nusabali

183 Orang Petugas Adhoc Meninggal

'Gugur’ Saat Penyelenggaraan Pilkada Serentak 2024

  • www.nusabali.com-183-orang-petugas-adhoc-meninggal

Tahun 2024 merupakan tahun politik, masyarakat masih terbawa isu di pemilu nasional, pilpres, hingga pileg. Kondisi ini juga menghangatkan situasi pilkada 

JAKARTA, NusaBali
Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI mencatat kematian petugas adhoc dalam penyelenggaraan Pilkada serentak 2024 mulai dari Mei 2024 hingga Januari 2025 mencapai 183 orang, sedangkan yang sakit sekitar 479 orang. KPU juga mengungkap partisipasi pemilih di Pilkada Serentak mengalami penurunan, sehingga harus ada Solusi ke depannya.

“Dari sekian banyak petugas kita, sejak Mei 2024 hingga Januari 2025 pada Pilkada 2024 ini ada jajaran kita yang sakit sebanyak 479, ada juga yang meninggal sebanyak 183 orang,” kata Ketua KPU RI Mochammad Afifuddin dalam Rapat Kerja yang digelar Komisi II DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (3/2).

Dia menyebutkan penyebabnya berhubungan dengan situasi pekerjaan, kecelakaan hingga penyakit bawaan. Meski begitu, KPU RI memberikan santunan terhadap petugas adhoc yang meninggal dunia. Besaran santunan tersebut mencapai Rp 36 juta dan santunan pemakaman Rp 10 juta.

Sementara petugas adhoc yang cacat permanen mendapatkan santunan sebanyak Rp 30,8 juta. Lalu, petugas adhoc yang yang menderita luka berat Rp 16,5 juta  dan luka sedang Rp 8,2 juta. Adapun Santunan bagi petugas adhoc yang meninggal ini tertuang dalam Peraturan KPU Nomor 8 Tahun 2022 dan Keputusan Komisi Pemilihan Umum Nomor 59 Tahun 2023. “Kami memberikan santunan kecelakaan kerja bagi badan adhoc sesuai dengan Keputusan KPU Nomor 59 Tahun 2023,” ujarnya.

Afifuddin pun turut berbelasungkawa terhadap petugas adhoc yang meninggal dunia. Dia berterima kasih atas dedikasi mereka untuk menyukseskan Pilkada Serentak 2024. “Terlepas dari rasa duka mendalam kita kepada jajaran yang sudah meninggal. Kita mengucapkan rasa terima kasih yang setinggi-tingginya terhadap jajaran kita yang sudah berkorban dan bekerja keras untuk menyukseskan pilkada,” pungkas Afifuddin

Afifuddin juga mengungkapkan partisipasi pemilih dalam Pilkada Serentak 2024 rata-rata alami penurunan. Kata dia, untuk pemilihan gubernur (pilgub) 71,39 persen, pemilihan bupati (pilbup) 74,41 persen dan pemilihan wali kota (pilwalkot) 67,74 persen. “Rata-rata tingkat partisipasi pemilih nasional pemilihan serentak tahun 2024 untuk pemilihan gubernur dan wakil gubernur sebanyak 71,39 persen di 37 provinsi,” kata Afifuddin.

“Untuk pemilihan bupati dan wakil bupati sebesar 74,41 persen di 415 kabupaten dan untuk pemilihan wali kota dan wakil wali kota sebesar 67,74 persen di 93 kota,” sambung dia.

Menurutnya, tingkat partisipasi pemilih di Pilkada 2024 mengalami penurunan dibandingkan pemilihan presiden (pilpres) dan pemilihan legislatif (pileg) 2024. Oleh karena itu, hal ini menjadi catatan serius bagi penyelenggara pemilu di masa yang akan datang. “Kalau kita mengacu pada hasil pilpres, partisipasi pilpres dan DPR/DPD, rata-ratanya di 81 persen. Ini menjadi catatan buat kita semua,” ujarnya.

Selain itu, ia mengungkapkan sejumlah tantangan dalam penyelenggaraan Pilkada 2024. Salah satunya, jarak waktu yang terlalu dekat antara Pilkada 2024 dengan Pemilu 2024. “Tahapan pemilu serentak belum selesai secara keseluruhan, kita harus berjibaku dengan tahapan pilkada yang sudah di-kick off, sudah dimulai dan ini mau tidak mau menambah daya konsentrasi yang kita lakukan terutama jajaran penyelenggara permanen tingkat provinsi kabupaten/kota,” jelas Afifuddin.

Kemudian, faktor cuaca juga menjadi salah satu kendala lainnya. Dia menuturkan kondisi cuaca di November sangat tidak menentu, sehingga berdampak pada distribusi logistik. Tak hanya itu, ada pula tantangan anggota KPU di daerah yang sudah habis masa jabatan menjelang pelaksanaan pemungutan suara. Meski begitu, penyelenggaraan pilkada dapat berjalan lancar. “Tentu ini juga berkontribusi terhadap situasi konsolidasi di internal dan seterusnya, meskipun bisa kita siapkan semua. Jadi pada intinya beban kerja penyelenggara jadi lebih berat,” tuturnya.

Ia menilai tahun 2024 merupakan tahun politik di mana masyarakat masih terbawa isu di pemilu nasional, pilpres, hingga pileg. Kondisi ini juga menghangatkan situasi pilkada dan maraknya informasi hoaks media sosial. “Perlu upaya masif untuk memberikan pendidikan pemilih kepada Masyarakat,” pungkas Afifuddin.n ant

Komentar