nusabali

Galian Batu Longsor, 1 Tewas, 1 Luka

  • www.nusabali.com-galian-batu-longsor-1-tewas-1-luka

Korban Komang Kardiasa sempat 3,5 jam terjepit batu pilah, sebelum berhasil dievakuasi dalam kondisi patah kaki

Petaka di Desa Pacung, Buleleng


SINGARAJA, NusaBali
Tebing penggalian batu pilah di Banjar Alas Sari, Desa Pacung, Kecamatan Tejakula, Buleleng mendadak longsor menimpa dua pekerja, Minggu (3/9) sore. Akibat musibah ini, satu pekerja tewas mengenaskan di lokasi TKP, sementara satu korban lagi selamat dari maut dalam kondisi luka berat.

Musibah maut di areal penambangan batu pilah kawasan Desa Pacung ini terjadi Minggu sore sekitar pukul 15.00 Wita. Saat dilakukan aktivi-tas penggalian, sebuah batu pilah besar berdiameter 5 meter mendadak roboh hingga menimpa dua pekerja yang berada di bawahnya.

Korban tewas tertimpa batu pilah longsor di kedalaman sekitar 15 meter adalah I Ketut Sutarsana, 50, pekerja asal Banjar Alas Sari, Desa Pacung. Sedangkan korban terluka, yang juga berasal dari banjar sama adalah Komang Kardiasa, 27. Korban Komang Kardiasa sempat selama 3,5 jam terjepit batu pilah longsor, sebelum akhirnya berhasil dievakuasi dalam kondisi terluka parah, bahkan patah tulang kaki kiri, kemarin petang sekitar pukul 18.30 Wita.

Saat musibah maut terjadi, korban Ketut Sutarsana dan Komang Kardiasa melakukan aktivitas penggalian di tambang batu pilah milik Komang Supriasa (juga warga sebanjar) bersama satu pekerja lainnya, Nengah Bangkit, 50, juga asal Banjar Alas Sari, Desa Pacung. Musibah tersebut terjadi seusai istirahat makan siang.

Menurut kesaksian Nengah Bangkit, dua rekannya yang tertimpa batu pilah kembali turun ke tambang gaian sekitar pukul 12.00 Wita, setelah istirahat makan siang. Korban Ketut Sutarsana dan Komang Kardiasa bertugas menggali di bawah tebing tambang batu pilah pada kedalaman 15 meter, menggunakan peralatan sederhana. Sebaliknya, saksi Nengah Bangkit kebagian tugas mengumpulkan batu pilah dari bawah dan membawanya ke atas. Untungnya, Nengah Bangkit selamat dari ter-jangan batu pilah berdiameter sekitar 5 meter.

“Tadi pas kejadian, karena ember sudah penuh diisi oleh dua teman di bawah, saya bermaksud membawanya naik ke atas. Tapi, baru tiga langkah saya bergerak naik, tiba-tiba batu besar yang ada di diatas galian roboh menimpa dua teman yang ada bawah,” kenang Nengah Bangit saat ditemui NusaBali di rumahnya yang hanya berjarak sekitar 500 meter dari lokasi TKP longsor, Minggu petang.

Menyaksikan kejadian tersebut, Nengah Bangkit pun langsung panik, dengan tubuh gemetar. Apalagi, dia melihat kedua temannya sudah terhimpit batu pilah ukuran besar. Nengah Bangkit korban Ketut Sutarsana sudah pingsan dengan badan setengah terkubur reruntuhan batu pilah.

Nengah Bangkit pun langsung berlari ke rumahnya yang berada agak jauh dari pemukiman penduduk, sembari berteriak minta tolong. Kemudian, Nengah Bangkit kembali ke lokasi TKP tambang batu pilah. Saat itu, dia mendengar suara rintihan minta tolong dari reruntuhan batu pilah. Itu adalah rintihan korban Komang Kardiasa.

“Saya dengar teriakan Kardiasa, ‘Bli-bli tulingin, tiyang nu idup (Kak, tolong ini, saya masih hidup, Red)’,” ujar Nengah Bangkit menirukan rintingan Kardiasa yang terluka parah tertimpa bau pilah.

Namun, Nengah Bangkit tidak dapat berbuat banyak, karena lokasi tambang yang sangat terjal. Beberapa lama kemudian, barulah warga berdatangan ke lokasi. Disusul kemudian kedatangan petugas kepolisian, aparat TNI, petugas medis, Basarnas Pos Buleleng, hingga petugas Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Buleleng.

Petugas gabungan dibantu warga setempat berupaya mengevakuasi kedua korban dari reruntuhan batu pilah. Evakuasi dilakukan dengan sangat hati-hati, mengingat beberapa bagian tebing batu pilah di tambang galian sedalam 15 meter dalam kondisi labil. Jajaran Polsek Tejakula pun terpaksa memasang police line dan dua tali tambang di lokasi TKP, untuk membatasi aktivitas warga yang ingin menyaksikan proses evakuasi.

Sebelum berhasil dievakuasi, korban Komang Kardiasa juga sempat ditolong dengan alat pernapasan yang dipasangkan langsung oleh petugas Puskesmas Tejakula II. Hingga akhirnya Komang Kardiasa berhasil dievakuasi dari reruntuhan batu pilah di kedalaman 15 meter, kemarin petang pukul 18.30 Wita, setelah sempat 3,5 jam terhimpit batu. Korban yang dalam kondisi luka berat dengan patah kaki kiri lang-sung dilarikan ke RSUD Buleleng di Singaraja

Sebaliknya, korban Ketut Sutarsana tidak tertolong dan langsung tewas mengenaskan di lokasi TKP tambang batu pilah. Hingga tadi malam pukul 19.00 Wita, upaya dievakuasi jasad korban tewas masih terus dilakukan petugas gabungan bersama warga setempat.

Menurut saksi Nengah Bangkit, tambang batu pilah itu sudah digarap bersama dengan dua rekannya yang tertimpa longsoran sejak setahun lalu. Mereka biasa turun menambang batu pilah sejak pagi pukul 08.00 Wita hingga sore sekitar pukul 16.00 Wita. “Sebelum peristiwa, sama sekali tidak ada tanda-tanda batu besar akan runtuh. Tidak pula sempat ada bunyi dan getaran sebelumnya,” cerita Nengah Bangkit.

Informasi lain menyebutkan, tambang batu pilah di mana terjadi longsor maut ini berada di atas lahan seluas 2 hektare milik keluarga Ketut Mandra, juga asal Desa Pacung, Kecamatan Tejakula, Buleleng. Lahan tersebut kemudian dikontrakkan kepada Komang Supriasa, juga warga sekampung. Nah, Komang Supriasa kemudian mempekerjakan tiga orang, termasuk korban Ketut Sutarsana dan Komang Kardiasa untuk menambang batu pilah. Setiap hari, mereka bekerja menggunakan sen-jata linggis, betel, dan palu.

Sementara itu, Kadis Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Buleleng, Ketut Suparta Wijaya, mengaku masalah Galian C dan pertambangan, termasuk penggalian batu pilah di Desa Pacung, sudah menjadi kewenangan Pemprov Bali sejak terbitnya Undang-undang 23 Tahun 2014. Disinggung izin pertambangan yang pernah dikeluarkan PUPR Buleleng untuk galian batu pilah di Desa Pacung, Suparta Wijaya mengaku tidak ingat.

“Kalau sembelum kewenangan ada di provinsi, saya kurang tahu apa pernah terbitkan izin untuk galian batu pilah itu atau tidak. Sebab, aktivitas penggalian itu kan sudah cukup lama,” tandas Suparta Wijaya saat dikonfirmasi NusaBali secara terpisah di Singaraja, tadi malam.

Di sisi lain, Ketua DPRD Buleleng Gede Supriatna tetap berharap ada pengawasan terhadap seluruh galian C yang ada di wilayah Gumi Panji Sakti. Pengawasan itu diperlukan tidak sebatas masalah pelanggaran izin, tapi juga mengupayakan keselamatan pekerja.

“Soal menutup (aktivityas penambangan batu pilah di Desa Pacung, Red) mungkin tidak bisa, apalagi di situ pekerjanya adalah warga setempat yang menjadikannya mata pencaharian. Tpi, kita berharap ada pengawasan mengenai keselamatan pekerja. Warga juga harus tetap memperhitungkan tingkat risiko,” ujar politisi PDIP asal Desa/Kecamatan Tejakula, Buleleng ini tadi malam. *k23,k19

Komentar