Fenomena Sosial dalam Ogoh-Ogoh 'Rebut Medaya': Refleksi Kekerasan dan Perpecahan
Pengerupukan
Abimanyu
Mahabharata
Festival-Ogoh-Ogoh
Lomba Ogoh-Ogoh Denpasar
Seni Ogoh-Ogoh
ST Werdhi Sesana
Banjar Tega Tonja
Nyepi 2025
Budaya Bali
Tradisi Bali
DENPASAR, NusaBali.com – Sekaa Teruna (ST) Werdhi Sesana, Banjar Tega, Tonja, Denpasar Utara, kembali mencatatkan prestasi dalam ajang Lomba Ogoh-Ogoh tingkat Kota Denpasar tahun 2025. Tahun ini, mereka sukses masuk nominasi dalam kategori "tarung bebas" dengan karya ogoh-ogoh berjudul Rebut Medaya.
Ogoh-ogoh Rebut Medaya mengangkat kisah dari epos Mahabharata, menggambarkan Abimanyu yang dikeroyok secara licik oleh pasukan Kurawa di medan perang. Karya ini juga terinspirasi dari fenomena sosial yang marak terjadi, seperti kasus perundungan, pengeroyokan, serta egoisme yang dapat memicu perpecahan. Melalui karyanya, ST Werdhi Sesana ingin menyampaikan pesan moral kepada masyarakat agar hidup harmonis dan menghindari tindak kekerasan.
Perjalanan Menuju Nominasi
Konseptor ogoh-ogoh Rebut Medaya, I Made Jaya Subandi, mengungkapkan bahwa persiapan lomba tahun ini cukup menantang. “Tahun ini kami sukses kembali masuk nominasi dalam ajang tarung bebas. Saya dan rekan-rekan ST merasa sangat gugup karena sistem lomba berbeda dari tahun sebelumnya. Jika dulu ada seleksi per kecamatan, kini langsung tarung bebas. Namun, astungkara, kami berhasil menyelesaikan ogoh-ogoh ini dan masuk nominasi mewakili Kecamatan Denpasar Utara,” ujarnya.
Prestasi ST Werdhi Sesana dalam Lomba Ogoh-Ogoh Denpasar terus meningkat setiap tahun. Pada 2023, mereka meraih nominasi ketiga se-Kecamatan Denpasar Utara dengan ogoh-ogoh Dedauhan Baruna. Tahun berikutnya, mereka naik ke peringkat kedua dengan ogoh-ogoh Ketara (Kala Rau). Pada 2025 ini, hanya dua banjar dari Kecamatan Denpasar Utara yang berhasil menembus 16 besar, yakni Banjar Tega Tonja dan Banjar Binoh Kelod Ubung Kaja.
Pembuatan ogoh-ogoh Rebut Medaya sesuai Rancangan ANggaran Belanja (RAB) Rp80 juta. Penampilan saat Kasanga Festival 2025 dan malam Pengerupukan juga menyedot anggaran lumayan besar. Proses pengerjaan memakan waktu tiga bulan dengan tantangan utama pada konstruksi serta jumlah karakter yang lebih banyak dibanding tahun-tahun sebelumnya.
“Bagian paling rumit adalah keseimbangan tokoh Drona, di mana ujung tombaknya terhubung dengan jari tangan Abimanyu dan menopang seluruh karakter lainnya. Kami menampilkan enam tokoh utama, yakni Sangkuni, Karna, Drona, Abimanyu, Dursasana, dan Duryodana. Yang paling mencolok adalah karakter Drona, yang kami buat dengan ekspresi ragu untuk membunuh Abimanyu karena tekanan dari Kurawa, tetapi di sisi lain merasa bersalah kepada Pandawa,” jelas Jaya Subandi.
Dari segi material, ST Werdhi Sesana menggunakan teknik baru dalam pembuatan kereta ogoh-ogoh dengan tali dari eceng gondok tanpa pewarnaan. Mereka juga lebih fokus pada pengembangan cerita dan visualisasi yang sesuai dengan makna yang ingin disampaikan.
Melalui ogoh-ogoh Rebut Medaya, ST Werdhi Sesana berharap pesan moral mengenai bahaya kekerasan dan pentingnya harmoni dapat diterima masyarakat luas. “Kami ingin mengedukasi masyarakat agar menghindari kekerasan dan lebih memahami satu sama lain. Semoga Tahun Baru Caka 1947 membawa perubahan positif, dan gamelan beleganjur tetap lestari,” tutup Jaya Subandi. *m03
Komentar