nusabali

Tradisi Mengarak Sokok dari Pegayaman dan Sampi Gerumbungan asal Kaliasem

Usulan Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) Nasional dari Kabupaten Buleleng Tahun 2023

  • www.nusabali.com-tradisi-mengarak-sokok-dari-pegayaman-dan-sampi-gerumbungan-asal-kaliasem

Dinas Kebudayaan terus melakukan penggalian ke desa-desa yang ada di Buleleng terkait keberadaan tradisi khas yang dilakonkan di daerah tersebut.

SINGARAJA, NusaBali

Dinas Kebudayaan (Disbud) Kabupaten Buleleng tahun ini kembali mengusulkan dua tradisi untuk ditetapkan menjadi Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) Nasional. Kedua tradisi tersebut adalah Tradisi Mengarak Sokok di Desa Pegayaman, Kecamatan Sukasada dan Tradisi Sampi Gerumbungan di Desa Kaliasem, Kecamatan Banjar, Buleleng.

Kepala Dinas Kebudayaan Buleleng I Nyoman Wisandika, Selasa (4/4) mengatakan pengusulan WBTB ini diupayakan Pemkab Buleleng setiap tahunnya. Usulan ini pun dikirimkan melalui Pemprov Bali. Sebenarnya tahun ini Disbud Buleleng mengusulkan 3 tradisi. Namun yang lolos pemberkasan hanya dua. Satu lainnya, yakni Tradisi Meamuk-amukan di Desa Padangbulia, Kecamatan Sukasada, Buleleng, masih menunggu perbaikan narasi.

“WBTB yang diterbitkan Kemendikbud ini tujuannya untuk pencatatan dokumentasi selain juga perlindungan atas tradisi yang sudah dilaksanakan secara turun temurun. Penetapan ini juga sekaligus menjaminkan kelestariannya,” ucap Wisandika. Setelah pengusulan berkas dinyatakan lengkap, Dinas Kebudayaan Buleleng kini menunggu sidang tim WBTB pusat. “Mudah-mudahan segera bisa disidangkan dan tahun ini bisa ditetapkan,” imbuh dia.

Jika dua usulan ini bisa ditetapkan, maka total Buleleng sudah memiliki 14 tradisi, seni dan budaya yang telah diakui dan ditetapkan sebagai WBTB nasional. Menurut Wisandika, Dinas Kebudayaan terus melakukan penggalian ke desa-desa yang ada di Buleleng terkait keberadaan tradisi khas yang dilakonkan di daerah tersebut.

Sementara itu tradisi sampi gerumbungan di Buleleng memang berkembang di beberapa wilayah. Namun sampai saat ini terpusat dan masih eksis di Desa Kaliasem, Kecamatan Banjar, Buleleng. Tradisi unik ini diperkirakan dimulai sejak tahun 1923 silam. Tradisi Sampi Gerumbungan ini diinisiasi petani saat membajak sawah menggunakan alat tradisional yang bernama tenggala atau lampit yang ditarik dua ekor sapi. Dari aktivitas membajak sawah ini, petani mulai berkreasi. Salah satunya melatih cara berjalan dan berlari sapi dengan cantik.

Tontonan sampi gerumbungan awalnya hanya dinikmati petani, usai panen sebagai wujud syukur kepada Tuhan. Seiring berjalannya waktu aktivitas membajak sawah ini menjadi seni tontonan menarik dan hiburan masyarakat pada masa itu. Sehingga saat ditampilkan sebagai tontonan, sapi-sapi ini dihias dengan pernak pernik untuk menambah keindahan. Sejak tahun 1986 tradisi sampi gerumbungan tumbuh menjadi atraksi budaya yang menghibur wisatawan di kawasan Lovina Buleleng.

Sedangkan Tradisi Mengarak Sokok, merupakan tradisi Umat Muslim di Desa Pegayaman, kecamatan Sukasada, Buleleng. Tradisi ini dilaksanakan setiap tahunnya setiap peringatan Maulid Nabi yang jatuh pada 12 Rabiul Awal.

Masyarakat Pegayaman dirantau pun biasanya lebih mementingkan untuk pulang di hari raya Maulid dibandingkan dengan hari raya lainnya. Sebelum masuk ke peringatan Maulid Nabi, terdapat satu tradisi di hari Rabu terakhir di bulan shafar, yaitu membuat ketupat di masing-masing rumah sebagai simbol keselamatan keluarga. Setelah membuat ketupat mereka pergi mandi ke sungai atau ke mata air bersama keluarga. Tradisi ini dilaksanakan pada sore hari setelah makan siang. Usai mandi dan menikmati ketupat kembali ke rumah masing-masing. Tradisi shafar ini dipercaya oleh masyarakat untuk menghilangkan penyakit.

Sokok yang dibuat ada 3 jenis yaitu sokok base/sosok pajegan, sokok taluh (telur) dan sokok kreasi. Bagian uniknya ada pada sokok base. Dasar dari sokok menggunakan dulang (wadah upakara umat Hindu) sebagai alas. Komponen wajib yang ada di sokok base. Sokok dibuat oleh perorangan. Saat Mauludan sekitar 30 sokok diarak oleh Sekaa (kelompok) Hadrah untuk dibawa ke masjid. Setelah Shalat Maghrib dan membaca Al Barzanji sokok akan dibagikan kepada masyarakat.

Keberadaan Tradisi Mengarak Sokok menunjukkan adanya akulturasi budaya antara Agama Islam dan Hindu Bali. Semangat toleransi dan kebersamaan sangat jelas terlihat pada prosesi pembuatan dan pengarakan sokok. *k23

Komentar