomitmen untuk menyelesaikan penggeseran tembok ini dan berharap proses yang berlangsung tidak mengurangi kenyamanan dan tidak mengganggu aktivitas warga sekitar. 7 ol3, tr
Komentar