Lestarikan Tradisi, Ringankan Beban: Dangin Puri Kangin Gelar Metatah Massal dan Lomba Ngelawar
DENPASAR, NusaBali.com – Pemerintah Desa Dangin Puri Kangin, Kecamatan Denpasar Utara, sukses menggelar serangkaian kegiatan adat dan budaya yang dikemas dalam karya pujawali di Pura Swagina Taman Sari. Meskipun telah berlangsung sebulan lalu, semangat gotong royong dan pelestarian tradisi yang mewarnai kegiatan tersebut masih terasa hangat di tengah masyarakat.
Puncak kegiatan pujawali yang jatuh pada Purnama Jyestha, 12 Mei 2025, tidak hanya menjadi momentum persembahyangan, namun juga sarana memperkuat partisipasi warga lewat lomba gebogan bunga dan penjor yang diikuti ibu-ibu PKK. Pura Swagina sendiri terletak di dekat GOR Ngurah Rai, menjadi sentra spiritual sekaligus sosial bagi warga sekitar.
Perbekel Desa Dangin Puri Kangin, I Wayan Sulatra, menyampaikan bahwa pihak desa sengaja menyelenggarakan berbagai program adat sebagai bentuk kontribusi nyata kepada warga. Salah satu yang paling berkesan adalah program metatah massal (potong gigi), yang dilaksanakan pada 17 Mei 2025 dan diikuti oleh 47 peserta dari berbagai banjar.
“Program ini menjadi bagian dari pelaksanaan Manusa Yadnya, untuk melepaskan unsur negatif dalam diri manusia secara niskala, sekaligus membantu warga secara skala agar beban biaya bisa ditekan,” ungkap Sulatra.
Metatah Massal Pertama, Disambut Antusias Warga
Metatah massal yang digelar perdana ini dimulai sejak pukul 06.00 pagi dengan prosesi ngekeb, lalu dilanjutkan dengan potong gigi. Sebagai bentuk pemberdayaan lokal, sangging atau pelaksana metatah berasal dari warga desa sendiri, sementara prosesi upacara dipuput oleh Ida Pandita dari Griya Tegal Jingga, Banjar Pande, Sumerta, Denpasar Timur.
“Kegiatan ini tidak dipungut biaya. Semua demi pelayanan terbaik kepada warga. Astungkara, ke depannya bisa kami jadikan program rutin tahunan,” tambahnya.

Lomba Ngelawar, Semangat Pelestarian Rasa dan Rasa Syukur
Masih di hari yang sama, pemerintah desa juga menggelar lomba ngelawar yang diikuti tujuh banjar, yakni Banjar Kereneng Kaja, Kertha Bhuana, Merta Rauh Kaja, Merta Rauh, Merta Nadi, dan Kertha Bhuana Kaja. Lomba ini tak hanya menjadi ajang unjuk keterampilan kuliner khas Bali, tapi juga simbol rasa syukur dan kekompakan antarwarga.
“Kami ingin menunjukkan bahwa di tengah tantangan seperti kenaikan harga bahan pokok sekalipun, semangat yadnya tidak surut. Kami percaya dengan ketulusan niat, jalan keluar pasti terbuka,” ujar Sulatra.
Pada akhirnya, Banjar Merta Rauh menjadi juara Lomba Ngelawar, disusul Banjar Merta Nadi dan Banjar Kreneng Kaja yang menempati juara II dan III.
Menek Kelih, Pelengkap Prosesi Manusa Yadnya
Menjelang metatah massal, pada 16 Mei 2025, desa juga menggelar prosesi menek kelih bagi krama desa yang memasuki usia remaja. Ini menjadi bagian tak terpisahkan dari rangkaian Manusa Yadnya, menandai peralihan usia dan kesiapan memasuki tahap kehidupan selanjutnya.
Dengan pendekatan komprehensif, mulai dari pembinaan spiritual hingga pendampingan sosial, seluruh kegiatan ini tidak hanya menjaga kearifan lokal tetap hidup, tetapi juga mempererat solidaritas antarbanjar di tengah arus modernitas.
Kegiatan-kegiatan ini, menurut Sulatra, menjadi evaluasi awal yang positif bagi desa. Ia berharap di tahun-tahun mendatang, program seperti metatah massal bisa dilaksanakan secara lebih luas dan terstruktur.
“Semoga masyarakat tetap guyub, bergotong royong menjaga budaya, dan desa kami bisa terus memberi manfaat yang nyata,” pungkasnya. *m03
Komentar