Ogoh-Ogoh Siwa Sraba ST Wiwaradhika: Simbol Pengendalian Diri dan Keseimbangan
DENPASAR, NusaBali.com – ST Wiwaradhika, Banjar Belong Gede, Pemecutan Kaja, Denpasar Utara, menghadirkan ogoh-ogoh bertajuk "Siwa Sraba" dalam rangka menyambut Tahun Baru Saka 1947. Karya ini mengangkat kisah pertempuran antara Narasinga, awatara Dewa Wisnu, dengan Siwa Sraba yang merupakan perwujudan Dewa Siwa dalam bentuk setengah singa dan setengah burung garuda.
Kisah ini berawal dari Narasinga yang kehilangan kendali setelah meminum darah Hiranayakasipu. Dalam amukannya, para dewa merasa ketakutan hingga Dewa Siwa mengutus Wirabhadra untuk menghentikannya. Namun, kekuatan Wirabhadra tidak cukup untuk menaklukkan Narasinga. Akhirnya, Dewa Siwa sendiri turun tangan dengan mengambil wujud Siwa Sraba untuk menenangkan Narasinga dan memulihkan keseimbangan.
Ketua ST Wiwaradhika, Anak Agung Ngurah Satria Dharma Wibawa Sawitra (Turah Satria), mengungkapkan bahwa pemilihan tema ini menyampaikan pesan mendalam tentang keseimbangan dalam hidup. “Dari kisah ini, kami ingin menyampaikan bahwa segala sesuatu memiliki masanya. Ada saat kita menang, ada saat kita kalah. Selain itu, hal yang berlebihan akan selalu berdampak buruk,” ujarnya.
Dalam proses pengerjaan, ST Wiwaradhika awalnya menganggarkan Rp25 juta untuk pembuatan ogoh-ogoh ini. Namun, setelah dihitung ulang, biaya yang dikeluarkan mencapai Rp27-28 juta.
Ogoh-ogoh ini menampilkan dua tokoh utama, yaitu Narasinga dan Siwa Sraba. Bagian yang paling rumit dalam pengerjaannya adalah pembuatan "kancut" atau bagian tengah ogoh-ogoh, yang menjadi titik fokus bagi kedua karakter tersebut. Selain itu, pembuatan sayap juga menjadi tantangan tersendiri bagi tim.
Turah Satria menyampaikan apresiasinya kepada Pemerintah Kota Denpasar atas terselenggaranya Kasanga Festival 2025. Ia berharap ajang serupa ke depannya dapat semakin ditingkatkan, baik dari segi keamanan, bantuan dana, maupun aspek-aspek lain yang mendukung pelestarian seni dan budaya.
“Kami berharap bukan hanya ogoh-ogoh yang dilombakan, tetapi juga aspek lain seperti gamelan baleganjur dan seni budaya lainnya. Harapan kami, ajang ini dapat memberikan kontribusi positif bagi masyarakat, khususnya Seka Teruna, serta berjalan dengan lancar dan kondusif,” tambahnya.
Ia pun tak memusingkan soal hasil lomba. “Bukan soal juara yang utama, tetapi kebersamaan pemuda dan pemudi dalam menciptakan karya seni yang luar biasa. Semoga ini menjadi pengalaman berharga bagi kami semua,” pungkasnya.*m03
Komentar