nusabali

Pemerhati Budaya Sesalkan Terjadi 'Penghancurkan' Situs

  • www.nusabali.com-pemerhati-budaya-sesalkan-terjadi-penghancurkan-situs

Pemerhati budaya menyayangkan banyak situs-situs tua yang memiliki nilai historis di sejumlah tempat suci di Bali mulai ‘dihancurkan’.

DENPASAR, NusaBali
Berdalih perbaikan  tempat suci atau Pura yang diduga menggunakan dana-dana bantuan sosial (bansos) namun tidak digunakan dengan cerdas dan bijak, justru membuat masyarakat tidak sadar merusak situs-situs yang memiliki nilai tatanan jejak leluhurnya sendiri. Kenyataanya situs-situs yang memiliki nilai histori itu malah diganti dengan model kebaruan atau kekinian yang belum tentu berdasarkan sastra asli dari tatanan leluhur seperti yang sebelumnya.

Hal tersebut diungkapkan oleh pemerhati budaya dan situs I Made Bakti Wiyasa, Minggu (3/9). Bakti Wiyasa mengungkapkan keheranannya, dimana para tetua seperti bendesa adat, pemangku, pemaksan dan krama adat kurang menyadari adanya situs yang bernilai diganti begitu saja dengan yang baru. “Saya heran, kok banyak para tetua kita para pemangku, bendesa dan pemaksan tidak ‘ngeh’ atau sadar terhadap keberadaan simbol-simbol yang ada pada ornament Pura yang kita wairisi sebelumnya,” sesal Bakti Wiyasa yang juga seorang perupa Bali ini.

Disebutkan, sejumlah Pura yang sedang direnovasi saat ini sangat gencar di sejumlah daerah, padahal ornament Pura yang direnovasinya tersebut memiliki simbol berharga. “Saya sebut saja ada di wilayah Jatiluwih Tabanan, Dalung Badung, Sumerta dan Kesiman Denpasar dan masih  banyak tempat di Bali lainya, dengan bukti foto-foto yang kami kumpulkan, yang juga banyak informasi datang dari berbagai pihak baik lewat media sosial maupun secara langsung menyebut ada pemugaran Pura yang memiliki situs tertentu namun masyarakatnya tidak sadar bahwa situs tersebut memiliki nilai historis tentang peradaban masa lampau,” ungkap Wiyasa seraya masih merahasiakan nama pura yang dimaksud.

Dikatakan, meski  program-program yang dicanangkan oleh desa pakraman khususnya dalam perbaikan Pura dengan memanfaatkan dana-dana tertentu, baik bansos, dana hibah dan sebagainya, hal tersebut dikatakannya cukup bagus, hanya saja kata dia, dalam pelaksanaannya harusnya lebih cerdas dan bijak menggunakan dana tersebut untuk anggaran pemeliharaan dan pelestarian seperti merestorasi ulang. “Artinya pemugaran kembali dengan tetap memperhatikan keaslianya,” tegasnya.  

Hal senada juga diungkapkan Kelian Rumah Budaya Penggak Men Mersi Kadek Wahyudita, ia mengatakan pemugaran situs-situs yang marak terjadi saat ini sangat disayangkan. Tak dipungkiri, Wahyu pun mengakui beberapa situs di Kota Denpasar telah mengalami perubahan dan kehancuran. “Sebenarnya saya mau mempertanyakan apakah ada aturan yang melindungi keberadaan situs-situs tua, menurut saya dengan hilangnya situs itu maka kita kehilangan catatan tentang peradaban di masa lampau,” jelas Wahyu.

Sementara itu Ketua Dewan Kota Pusaka Denpasar (DKPD) I Made Mudra saat dikonfirmasi lewat telpon mengatakan, upaya untuk menyadarkan dan memberikan pemahaman masyarakat terhadap situs-situs tua sedang digalakkan. “DKPD setelah dibentuk di Kota Denpasar tetap memberikan pemahaman dan sosialisasi terhadap keberadaan situs-situs. Kita sedang membentuk tim inventarisasi baik warisan budaya benda maupun tak benda, yang akan ditetapkan menjadi cagar budaya,” ucapnya.

Lebih lanjut Mudra mengajak semua pihak, baik masyarakat, desa pakraman, para bendesa , tokoh-tokoh untuk bersama-sama memperhatikan keberadaan situs yang belum terdata. “Imbauan saya, partisipasi masyarakat untuk melaporkan situs-situs yang ada  tidak saja berupa fisik, baik situs bangunan Pura  maupun pratima, termasuk juga tumbuhan langka pun dapat dilaporkan  sebagai warisan budaya,” pungkas Mudra yang juga mantan Kadisbud Kota Denpasar. *cr63

Komentar