2 Warga Buleleng Korban TPPO di Myanmar Dipulangkan
DENPASAR, NusaBali - Dua orang pekerja migran Bali telah pulang ke Bali setelah menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) penipuan daring (online scamming) di negara Myanmar.
Keduanya, yakni Kadek Agus asal Kelurahan Liligundi, Kecamatan/Kelurahan Buleleng, dan Nengah Sunaria asal Desa Jinengdalem, Kecamatan/Kabupaten Buleleng. Keduanya mendarat di Bandara I Gusti Ngurah Rai pada, Jumat (21/3) sore setelah melakukan penerbangan dari Jakarta. Sebelum pulang ke Bali, mereka sempat dikumpulkan di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta untuk mendapat pemulihan bersama ratusan pekerja migran lainnya dari berbagai daerah di Indonesia.
Kedatangan dua pekerja migran ini diterima Kepala Balai Pelayanan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI) Bali bersama perwakilan Dinas Sosial Provinsi Bali, perwakilan Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten Buleleng dan pihak keluarga. Setelah melakukan serah terima di lounge pekerja migran, keduanya langsung menuju rumah masing-masing di Buleleng.
Kepala Balai Pelayanan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI) Bali Anak Agung Gde Indra Hardiawan mengatakan sebelum berhasil dipulangkan, pihak keluarga kedua pekerja migran sempat melakukan pengaduan ke BP3MI Bali. Dari pengaduan itu tim BP3MI kemudian melakukan penelusuran sebelum melakukan komunikasi ke Pemerintah Pusat.
“Sebenarnya (keluarga) dua orang ini pernah mengadu ke kita dan akhirnya kita bantu fasilitasi untuk komunikasi ke pusat dan dari pusat pun telah bersurat ke Kemlu dan KBRI. Merujuk pengaduan itu tim kami melakukan identifikasi melakukan wawancara terhadap pihak keluarga waktu itu didampingi Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten Buleleng,” ujar Agung Indra kepada NusaBali, Jumat (21/3).
Dari informasi yang didapat dari pihak keluarga, kedua pekerja migran mendapat informasi lowongan pekerjaan dari media sosial Facebook. Dalam iklan ditawarkan pekerjaan di bidang hospitality seperti perhotelan dan restoran di negara-negara Asia Tenggara, seperti Thailand, Kamboja, Myanmar, dan lainnya. Mereka pun berangkat pada 2024 lalu. Namun sayang lowongan tersebut palsu. Sesampai di negara tujuan pekerjaan yang diberikan ternyata melakukan penipuan di dunia maya (online scamm). “Informasi (pekerjaan) memang didapatkan dari beberapa media sosial yaitu Facebook, lowongan abal-abal ini memang masif di sana. Mekanisme yang dijanjikan untuk bekerja itu memang tidak dibekali dengan visa kerja, kontrak kerja, dan persyaratan ketentuan lainnya Mereka unprosedural,” jelas Hardiawan.
Kedua krama Bali itu diketahui dalam keadaan sehat meski masih trauma dengan pengalaman yang dialami. Dari keterangan keduanya memang ada dugaan penganiayaan jika mereka tidak memperoleh target yang ditetapkan oleh pemberi kerja. “Astungkara tiyang sempat ngobrol langsung dengan Kadek dan Nengah dan astungkara sehat. Di wisma dilakukan tes kesehatan, psikologi, dan asesman. Setelah beberapa hari menjalani hari ini akhirnya diperkenankan untuk pulang ke Bali,” kata Hardiawan.
Terpisah Kepala Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak Bali Luh Ayu Aryani mengungkapkan pihaknya telah melakukan komunikasi dengan Dinas Sosial Buleleng agar kedua pekerja migran mendapat pendampingan lanjutan. “Kita sudah minta tadi lapor ke Dinsos tempat asal agar bisa dilaksanakan reintegrasi sosial, karena mereka trauma juga, dan juga tentang keberlanjutan untuk akses pemberdayaan sesuai potensi dan intervensinya dari Dinsos Buleleng,” ujar Aryani.
Untuk diketahui, Pemerintah berhasil memulangkan 554 warga negara Indonesia (WNI) korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) penipuan daring (online scamming) dari Myawaddy, Myanmar. Kepulangan ratusan WNI ini berlangsung dalam dua tahap, yaitu sebanyak 400 orang pada tahap pertama, Selasa (18/3) dan 154 orang pada tahap kedua, Rabu (19/3). Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Polkam) Budi Gunawan mengatakan, pemulangan ini adalah wujud dari kehadiran negara dalam melindungi warganya.
Menko Polkam mengatakan, selama menjadi korban TPPO, para WNI ini dipekerjakan di markas sindikat online scamming dan mengalami tekanan, kekerasan fisik, serta ancaman untuk diambil organ tubuhnya ketika tidak mencapai target yang ditetapkan oleh bandar. Selain itu, paspor mereka juga ditahan serta tidak diperkenankan untuk berkomunikasi dengan pihak luar termasuk keluarga. 7 adi
Komentar