nusabali

Festival Dresta Lango, 10 Ogoh-Ogoh Terbaik se-Badung Diadu Lagi

GWK Dipadati 5.000 Penonton

  • www.nusabali.com-festival-dresta-lango-10-ogoh-ogoh-terbaik-se-badung-diadu-lagi
  • www.nusabali.com-festival-dresta-lango-10-ogoh-ogoh-terbaik-se-badung-diadu-lagi
  • www.nusabali.com-festival-dresta-lango-10-ogoh-ogoh-terbaik-se-badung-diadu-lagi

MANGUPURA, NusaBali.com – Sebanyak 10 ogoh-ogoh terbaik se-Kabupaten Badung kembali diadu untuk mencari yang terbaik lagi dalam gelaran ‘Festival Dresta Lango’ Ogoh-ogoh Spektakuler di Lotus Pond, Garuda Wisnu Kencana (GWK) Cultural Park pada Minggu (26/3/2023) malam.

Sepuluh ogoh-ogoh terbaik itu berasal dari ST Eka Karma Banjar Pemaron Kuta, ST Tunas Remaja Banjar Umahanyar Desa Penarungan Mengwi, ST Putra Tunggal Banjar Belulang Desa Kapal Mengwi, ST Jaladi Kusuma Yowana Banjar Terora Desa Adat Bualu Kuta Selatan, ST Dharma Pertiwi Banjar Kauh Pecatu Kuta Selatan.

Selanjutnya, ST Bhakti Karya Banjar Badung Munggu Mengwi, ST Bhakti Asih Banjar Teba Desa Adat Jimbaran Kuta Selatan, ST Dipa Bhuana Canthi Banjar Basangkasa Kerobokan Kuta Utara, ST Eka Putra Banjar Badung Lukluk Mengwi, ST. Widya Dharma Banjar Tengah Pecatu Kuta Selatan.

Best of The Best ini diambil dari tiga besar dari tujuh zona Lomba Ogoh-Ogoh se-Kabupaten Badung. Nah dari total 21 terbaik itulah disaring kembali oleh Dinas Kebudayaan Kabupaten Badung untuk menentukan 10 ogoh-ogoh terbaik, sebelum ditampilkan di GWK.

Setelah melalui penjurian, akhirnya Juara I dengan total nilai 281 diraih oleh Sekaa Teruna Widya Dharma, Banjar Tengah, Pecatu, Kuta Selatan. Juara II dengan total nilai 274 diraih oleh Sekaa Teruna Tunas Remaja, Banjar Umahanyar, Desa Penarungan, Mengwi.

Selanjutnya, Juara III dengan total nilai 263 diraih oleh Sekaa Teruna Dipa Bhuana Chanti Banjar Basangkasa, Kerobokan, Kuta Utara. Terakhir, Juara Favorit diraih oleh ST. Eka Karma, Banjar Pemaron, Kuta yakni sebanyak 1.231 voting yang masuk.

Untuk menentukan siapa terbaik, setiap perwakilan hanya diberikan jatah 10 menit untuk tampil. Penentuan pemenang lomba yang dimulai sejak pukul 18.45 Wita ini berdasarkan fragmentari ogoh-ogoh

Tahun ini, GWK Cultural Park berkolaborasi dengan Dinas Kebudayaan Pemerintah Kabupaten Badung untuk menggaungkan semangat pelestarian budaya khususnya di Kabupaten Badung.

Tak ayal, antusiasme para pendukung dari masing-masing banjar pun membludak. Bahkan digadang-gadang ribuan tiket terjual habis dalam satu hari.Untuk diketahui tiket GWK dibanderol Rp 75.000 per lembar.

Direktur Operasional GWK Cultural Park, Stefanus Yonathan Astayasa menerangkan pada bulan puasa kali ini tingkat kunjungan di GWK tergolong rendah hanya mencapai 2.000 per hari. Namun dengan adanya event ini memberikan dampak sangat luar biasa dengan peningkatan pengunjung sebanyak dua kali lipat.

“Kami sudah mendata, untuk event ini terjual 5.000 tiket. Jadi kapasitasnya memang lebih dari itu. Hanya saja kami menyiapkan gelang dan keperluan untuk menangani audiens 5.000 orang dan itu terjual semua. Ini di luar harapan kami,” beber Stefanus saat ditemui seusai acara pada Minggu (26/3/2023) malam.

Lebih lanjut ia menjelaskan, gelaran ini merupakan komitmen GWK Cultural Park untuk menyajikan pengalaman wisata budaya Bali sesungguhnya. Tahun ini, festival digelar sebulan penuh dengan tiga agenda acara utama.

Pertama, Lomba dan Pagelaran Ogoh-ogoh Terbaik se-Kabupaten Badung pada Minggu (26/3/2023) malam dan akan berlanjut  pameran ogoh-ogoh hingga Minggu (23/4/2023) mendatang.

Setelah perlombaan ini usai, Stefanus pun menerangkan 10 ogoh-ogoh terbaik ini akan tetap dipajang di halaman Lotus Pond untuk dipertontonkan ke wisatawan. Sehingga, hal ini akan menjadi salah satu daya tarik tersendiri bagi wisatawan untuk mengenal lebih dalam budaya Bali.

Soal pendanaan, ia menerangkan telah memberikan dana motivasi kepada para sekaa teruna. Hanya saja nominal dana tersebut tidak bisa ia beberkan, namun pihaknya telah berkoordinasi kepada pemerintah dan para sekaa teruna soal nominal yang diberikan.

Memang berbeda dari gelaran parade ogoh-ogoh yang biasanya diselenggarakan sebelum hari raya Nyepi, Stefanus menerangkan gelaran yang dimulai setelah hari raya Nyepi ini dilakukan untuk memberikan memberikan wawasan kepada wisatawan lokal hingga mancanegara soal budaya Bali.

“Pengarakan ogoh-ogoh biasanya memang dilakukan saat pangerupukan atau satu hari sebelum Nyepi, namun kami di sini (GWK) tutup. Buka kembali saat setelah hari raya Nyepi, maka dari itu kami melaksanakannya setelah Nyepi sekaligus ingin memperkenalkan budaya Bali kepada wisatawan,” terang dia.

Dilihat dari pantauan NusaBali.com, tak hanya dipadati oleh wisatawan lokal dan para pendukung dari setiap banjar saja, namun wisatawan asing pun ikut berkecimpung pada pagelaran ini.

Mereka setia menonton gelaran ini sampai akhir sekitar pukul 22.00 Wita dan tak lupa mereka mengambil handphone untuk mengabadikan momen berfoto bersama 10 ogoh-ogoh terbaik se-Badung itu.

“Harapannya tahun depan kami akan kembali berkolaborasi rutin dengan Pemerintah Kabupaten Badung. Sudah ada diskusi dengan pemerintah, saya sudah bisik-bisik dengan Sekda Badung, tahun depan harus lebih heboh. Beliau juga menanggapinya positif, semoga saja terjadi dan dengan peserta dua kali lipat dari sekarang,” harap Stefanus.

Dalam kesempatan yang sama, Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Badung, I Wayan Adi Arnawa memberikan apresiasi atas terselenggarakan gelaran spektakuler di GWK Culture Park ini. Sebutnya, hal ini menunjukkan semangat untuk melestarikan budaya Bali khususnya ogoh-ogoh.

“Saya melihat dari kehadiran para hadirin semua, ternyata dari tiket yang diberikan oleh pihak GWK habis terjual. Ini benar menunjukkan bahwa masyarakat Bali sangat peduli akan kearifan lokalnya,” tutur Adi Arnawa.

Oleh sebab itu, lanjut dia, dirinya sangat menyambut baik dan akan terus mendukung agar event seperti ini tetap dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten Badung.

“Saya atas nama pemerintah mengucapkan terima kasih kepada GWK yang sudah menyiapkan wadah untuk tempat menampilkan performa dari ogoh-ogoh yang bisa kami saksikan. Seiringnya waktu, semoga gelaran ini bisa terus berjalan dengan baik,” tandasnya.

Dikonfirmasi secara terpisah, salah satu wisatawan lokal asal Bekasi, Deiby Christien, 40, menerangkan sangat tertarik dengan adanya gelaran budaya di GWK. Bahkan beber dia ini merupakan pengalaman pertamanya bisa melihat ogoh-ogoh secara langsung.

“Kebetulan saya belum pernah punya pengalaman menonton ogoh-ogoh dan ini menarik banget bisa melihat karya anak-anak Bali membuat ogoh-ogoh yang luar biasa. Saya lihat detail ogoh-ogohnya sangat susah. Gelaran ini juga sekaligus bisa mengenalkan budaya Bali kepada orang luar Bali seperti saya,” ungkap dia dengan semringah.

Bersama kedua anaknya, Deiby menuturkan tak segan berfoto hingga merekam ogoh-ogoh untuk dijadikan momen kenangan-kenangan baginya.

“Sudah dapat ambil video dan foto-foto, semoga ke depannya jika ada waktu dan ada kesempatan pasti akan ke sini lagi,” pungkasnya. *ris
 


  

Komentar