700 Peserta dari 15 Negara Berkumpul di Nusa Dua
Gelaran The 2025 Asia Grassroots Forum
MANGUPURA, NusaBali - Lebih dari 700 peserta dari 15 negara berkumpul di Nusa Dua, Kecamatan Kuta Selatan, Badung dalam gelaran The 2025 Asia Grassroots Forum yang berlangsung pada 21-23 Mei 2025.
Forum internasional tahunan ini menjadi ajang strategis yang mempertemukan investor global, regulator, sektor swasta, akademisi, dan komunitas wirausaha ultra-mikro untuk membahas peluang dan tantangan dalam pengembangan ekonomi akar rumput di Asia, khususnya Asia Tenggara.
Forum ini menyoroti potensi besar sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dalam mendorong pertumbuhan inklusif di tengah dinamika ekonomi global yang penuh tantangan. Terlebih juga menjadi ajang bagi berbagai pihak untuk merancang solusi pembiayaan yang inovatif dan inklusif bagi sektor akar rumput.
Sektor akar rumput, terutama di kawasan pedesaan, kerap menghadapi berbagai tantangan struktural seperti keterbatasan akses terhadap pembiayaan, pasar, rantai pasok, hingga rendahnya literasi keuangan. Padahal, menurut Committee Leadership The 2025 Asia Grassroots Forum, Sandiaga Salahuddin Uno, komunitas wirausaha lokal memegang peran vital sebagai akselerator pertumbuhan ekonomi nasional.
“Memberdayakan komunitas untuk berwirausaha sangat penting. Entrepreneurial society mampu menciptakan lapangan kerja, meningkatkan resiliensi terhadap krisis, dan memperkuat fondasi ekonomi nasional,” ujar Sandiaga Uno ditemui di Grand Hyatt Nusa Dua, Kuta Selatan, Badung pada Kamis (22/5) pagi.
Untuk diketahui, forum ini diselenggarakan untuk kedua kalinya oleh Amartha. CEO Amartha, Andi Taufan Garuda Putra, menegaskan bahwa forum ini membuka perspektif baru bagi investor global mengenai potensi segmen akar rumput. Dia juga mengungkapkan, beberapa lembaga turut mendukung forum ini seperti Accion, Women’s World Banking, dan Maj Invest, yang telah menjadi mitra penting dalam penguatan sistem keuangan akar rumput di berbagai negara.
“Segmen ini terbukti tangguh dengan dukungan teknologi keuangan yang inklusif. Kami telah menggandeng puluhan institusi global untuk menyalurkan modal ke UMKM serta membangun infrastruktur keuangan digital yang kredibel dan transparan,” ujar Taufan.
Forum ini juga membahas empat pilar utama, yakni regulasi, strategi pembiayaan inklusif, peran teknologi dan AI, serta peluang investasi di ekonomi akar rumput. Para peserta forum juga diajak mengunjungi desa-desa mitra Amartha untuk merasakan langsung dampak pemberdayaan terhadap pelaku UMKM.
“Dampak dari forum ini tidak berhenti di ruang diskusi. Kami berharap hasil dari forum akan mengarah pada peningkatan investasi, kolaborasi lintas sektor, inovasi teknologi, serta kebijakan yang mendukung pertumbuhan ekonomi akar rumput yang berkelanjutan,” tambahnya.
Sementara, Komisaris Utama Amartha, Rudiantara menekankan bahwa sektor mikro justru lebih stabil di tengah gejolak ekonomi makro. Namun, untuk menarik investor global, dibutuhkan tata kelola yang mengacu pada prinsip Good Corporate Governance (GCG) dan mekanisme intermediasi yang bertanggung jawab. “Kelompok akar rumput umumnya tidak memiliki riwayat kredit. Karena itu, transparansi, akuntabilitas, dan dampak sosial menjadi kunci utama untuk membangun kepercayaan,” kata Rudiantara.
Di sisi lain, CEO Indonesia Standard Chartered, Donny Donosepoetro OBE, menyoroti pentingnya kolaborasi antara bank global dan perusahaan fintech lokal seperti Amartha dan MBK Ventura untuk menembus segmen mikro yang selama ini belum tersentuh layanan keuangan formal. “Salah satu tantangan terbesar adalah keterbatasan infrastruktur. Melalui kemitraan dengan fintech lokal, kami bisa menghadirkan pembiayaan yang lebih inovatif dan berdampak langsung,” kata Donny. 7 ol3
Komentar