nusabali

Saraswati Bukan Hari Raya Tapi Hari Suci, Apa Bedanya?

  • www.nusabali.com-saraswati-bukan-hari-raya-tapi-hari-suci-apa-bedanya

GIANYAR, NusaBali.com – Saniscara Umanis Watugunung adalah hari yang diyakini sebagai turunnya ilmu pengetahuan. Hari yang datang setiap 210 hari sekali ini bukanlah hari raya melainkan hari suci. Apa bedanya?

Ida Pandita Mpu Jaya Acharyananda dalam sebuah dharma wacana di Istana Kepresidenan Tampaksiring beberapa waktu lalu menjelaskan, dalam agama Hindu dikenal dua macam hari.

Dua macam hari itu adalah perayaan dan brata. Hari-hari tertentu dalam agama Hindu yang dirayakan disebut hari raya dan biasanya bersifat festival. Sedangkan brata adalah hari yang disucikan di mana fokus utamanya adalah tatwanya.

“Di dalam agama Hindu itu ada perayaan, ada brata. Misalnya Saraswati, Siwaratri, Nyepi adalah kategori brata,” jelas Ida Pandita.

Sementara momen seperti Galungan, dikatakan sulinggih yang juga akademisi ini, merupakan pesta kemenangan dharma atas adharma. Oleh karena itu, ada perayaan yang meriah dan bersifat festival sehingga disebut hari raya.

“Saya lebih setuju menyebut hari Saraswati bukan sebagai hari raya tetapi hari suci,” tegas sulinggih dari Griya Mumbul Sari Serongga, Gianyar.

Sementara itu, apabila ditarik dari kisah Watugunung, Hari Suci Saraswati merupakan rangkaian akhir dari sebuah kisah perjalanan Watugunung. Sosok sakti mandraguna namun ‘bodoh’ yang merupakan putra dari Dewi Sintakasih dan Dang Hyang Kulagiri di Kundadwipa.

Ida Pandita menuturkan, agama Hindu dapat pula disebut sebagai story religion atau secara dangkal diartikan agama cerita. Jika dilihat lebih jauh, cerita atau kisah yang kaya dalam sastra Hindu adalah jembatan memahami tatwa agama.

Untuk itu, kisah-kisah ini hendaknya dipelajari inti sarinya sehingga kisah yang bersifat mitos dapat dijadikan etos. Mitos atau mitologi yang dipahami sehingga menjadi etos adalah modal awal memahami tatwa.

“Apa sih mitologi kebenaran tentang Watugunung? Karena rentetan Saraswati tidak hadir begitu saja. Ada kegiatan-kegiatan tertentu yang hadir sebelum hari Saraswati,” buka akademisi UHN I Gusti Bagus Sugriwa.

Hari pertama wuku Watugunung yakni Redite Kajeng Kliwon Pamelastali adalah hari di mana Watugunung runtuh atau dikalahkan oleh jelmaan Dewa Wisnu. Sebelumnya Watugunung sudah menaklukkan 27 wilayah yang dipimpin oleh Ukir hingga Dukut.

Satu wilayah lagi yang ditaklukkan oleh Watugunung adalah Kundadwipa yang dipimpin sang ibu dan ibu tirinya Dewi Sanjiwartia karena sang ayah tidak kunjung pulang dari pertapaan. Bahkan Watugunung hampir menikahi sang ibu karena tidak mengenali Dewi Sintakasih yang awet muda.

Soma Umanis adalah hari kedua wuku Watugunung. Hari ini adalah hari di mana Watugunung sudah menjadi mayat atau watang setelah runtuh sehingga Soma Umanis Watugunung juga disebut candung watang.

Kemudian di hari ketiga yakni Anggara Pahing adalah hari di mana candung watang diseret oleh jelmaan Dewa Wisnu. Maka tidak heran, Anggara Pahing Watugunung disebut pula paid-paidan yang mana ‘paid’ sendiri bermakna menyeret.

“Kemudian hari Rabu (Buda) adalah Buda Urip, hari Kamis (Wraspati) itu panegtegan, hari ini (Jumat/Sukra) adalah pangredanan dan esok (Sabtu/Saniscara) adalah Hari Suci Saraswati,” tutur Ida Pandita.

Buda Pon Watugunung, candung watang dihidupkan kembali oleh Bhagawan Budha atas izin Dewa Wisnu. Hari ini dikenal pula sebagai Buda Urip. Di hari berikutnya, selayaknya orang yang baru bangun, Watugunung mategtegan (diam sejenak setelah bangun tidur). Oleh karena itu, Wraspati Wage Watugunung disebut pula panegtegan.

Setelah hidup kembali, Watugunung yang sakti namun tidak bisa mawiweka (membedakan benar dan salah) karena dikuasai ‘kebodohan’ mengingat kembali perbuatannya. Sukra Kliwon Watugunung ini pula disebut hari pangredanan. Di mana Watugunung memohon pengampunan.

Baru kemudian pada Saniscara Umanis Watugunung, diturunkan ilmu pengetahuan yang mampu memberantas kebodohan dan memberikan pencerahan kepada umat manusia. Oleh karena itu, hari Saraswati adalah hari mabrata, menghindarkan diri dari perbuatan ‘kebodohan’ sehingga disebut hari suci bukan hari raya. *rat

Komentar