Desa Adat Sumerta Perlahan Benahi Sistem Parkir Insidentil Pesta Kesenian Bali
Desa Adat Sumerta
Parkir Insidentil
Parkir PKB
Pesta Kesenian Bali
Parkir
Perumda BPS
PD Parkir Denpasar
PKB XLVII
PKB 2025
DENPASAR, NusaBali.com - Desa Adat Sumerta, Denpasar yang mewilayahi lokasi Taman Budaya Provinsi Bali sebagai tempat penyelenggaraan Pesta Kesenian Bali (PKB) perlahan membenahi sistem parkir insidentil selama periode festival seni Pulau Dewata ini.
Sistem parkir PKB di masa lalu kerap disorot karena berbagai persoalan. Permasalahan tersebut mulai dari standar keamanan, penyelenggaraan, hingga permainan tarif parkir yang dikenakan kepada pemilik kendaraan.
Bendesa Adat Sumerta I Made Ariawan Payuse menuturkan, desa adat mulai mengintervensi pelaksanaan parkir insidentil PKB sejak tahun 2024 lalu. Penyelenggaraan parkir yang dilakukan dengan kerja sama Perumda Bhukti Praja Sewakadarma (PD Parkir Denpasar) dengan banjar adat kini dialihkan ke desa adat.
“Jadi, kami di desa adat yang kerja sama dengan PD Parkir, yang tadinya dengan banjar sendiri-sendiri kini diambil alih oleh Desa Adat Sumerta,” tegas Payuse ketika ditemui di Bale Desa Adat Sumerta, Jalan Nusa Indah Nomor 62, Denpasar, Jumat (20/6/2025).
Kata Bendesa yang dilantik, Juli 2023 silam ini, ada enam banjar yang selama ini menyelenggarakan parkir PKB. Banjar-banjar tersebut adalah Banjar Lebah, Kedaton, Kepisah, Bengkel, Abian Kapas Kelod, dan Abian Kapas Tengah yang memanfaatkan area pelaba pura, badan jalan, maupun rumah-rumah krama.
Payuse menjelaskan, ia menyadari bahwa dalam penyelenggaraan parkir tersebut cukup banyak ditemui kramanya yang nakal. Entah itu memainkan tarif, tidak menyerahkan karcis, kendaraan yang parkir tidak diawasi sehingga terjadi kehilangan, sampai tidak mengacuhkan komitmen penyetoran hasil penarikan parkir.
“Untuk itu, kami berusaha mengedukasi dan menyadarkan karena kami menyadari cukup banyak warga kami yang nakal, tidak taat. Akhirnya itu menyeret nama baik Desa Adat Sumerta,” ungkap Payuse.
Pasca pengambilalihan oleh desa adat, keenam banjar tersebut masih tetap menyelenggarakan parkir, namun pengawasan dan standar pelaksanaannya ada di bawah Desa Adat Sumerta. Hal ini dilakukan untuk menata dan membenahi persoalan sistem parkir PKB selama ini.
Desa Adat Sumerta lantas menerapkan beberapa standar penyelenggaraan parkir. Petugas parkir wajib mengenakan name tag yang telah disiapkan PD Parkir Denpasar, wajib menyerahkan karcis kepada pemilik kendaraan, mengikuti standar tarif, dan memastikan keamanan kendaraan yang diparkir.
Untuk tarif parkir insidentil ini, Desa Adat Sumerta bersama PD Parkir Denpasar menetapkan tarif sepeda motor sebesar Rp 5.000, mobil sebesar Rp 10.000, dan bus sebesar Rp 30.000. Seluruh penyelenggara parkir PKB di Desa Adat Sumerta wajib menerapkan ketentuan tarif ini.
“Tidak boleh ada krama kami yang menyelenggarakan parkir, walaupun di rumah-rumah, tidak memakai karcis. Dan, kalau sampai ada yang memainkan tarif, akan kami cari karena itu sama dengan merusak nama desa,” tegas Jero Bendesa Payuse.
Dengan ketentuan ini, sistem parkir PKB di wilayah Desa Adat Sumerta akan lebih profesional dan sesuai dengan Perwali Denpasar Nomor 64 Tahun 2023 tentang Penyelenggaraan Perparkiran. Selain itu, kehilangan yang nantinya terjadi dalam pengawasan petugas parkir menjadi tanggung jawab penyelenggara parkir.
Sementara itu, hasil penarikan parkir yang dilakukan di banjar-banjar adat nantinya disetorkan ke desa adat dalam persentase tertentu. Kemudian, Desa Adat Sumerta menyetor hasil penarikan parkir tersebut ke PD Parkir Denpasar sesuai kesepakatan target penyetoran.
Selain untuk pembenahan, semangat Desa Adat Sumerta mengintervensi penyelenggaraan parkir PKB adalah keadilan. Dari 14 banjar di wilayah Desa Adat Sumerta, enam banjar merupakan penyelenggara parkir, sedangkan delapan banjar lainnya belum pernah merasakan madu PKB yang berlangsung di desa adat mereka sendiri sejak mulai digelar tahun 1979.
“Selama 45 tahun, baru di PKB XLVI tahun 2024 lalu, pertama kalinya mendistribusikan hasil itu, walaupun kecil jumlahnya, ke banjar-banjar di wilayah kami yang tidak melaksanakan parkir,” ungkap Payuse.
Tahun 2024 lalu, target penyetoran Desa Adat Sumerta ke PD Parkir Denpasar sebesar Rp 25 juta. Hasil penarikan tarif parkir dari enam banjar adat yang disetorkan ke desa adat berhasil terkumpul sebesar Rp 38,28 juta. Sekitar 36 persen atau Rp 14,5 juta di antaranya didistribusikan ke delapan banjar non penyelenggara parkir.
Tahun ini, Desa Adat Sumerta ditarget menyetorkan penarikan parkir ke PD Parkir Denpasar sebesar Rp 27 juta. Setidaknya 65 persen penarikan parkir yang disetorkan dari banjar ke desa adat mesti mencapai Rp 27 juta jika bagi hasil sejumlah tahun lalu ingin tetap dilakukan.
“Tetapi, kami sudah berbicara ke PD Parkir kalau seandainya setelah distribusi hasil itu tidak sampai Rp 27 juta agar dimaklumi. Ini demi rasa sebagai satu bagian wilayah Sumerta itu dirasakan bersama,” tandas Payuse. *rat
Bendesa Adat Sumerta I Made Ariawan Payuse menuturkan, desa adat mulai mengintervensi pelaksanaan parkir insidentil PKB sejak tahun 2024 lalu. Penyelenggaraan parkir yang dilakukan dengan kerja sama Perumda Bhukti Praja Sewakadarma (PD Parkir Denpasar) dengan banjar adat kini dialihkan ke desa adat.
“Jadi, kami di desa adat yang kerja sama dengan PD Parkir, yang tadinya dengan banjar sendiri-sendiri kini diambil alih oleh Desa Adat Sumerta,” tegas Payuse ketika ditemui di Bale Desa Adat Sumerta, Jalan Nusa Indah Nomor 62, Denpasar, Jumat (20/6/2025).
Kata Bendesa yang dilantik, Juli 2023 silam ini, ada enam banjar yang selama ini menyelenggarakan parkir PKB. Banjar-banjar tersebut adalah Banjar Lebah, Kedaton, Kepisah, Bengkel, Abian Kapas Kelod, dan Abian Kapas Tengah yang memanfaatkan area pelaba pura, badan jalan, maupun rumah-rumah krama.
Payuse menjelaskan, ia menyadari bahwa dalam penyelenggaraan parkir tersebut cukup banyak ditemui kramanya yang nakal. Entah itu memainkan tarif, tidak menyerahkan karcis, kendaraan yang parkir tidak diawasi sehingga terjadi kehilangan, sampai tidak mengacuhkan komitmen penyetoran hasil penarikan parkir.
“Untuk itu, kami berusaha mengedukasi dan menyadarkan karena kami menyadari cukup banyak warga kami yang nakal, tidak taat. Akhirnya itu menyeret nama baik Desa Adat Sumerta,” ungkap Payuse.
Pasca pengambilalihan oleh desa adat, keenam banjar tersebut masih tetap menyelenggarakan parkir, namun pengawasan dan standar pelaksanaannya ada di bawah Desa Adat Sumerta. Hal ini dilakukan untuk menata dan membenahi persoalan sistem parkir PKB selama ini.
Desa Adat Sumerta lantas menerapkan beberapa standar penyelenggaraan parkir. Petugas parkir wajib mengenakan name tag yang telah disiapkan PD Parkir Denpasar, wajib menyerahkan karcis kepada pemilik kendaraan, mengikuti standar tarif, dan memastikan keamanan kendaraan yang diparkir.
Untuk tarif parkir insidentil ini, Desa Adat Sumerta bersama PD Parkir Denpasar menetapkan tarif sepeda motor sebesar Rp 5.000, mobil sebesar Rp 10.000, dan bus sebesar Rp 30.000. Seluruh penyelenggara parkir PKB di Desa Adat Sumerta wajib menerapkan ketentuan tarif ini.
“Tidak boleh ada krama kami yang menyelenggarakan parkir, walaupun di rumah-rumah, tidak memakai karcis. Dan, kalau sampai ada yang memainkan tarif, akan kami cari karena itu sama dengan merusak nama desa,” tegas Jero Bendesa Payuse.
Dengan ketentuan ini, sistem parkir PKB di wilayah Desa Adat Sumerta akan lebih profesional dan sesuai dengan Perwali Denpasar Nomor 64 Tahun 2023 tentang Penyelenggaraan Perparkiran. Selain itu, kehilangan yang nantinya terjadi dalam pengawasan petugas parkir menjadi tanggung jawab penyelenggara parkir.
Sementara itu, hasil penarikan parkir yang dilakukan di banjar-banjar adat nantinya disetorkan ke desa adat dalam persentase tertentu. Kemudian, Desa Adat Sumerta menyetor hasil penarikan parkir tersebut ke PD Parkir Denpasar sesuai kesepakatan target penyetoran.
Selain untuk pembenahan, semangat Desa Adat Sumerta mengintervensi penyelenggaraan parkir PKB adalah keadilan. Dari 14 banjar di wilayah Desa Adat Sumerta, enam banjar merupakan penyelenggara parkir, sedangkan delapan banjar lainnya belum pernah merasakan madu PKB yang berlangsung di desa adat mereka sendiri sejak mulai digelar tahun 1979.
“Selama 45 tahun, baru di PKB XLVI tahun 2024 lalu, pertama kalinya mendistribusikan hasil itu, walaupun kecil jumlahnya, ke banjar-banjar di wilayah kami yang tidak melaksanakan parkir,” ungkap Payuse.
Tahun 2024 lalu, target penyetoran Desa Adat Sumerta ke PD Parkir Denpasar sebesar Rp 25 juta. Hasil penarikan tarif parkir dari enam banjar adat yang disetorkan ke desa adat berhasil terkumpul sebesar Rp 38,28 juta. Sekitar 36 persen atau Rp 14,5 juta di antaranya didistribusikan ke delapan banjar non penyelenggara parkir.
Tahun ini, Desa Adat Sumerta ditarget menyetorkan penarikan parkir ke PD Parkir Denpasar sebesar Rp 27 juta. Setidaknya 65 persen penarikan parkir yang disetorkan dari banjar ke desa adat mesti mencapai Rp 27 juta jika bagi hasil sejumlah tahun lalu ingin tetap dilakukan.
“Tetapi, kami sudah berbicara ke PD Parkir kalau seandainya setelah distribusi hasil itu tidak sampai Rp 27 juta agar dimaklumi. Ini demi rasa sebagai satu bagian wilayah Sumerta itu dirasakan bersama,” tandas Payuse. *rat
Komentar