Lima Terdakwa Kasus Korupsi DAPM Swadana Harta Lestari Divonis Ringan
DENPASAR, NusaBali - Lima terdakwa kasus korupsi pengelolaan Dana Amanah Pemberdayaan Masyarakat (DAPM) Swadana Harta Lestari Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan yang telah merugikan keuangan negara Rp 5,5 miliar melalui pengajuan proposal fiktif dan penyelewengan dana, divonis lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Tabanan I Made Santiawan dkk.
Para terdakwa terdiri dari Sekretaris Badan Kerjasama Kecamatan (BKK) DAPM Swadana Harta Lestari I Ketut Suwena, 69; kepala desa sekaligus anggota tim pendanaan Ir Anak Agung Ngurah Anom Widhiadnya, 57; anggota tim pendanaan lainnya I Nyoman Poli, 62; anggota badan pengawas Ni Sayu Putu Sri Indrani, 56; serta anggota tim verifikasi Ni Wayan Sri Candra Yasa, 48.
Ketua Majelis Hakim Gede Putra Astawa, dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Denpasar, Jumat (31/1), menjatuhkan hukuman 1 tahun penjara kepada I Ketut Suwena, Anak Agung Ngurah Anom Widhiadnya, dan I Nyoman Poli. Sementara, Ni Sayu Putu Sri Indrani dan Ni Wayan Sri Candra Yasa divonis 2 tahun penjara.
“Kelima terdakwa juga dikenakan denda sebesar Rp 100 juta, dengan ketentuan jika tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan dua bulan,” kata majelis hakim sekaligus Humas Pengadilan Negeri (PN) Denpasar Putra Astawa, saat dikonfirmasi, Minggu (2/2).
Terkait pengembalian kerugian negara, majelis hakim memerintahkan Ni Sayu Putu Sri Indrani membayar uang pengganti Rp 138,3 juta dan Ni Wayan Sri Candra Yasa Rp 118,8 juta. Jika dalam waktu satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap uang pengganti tersebut tidak dibayar, harta benda mereka akan disita dan dilelang oleh jaksa. Apabila tidak mencukupi, maka mereka akan menjalani tambahan hukuman 5 bulan penjara.
Tiga terdakwa lainnya, Ketut Suwena, Anak Agung Ngurah Anom Widhiadnya, dan Nyoman Poli telah mengembalikan uang pengganti sebelum putusan dibacakan, dengan total lebih dari Rp 279 juta. “Uang pengganti tersebut akan disetorkan ke kas DAPM Swadana Harta Lestari dan diperhitungkan sebagai pengurangan kerugian negara yang telah dinikmati oleh ketiga terdakwa,” ucap Putra Astawa.
Putusan ini lebih ringan dari yang diajukan JPU yaitu, Ketut Suwena, Anak Agung Ngurah Anom Widhiadnya, dan Nyoman Poli dituntut 1 tahun dan 10 bulan penjara, sedangkan Ni Sayu Putu Sri Indrani dan Ni Wayan Sri Candra Yasa dituntut 2 tahun dan 6 bulan penjara.JPU menyatakan perbuatan para terdakwa terbukti bersalah dalam dakwaan primair JPU melanggar Pasal 2 Ayat (1) Jo. Pasal 18 UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Namun, majelis hakim menilai perbuatan mereka tidak terbukti sesuai dakwaan primair, tetapi mereka terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dengan cara menyalahgunakan kewenangan, yang merugikan keuangan negara sesuai dakwaan subsidair melanggar Pasal 3 Jo. Pasal 18 UU RI yang sama.
Astawa menerangkan ada beberapa pertimbangan kenapa hukuman yang diberikan lebih ringan dari tuntutan JPU. Untuk I Ketut Suwena, Anak Agung Ngurah Anom Widhiadnya, dan I Nyoman Poli, majelis hakim menilai mereka telah mengembalikan seluruh kerugian negara yang mereka nikmati selama proses persidangan, sehingga tidak lagi dijatuhi pidana pembayaran uang pengganti.
“Oleh karena itu, mereka hanya dijatuhi hukuman minimal dalam Pasal 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yaitu satu tahun penjara,” jelasnya.
Sementara itu, Ni Sayu Putu Sri Indrani dan Ni Wayan Sri Candra Yasa, majelis hakim mempertimbangkan mereka bersikap sopan dan berterus terang dalam memberikan keterangan, mengakui kesalahannya di persidangan, serta belum pernah dihukum sebelumnya. Selain itu, mereka juga dinilai memiliki kondisi ekonomi yang tidak mampu mengembalikan seluruh kerugian negara yang mereka nikmati.
Atas putusan itu, sikap terdakwa yang telah mengembalikan uang kerugian negara tersebut adalah menerima putusan tersebut. Sedangkan Ni Sayu Putu Sri Indrani dan Ni Wayan Sri Candra Yasa menyatakan pikir-pikir. JPU pun senada dengan sikap para terdakwa.
Kelima terdakwa secara bersama-sama melakukan perbuatan melawan hukum yang merugikan keuangan negara selama periode 2017 hingga 2020. Modusnya dengan menyalahgunakan dana simpan pinjam perempuan (SPP), bagian dari Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri yang bertujuan untuk memberdayakan ekonomi masyarakat pedesaan, terutama kelompok perempuan.
Pada periode tersebut, DAPM Swadana Harta Lestari menerima modal Rp 2.586.955.000. Dana yang seharusnya dialokasikan kepada kelompok-kelompok peminjam diduga diselewengkan oleh para terdakwa.
Tetapi, para terdakwa ini bersama-sama dengan Ni Putu Aryestari, I Wayan Sutanca, Lely Maisa Kusumawati, dan Ni Putu Winastri (telah diputus terpisah), diduga membuat 104 proposal diajukan menggunakan identitas anggota kelompok yang seolah-olah berasal dari kelompok Simpan Pinjam Perempuan Desa Cepaka.
Berdasarkan temuan, total uang tambahan yang dinikmati para terdakwa mencapai Rp 3.697.876.250, dengan total pembayaran yang tercatat sebesar Rp 2.127.025.250 dan sisa yang belum dibayarkan sebesar Rp 1.570.851.000. Akibat perbuatan mereka, pengurus DAPM Swadana Harta Lestari menghadapi masalah kekurangan dana.
Sehingga, berdasarkan hasil audit Inspektorat Daerah Kabupaten Tabanan, kerugian negara akibat perbuatan para terdakwa mencapai Rp 5.580.259.000. Penyelewengan ini dilakukan secara bertahap sejak 2018 hingga 2021, dan baru terungkap setelah ada pengaduan dari beberapa anggota kelompok yang tidak pernah menerima dana pinjaman sebagaimana yang dijanjikan. 7 cr79
Komentar