nusabali

Usulkan Pidana bagi ‘Perusak’ Subak

FPDIP Kawal Penyelesaian Penutupan Irigasi Subak Canggu

  • www.nusabali.com-usulkan-pidana-bagi-perusak-subak

Bali juga telah memiliki regulasi yang mendukung pelestarian subak, seperti Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2023 tentang Provinsi Bali dan Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 9 Tahun 2012 tentang Subak

DENPASAR, NusaBali
Fraksi PDI Perjuangan (PDIP) DPRD Bali mengusulkan sanksi pidana bagi ‘perusak’ alias oknum yang menyebabkan alih fungsi subak secara ilegal di Bali. 

FPDIP juga mendorong penyelesaian kasus penutupan irigasi Subak Canggu, Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung yang sempat viral di media sosial.

Fraksi terbesar di DPRD Bali ini menegaskan perlu diambil langkah tegas untuk melindungi subak sebagai bagian dari lahan pertanian pangan berkelanjutan (LP2B) yang menjadi pilar utama ketahanan pangan nasional.

Ketua Fraksi PDIP DPRD Bali I Made Supartha didampingi anggota fraksi Ni Luh Yuniati, Nyoman Suwirta, dan I Gusti Ngurah Gede Mahendra Jaya dalam keterangan pers di Gedung DPRD Bali, Niti Mandala Denpasar, Selasa (4/2) menyebutkan subak harus dijaga kelangsungannya sebagai bagian dari sistem pertanian berkelanjutan dan kearifan lokal Bali.

Advokat senior ini menjelaskan setiap aktivitas di Bali harus memperhatikan zona peruntukan lahan agar tidak menimbulkan pelanggaran hukum. Ia mengingatkan kerusakan irigasi subak bisa berdampak pada kekeringan lahan, penurunan hasil produksi pangan, hingga terancamnya kelestarian sistem subak yang telah menjadi bagian integral budaya dan pertanian Bali.

Sebagai lembaga yang memiliki fungsi pengawasan, DPRD Bali menekankan perlunya tindakan perlindungan terhadap lahan subak. “Keberadaan subak sejalan dengan kebijakan pemerintah dalam menjaga ketahanan pangan nasional melalui lahan sawah yang dilindungi (LSD),” ujar politisi asal Desa Dajan Peken, Kecamatan/Kabupaten Tabanan, ini.

Selama ini dijelaskan dia, sejumlah regulasi telah diterbitkan untuk melindungi lahan pertanian dari alih fungsi yang tidak terkendali. Di tingkat nasional, terdapat Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2019 tentang Sistem Budi Daya Pertanian Berkelanjutan, serta berbagai aturan turunannya, termasuk Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2019 tentang Pengendalian Alih Fungsi Lahan Sawah.

Sementara itu, secara khusus, sebut Suparta, Bali juga telah memiliki regulasi yang mendukung pelestarian subak, seperti Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2023 tentang Provinsi Bali dan Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 9 Tahun 2012 tentang Subak. “Regulasi ini menegaskan pembangunan di Bali harus dilakukan dengan pendekatan yang memperhatikan keseimbangan antara alam, manusia, dan budaya, termasuk menjaga kelestarian lahan pertanian sebagai bagian dari warisan kearifan lokal,” jelas Anggota Komisi I membidangi politik, hukum keamanan dan aparatur daerah ini

Data yang diungkap FPDIP, dari Keputusan Menteri ATR/BPN Nomor 1589/SK-HK.02.01/XII/2021 mencatat bahwa Provinsi Bali memiliki total luas baku sawah sebesar 70.996,37 hektare, dengan 67.678,96 hektare di antaranya telah ditetapkan sebagai LSD. Ini menandakan sebagian besar lahan sawah di Bali seharusnya tetap berfungsi sebagai kawasan pertanian, bukan dialihkan untuk kepentingan lain yang dapat mengancam keberlanjutan sistem subak. “Jika terjadi pelanggaran terhadap regulasi yang ada, pemerintah harus bertindak tegas dengan menerapkan sanksi pidana atau administratif terhadap pihak-pihak yang melakukan alih fungsi lahan secara ilegal,” tegasnya.

Dengan berbagai aturan yang telah diterbitkan, FPDIP menekankan pengelolaan lahan subak harus dilakukan secara terstruktur dan holistik. Pemerintah daerah diharapkan lebih proaktif dalam mengawasi serta menindak setiap upaya eksploitasi yang dapat mengganggu keberlanjutan sistem pertanian di Bali.

Menanggapi polemik penutupan saluran irigasi di Subak Canggu, FPDIP mendesak agar Pemerintah Provinsi Bali dan Kabupaten Badung segera mengambil langkah konkret. Sejumlah instansi terkait, mulai dari Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang, Dinas Perizinan, Badan Pertanahan Nasional (BPN), hingga Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), diminta untuk turun tangan menyelesaikan permasalahan ini secara tuntas.

Sementara I Gusti Ngurah Gede Mahendra Jaya, menambahkan pemerintah perlu melakukan evaluasi struktural guna memastikan kebijakan terkait tata ruang dan pertanian berkelanjutan berjalan sesuai regulasi. “Prinsip equality before the law harus diterapkan. Baik masyarakat maupun investor harus tunduk pada aturan hukum yang berlaku. Siapa pun yang melakukan pelanggaran harus ditindak sesuai ketentuan hukum,” ujar politisi asal dapil Denpasar, ini.

Menurut Mahendra Jaya, investasi tetap diperlukan, tetapi harus selaras dengan prinsip pelestarian lingkungan dan kearifan lokal Bali. Pemerintah diminta untuk memastikan komunikasi yang baik dengan para investor agar aktivitas pembangunan tidak merusak ekosistem pertanian, khususnya subak. cr79

Komentar