nusabali

Festival Seni Budaya Sumerta: Angkat Nilai Tradisi Lewat Lomba Ngelawar hingga Baleganjur

  • www.nusabali.com-festival-seni-budaya-sumerta-angkat-nilai-tradisi-lewat-lomba-ngelawar-hingga-baleganjur
  • www.nusabali.com-festival-seni-budaya-sumerta-angkat-nilai-tradisi-lewat-lomba-ngelawar-hingga-baleganjur

DENPASAR, NusaBali.com – Kelurahan Sumerta, Denpasar Timur, menggelar Festival Seni Budaya Sumerta 2025 untuk pertama kalinya pada 30–31 Mei 2025 di Taman Budaya Art Center Denpasar. Mengusung tema TAKSU: Tattwaning Adhiyatmika Kasukertan, festival ini mengandung makna “hakikat kejayaan dan kewibawaan menuju kesejahteraan.”

Acara ini dibuka secara resmi oleh Wali Kota Denpasar I Gusti Ngurah Jaya Negara, dan turut dihadiri Wakil Wali Kota, anggota DPD RI Ida Bagus Rai Dharmawijaya Mantra, Camat Denpasar Timur, anggota DPRD Kota dan Provinsi, Bendesa Adat Sumerta, serta Forum Perbekel/Lurah se-Kota Denpasar.

Ketua panitia pelaksana, I Made Satria Dwi Arta (De Ama) mengatakan bahwa festival ini tidak termasuk dalam rangkaian Bulan Bakti Gotong Royong atau kegiatan seremonial LPM lainnya.

“Kegiatan ini murni berasal dari anggaran APBDes Kota Denpasar. Kami ingin memberi ruang kreatif bagi desa/kelurahan untuk menggali dan menampilkan potensi seni-budaya di wilayahnya,” ujar  alumnus Universitas Hindu Negeri I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar yang saat ini bertugas di Dinas Pemajuan Masyarakat Adat Provinsi Bali.


Hari pertama dimulai dengan lomba ngelawar dan gebogan buah pada pukul 16.00 WITA, dilanjutkan malam harinya dengan pembukaan festival, tarian Sekar Jempiring, lomba busana adat ke pura untuk lansia, serta garapan inagurasi bertajuk Jelajah Pesona Sumerta.

Hari kedua (31 Mei 2025), digelar lomba mewarnai untuk anak TK, demonstrasi budaya oleh siswa SD dan SMP, senam lansia, serta penampilan genjek dari siswa SMP PGRI 2 Denpasar. Malam harinya, ditutup dengan lomba Baleganjur Ngarap se-Bali yang diikuti 10 sekaa (7 dari Denpasar dan 3 dari luar Denpasar), hiburan bondres Dadong Reod, serta penyerahan hadiah.

Dalam festival ini, lomba-lomba tradisional seperti ngelawar, gebogan, dan busana adat ke pura tak hanya menjadi hiburan, tetapi sarat edukasi. De Ama menegaskan bahwa lomba ngelawar, misalnya, dirancang untuk menanamkan pemahaman makna lawar secara spiritual dan budaya, bukan sekadar memasak dan mencicipi.

“Kami ingin peserta memahami simbolik lawar merah, lawar putih, jumlah sate dalam upacara, dan perbedaan lawar persembahan dan lawar konsumsi,” jelasnya.

Hal serupa juga diterapkan pada lomba gebogan. Warga diajak kembali memahami tata cara nyuun (mengusung) gebogan serta nilai-nilai persembahan dalam konteks upacara keagamaan di Bali.

Kegiatan ini diikuti oleh tujuh banjar di wilayah Kelurahan Sumerta, yakni Banjar Abian Kapas Kaja, Abian Tengah, Abian Kapas Kelod, Ketapian Kaja, Ketapian Kelod, Tanjung Bungkak I Anyelir, dan Buaji Sari. Total peserta internal lomba melibatkan lebih dari 100 orang, belum termasuk peserta lomba Baleganjur dari berbagai kabupaten.

Menurut De Ama, tujuan festival ini adalah menyadarkan generasi muda agar “eling” (ingat) dan “uning” (paham) tentang akar budaya Bali. “Semangat Sumerta Uning lan Eling harus kita wujudkan agar budaya Bali tidak tergilas arus globalisasi. Lawar, gebogan, hingga busana adat adalah identitas kita yang mesti dirawat,” tegasnya.

Ia berharap Festival Seni Budaya Sumerta bisa menjadi agenda tahunan yang tak hanya meriah, tetapi juga menggugah kesadaran kolektif tentang pentingnya menjaga taksu budaya Bali. *m03

Komentar