Penetapan Hasto Jadi Tersangka Dituding Tak Sah
Diungkap Kuasa Hukum di Sidang Gugatan Praperadilan
JAKARTA, NusaBali - Gugatan Praperadilan yang diajukan Hasto Kristiyanto atas penetapannya sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mulai disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (5/2). Kuasa Hukum Hasto Kristiyanto menuding penetapan status tersangka terhadap Sekjen DPP PDI Perjuangan tersebut oleh KPK tidak sah.
Poin-poin itu diungkap oleh Tim Kuasa Hukum Hasto, dengan dibacakan secara bergantian oleh Ronny Talapessy, Todung Mulya Lubis, dan Maqdir Ismail di depan majelis hakim. Kuasa hukum menyebut penetapan tersangka Hasto tanpa pemeriksaan terhadap yang bersangkutan. Hal ini bertentangan dengan KUHAP dan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 21/PUU-XII/2014.
Dalam putusan MK tersebut menegaskan, penetapan tersangka dan penyidikan seseorang sampai menjadi tersangka membutuhkan bukti permulaan, yaitu minimum dua alat bukti dan disertai dengan pemeriksaan calon tersangkanya.
Namun di dalam perkara ini, Hasto belum pernah memberikan keterangannya atas perkara tersebut. Dengan kata lain, KPK menetapkan Hasto sebagai tersangka tanpa pernah memanggil dan/atau meminta keterangannya terlebih dahulu secara resmi sebagai saksi/calon tersangka. “(Hal ini) merupakan tindakan yang dilakukan sewenang-wenang dan tidak mengindahkan ketentuan KUHAP maupun Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU- XII/2014 karena melewatkan proses yang diharuskan dalam penetapan tersangka, yakni pemeriksaan terhadap saksi/calon tersangka,” ungkap Ronny.
Kuasa hukum juga menyebutkan, penetapan Hasto sebagai tersangka pada awal tahap penyidikan tidak melalui proses pengumpulan dua alat bukti permulaan yang cukup terlebih dahulu melewatkan tahap penyelidikan. “Norma Pasal 1 angka 2 KUHAP sudah tepat karena memberikan kepastian hukum yang adil kepada warga negara Indonesia ketika akan ditetapkan menjadi tersangka oleh penyidik, yaitu harus melalui proses atau rangkaian tindakan penyidikan dengan cara mengumpulkan bukti, bukan secara subyektif penyidik menemukan tersangka tanpa mengumpulkan bukti,” beber Ronny.
“Penetapan tersangka atas diri pemohon (Hasto,red) terkesan terburu-buru dengan tidak menunggu perolehan bukti-bukti dari fase penyidikan, khususnya melalui tindakan penyitaan,” urainya.
Dijelaskan juga, penetapan tersangka yang dilakukan oleh KPK tidak jelas karena adanya kontradiksi dan menciptakan ketidakadilan baru serta ketidakpastian hukum. Diketahui KPK mengeluarkan dua buah SPDP, yakni Nomor B/722/DIK.00/23/12/2024 tanggal 23 Desember 2024 dengan sangkaan penyuapan, dan Nomor B/721/DIK.00/23/12/2024 tanggal 23 Desember 2024, dengan sangkaan penghalangan hukum.
“Kedua SPDP ini mengandung kontradiksi dan memuat pernyataan yang tidak masuk di akal dan tidak logis, patut diduga sebagai bentuk kriminalisasi. Bagaimana mungkin pemohon bersama-sama tersangka Harun Masuki dan kawan-kawan disangka memberi hadiah atau janji kepada Wahyu Setiawan, dan pada saat yang sama pemohon bersama-sama melakukan perbuatan pidana merintangi penyidikan tindak pidana korupsi,” jelas Todung Mulya Lubis yang secara bergantian membacakan poin-poin gugatan Prapradilan.k22
Komentar