nusabali

MUTIARA WEDA: Melihat Ulang THK

  • www.nusabali.com-mutiara-weda-melihat-ulang-thk

DALAM tradisi Hindu, Īśvara, Jīva, dan Jagat menjadi kerangka untuk memahami kosmos dan eksistensi manusia. Īśvara adalah kesadaran tertinggi, sumber segala ciptaan, hadir melampaui pikiran sekaligus dekat dengan pengalaman sehari-hari.

Jīva adalah jiwa individu yang menjalani suka dan duka, terikat karma, namun abadi dan bersinar dengan hakikatnya sendiri. Jagat adalah dunia fenomenal yang terus berubah, tempat Jīva belajar dan menemukan makna. 

Dengan memahami hubungan ketiganya, teks-teks suci seperti Upanishad, Brahma Sutra, dan Bhagavad Gita membimbing manusia menyadari keterhubungan diri, dunia, dan Yang Ilahi, menuntun perjalanan jiwa menuju kebebasan, harmoni, dan pembebasan spiritual.

Di Bali, hubungan antara Īśvara, Jīva, dan Jagat diwujudkan dalam konsep Tri Hita Karana (THK), jalan menuju harmoni hidup melalui tiga relasi utama. Parahyangan adalah harmoni dengan Tuhan, tercapai saat manusia menyadari dirinya tidak berbeda dari Yang Ilahi, melalui pengetahuan batin (Jnana Yoga) atau pengabdian penuh (Bhakti Yoga). 

Pawongan adalah harmoni dengan sesama, muncul ketika manusia menyadari bahwa dirinya terhubung dengan yang lain, memahami prinsip tat tvam asi, sehingga sikap saling menghargai dan bekerja sama menjadi alami. 

Palemahan adalah harmoni dengan alam, tercapai saat manusia tidak terikat duniawi, menyadari tubuh dan alam berasal dari panca maha bhuta, menjaga keseimbangan, dan hidup sederhana.

Tri Hita Karana, meski menjadi prinsip utama untuk mencapai harmoni, pada dasarnya masih bersifat ideal sebagai premis tertinggi tentang keseimbangan hidup. Agar prinsip ini bisa diaktualisasikan dalam kehidupan nyata, Parahyangan, Pawongan, dan Palemahan diterjemahkan ke dalam bentuk zona fisik yang nyata. Parahyangan adalah zona kawasan suci, tempat manusia menjaga hubungan dengan Tuhan melalui kesucian alam. Kawasan suci ini tidak terbatas pada pura saja, tetapi meliputi danau, hutan, sungai, laut, dan seluruh tanah sebagaimana diatur dalam tradisi Sad Kertih. 

Pawongan adalah zona pemukiman, ruang hidup manusia tempat interaksi sosial, gotong royong, dan kehidupan komunitas berlangsung secara harmonis. Sedangkan Palemahan adalah zona alam terbuka, yang bisa dimanfaatkan untuk pertanian, perkebunan, peternakan, atau hutan domestik, menjaga keseimbangan ekologis sekaligus menyediakan kebutuhan hidup. 

Bagaimana membangun kota berdasarkan THK? Parahyangan adalah jantung spiritual kota, zona kawasan suci yang merangkul kesucian alam dan hubungan manusia dengan Tuhan. Di sinilah danau, sungai, hutan, atau lahan suci dijaga dengan cermat, menjadi tempat refleksi dan doa. Fasilitas yang mungkin hadir di Parahyangan termasuk taman spiritual, jalur pejalan kaki untuk meditasi, plaza untuk prosesi ritual, serta paviliun untuk kegiatan budaya dan keagamaan. Semua fasilitas ini dirancang agar tidak mengganggu kesucian alam, justru memperkuat harmoni antara manusia, alam, dan Yang Ilahi. 

Pawongan adalah zona kehidupan sosial dan pemukiman, tempat manusia belajar hidup berdampingan dengan sesama. Di sini, perumahan, sekolah, fasilitas kesehatan, balai komunitas, pasar lokal, dan pusat perkantoran menyatu dalam tata ruang yang memudahkan interaksi sosial. Taman bermain, jalur pedestrian, dan plaza kota menambah ruang bagi warga untuk berkumpul dan berinteraksi. Zona Pawongan bukan hanya pusat aktivitas manusia, tetapi juga penghubung antara Parahyangan dan Palemahan, sehingga kehidupan sehari-hari berlangsung harmonis, sehat, dan penuh rasa kebersamaan.

Palemahan adalah zona alam dan lingkungan, tempat manusia menjaga harmoni dengan bumi dan seluruh makhluk hidup. Di sini, lahan pertanian, perkebunan, peternakan, hutan kota, taman rekreasi alam, serta fasilitas pariwisata alam seperti hotel kecil atau restoran ramah lingkungan bisa ditempatkan secara berkelanjutan. Palemahan menjaga ekologi kota, menyediakan udara bersih, area resapan air, dan ruang hijau yang menenangkan. Dengan Palemahan, kota tidak hanya produktif dan ramah lingkungan, tetapi juga mengajarkan kesadaran bahwa manusia adalah bagian dari alam, sehingga setiap aktivitas hidup terhubung dengan keseimbangan ekologis dan harmoni spiritual.

Apakah kota-kota di Bali telah dirancang harmonis? Bagaimana penataan zona ekonomi, perumahan, plaza, sampah, pedestrian, dan utilitas? Bagaimana mengatasi kemacetan dan menjaga keseimbangan antara spiritual, sosial, dan ekologis? Apakah ada grand design yang menyatukan semua aspek tersebut secara harmonis? 7

Komentar