Mengapa Ada Banyu Pinaruh setelah Hari Suci Saraswati?
DENPASAR, NusaBali.com - Hari Suci Saraswati datang setiap 210 hari sekali tepatnya pada hari terakhir perputaran 30 wuku yakni pada Saniscara Umanis Watugunung. Sehari setelah hari suci ini, umat Hindu melaksanakan Banyu Pinaruh.
Hari Suci Saraswati diyakini sebagai hari turunnya ilmu pengetahuan Weda. Sehari setelah Weda diwahyukan, umat Hindu ramai-ramai melaksanakan ritual Banyu Pinaruh. Mengapa demikian?
Banyu Pinaruh biasanya dilakukan dengan prosesi melukat yakni membersihkan diri di sumber atau mata air suci seperti di pantai, bulakan, hingga campuhan. Banyu Pinaruh ini dapat dipandang sebagai ritual penyucian diri untuk menerima pengetahuan.
Namun, ada pemaknaan yang lebih praktikal tentang mengapa Banyu Pinaruh penting dilakukan umat Hindu, seperti yang dijelaskan Ida Pandita Sri Rastra Shiwananda. Pencerahan tentang ini disampaikan Ida Pandita melalui unggahan Facebook, Kamis (6/2/2025).
“Di saat yang lain menyambut tahun baru dengan hiruk-pikuk pesta, Gama Bali (Hindu Bali) menyambut tahun baru dengan nyepi dan mandi. Nyepi ketika Tahun Baru Saka dan mandi saat Banyu Pinaruh,” tutur sulinggih yang lebih akrab disapa Ida Pandita Kebayan ini.
Pemaknaan Banyu Pinaruh dalam versi ini, mirip dengan Hari Suci Nyepi sebagai perayaan Tahun Baru Saka. Di mana, hari pertama Tahun Saka selalu dimulai dengan nol, kekosongan, dan kesunyian, yakni nyepi.
Sementara itu, Banyu Pinaruh adalah awal dari perputaran baru pawukon. Wuku terakhir dari 30 wuku adalah Watugunung. Setiap wuku berumur tujuh hari yang dimulai pada Redite (Minggu) dan berakhir pada Saniscara (Sabtu).
Hari Suci Saraswati tepat di akhir perputaran wuku yakni Saniscara wuku Watugunung. Banyu Pinaruh datang setelahnya yang merupakan hari pertama perputaran wuku baru yakni Redite Pahing Sinta. Sinta adalah wuku pertama dalam pawukon.
“Pawukon dimulai dari Sinta, berakhir pada Watugunung. Dimulai dari Banyu Pinaruh, berakhir pada Saraswati. Dimulai dari dari kebersihan badan dan jiwa, berakhir pada pengetahuan,” jelas Ida Pandita asal Geria Tapowana Pujung Sari di Desa Pujungan, Pupuan, Tabanan ini.
Kata Ida Pandita, mandi saja tidak cukup untuk mempersiapkan diri untuk mengarungi perputaran hidup yang baru (pawukon). Sebab, mandi hanya membersihkan badan. Untuk membersihkan jiwa dan pikiran perlu melakukan panglukatan.
“Diharapkan dengan kebersihan dan kesucian, kita akan menyambut kehidupan baru menjadi sehat, sukses, dan rahayu,” tandas sulinggih yang ketika walaka bernama dr I Putu Budi Wibawa Supartika SpPD ini. *rat
Banyu Pinaruh biasanya dilakukan dengan prosesi melukat yakni membersihkan diri di sumber atau mata air suci seperti di pantai, bulakan, hingga campuhan. Banyu Pinaruh ini dapat dipandang sebagai ritual penyucian diri untuk menerima pengetahuan.
Namun, ada pemaknaan yang lebih praktikal tentang mengapa Banyu Pinaruh penting dilakukan umat Hindu, seperti yang dijelaskan Ida Pandita Sri Rastra Shiwananda. Pencerahan tentang ini disampaikan Ida Pandita melalui unggahan Facebook, Kamis (6/2/2025).
“Di saat yang lain menyambut tahun baru dengan hiruk-pikuk pesta, Gama Bali (Hindu Bali) menyambut tahun baru dengan nyepi dan mandi. Nyepi ketika Tahun Baru Saka dan mandi saat Banyu Pinaruh,” tutur sulinggih yang lebih akrab disapa Ida Pandita Kebayan ini.
Pemaknaan Banyu Pinaruh dalam versi ini, mirip dengan Hari Suci Nyepi sebagai perayaan Tahun Baru Saka. Di mana, hari pertama Tahun Saka selalu dimulai dengan nol, kekosongan, dan kesunyian, yakni nyepi.
Sementara itu, Banyu Pinaruh adalah awal dari perputaran baru pawukon. Wuku terakhir dari 30 wuku adalah Watugunung. Setiap wuku berumur tujuh hari yang dimulai pada Redite (Minggu) dan berakhir pada Saniscara (Sabtu).
Hari Suci Saraswati tepat di akhir perputaran wuku yakni Saniscara wuku Watugunung. Banyu Pinaruh datang setelahnya yang merupakan hari pertama perputaran wuku baru yakni Redite Pahing Sinta. Sinta adalah wuku pertama dalam pawukon.
“Pawukon dimulai dari Sinta, berakhir pada Watugunung. Dimulai dari Banyu Pinaruh, berakhir pada Saraswati. Dimulai dari dari kebersihan badan dan jiwa, berakhir pada pengetahuan,” jelas Ida Pandita asal Geria Tapowana Pujung Sari di Desa Pujungan, Pupuan, Tabanan ini.
Kata Ida Pandita, mandi saja tidak cukup untuk mempersiapkan diri untuk mengarungi perputaran hidup yang baru (pawukon). Sebab, mandi hanya membersihkan badan. Untuk membersihkan jiwa dan pikiran perlu melakukan panglukatan.
“Diharapkan dengan kebersihan dan kesucian, kita akan menyambut kehidupan baru menjadi sehat, sukses, dan rahayu,” tandas sulinggih yang ketika walaka bernama dr I Putu Budi Wibawa Supartika SpPD ini. *rat
Komentar