nusabali

Sosok Viral di Balik Narasi 'Ngelur' Parade Ogoh-ogoh Desa Adat Kota Tabanan

Suka Dunia Pedalangan sejak Kecil, Disebut Membawa 'Bekal' Peti Wayang saat Lahir

  • www.nusabali.com-sosok-viral-di-balik-narasi-ngelur-parade-ogoh-ogoh-desa-adat-kota-tabanan
  • www.nusabali.com-sosok-viral-di-balik-narasi-ngelur-parade-ogoh-ogoh-desa-adat-kota-tabanan

TABANAN, NusaBali.com – Masih ingat sosok yang begitu apik membawakan narasi berbahasa Kawi pada saat parade ogoh-ogoh di Desa Adat Kota Tabanan? Sampai-sampai, video berdurasi sekitar 44 detik itu tular di jagat maya pasca Hari Suci Nyepi Tahun Baru Saka 1945.

Sosok pemuda di balik video viral itu adalah I Gusti Agung Bayu Senopati, 19, anggota ST Eka Budhi dari Banjar Tegal Belodan, Desa Dauh Peken, Kota Tabanan. Pada Selasa (21/3/2023) malam itu, Gung Bayu mendapat kesempatan menjadi narator ogoh-ogoh bertajuk Samara Wisaya yang berkisah penculikan Dewi Sita oleh Rahwana.

“Itu pertama kalinya saya menjadi narator ogoh-ogoh bersama seorang senior yang sebenarnya dialah yang membimbing saya. Dan sangat terkejut bisa seviral sekarang,” sebut Gung Bayu ketika dijumpai di kediamannya pada Minggu (26/3/2023) sore.

Tularnya video Gung Bayu menarasikan parade ogoh-ogoh itu berawal ketika ia mengunggah cuplikannya ke TikTok pada malam itu juga. Kemudian, Gung Bayu mengunggah ulang cuplikan video itu ke Facebook. Lantas, ada komentar dari seorang public figure Bali yakni Jun Bintang.

“Bli Jun bilang katanya Beliau mau ketemu saya dan meminta nomor. Beliau juga minta cuplikan lengkapnya untuk bisa diunggah. Mulai lagi cuplikan itu naik dan diunggah ulang oleh beberapa akun hiburan. Sekarang di TikTok sudah sekitar 1 juta views dan lebih dari 70 ribu likes,” ungkap Gung Bayu.

Usai dikirimi pesan oleh Jun Bintang, sampai-sampai Gung Bayu muncul di salah satu program YouTube channel musisi Pulau Dewata itu yakni Ngopling atau Ngopi Keliling. Semacam program berformat talkshow yang dipadukan dengan nuansa podcast.

Saat ini, putra kedua dari pasangan I Gusti Agung Putu Jaya Windu dan Ni Luh Nengah Suparyanti ini adalah mahasiswa semester empat Seni Pedalangan, Fakultas Seni Pertunjukan, ISI Denpasar. Namun, ketertarikannya terhadap dunia pedalangan sudah bermula sejak masih duduk di bangku sekolah dasar.

Kata Gung Bayu, orangtuanya sudah ‘mencekoki’ seni pedalangan dan wayang saat ia masih sangat belia. Mulai dari koleksi kaset rekaman pertunjukan wayang era 2006-2008 hingga sering diajak ke pertunjukan wayang menjadi awal koneksinya dengan dunia pedalangan.

Gung Bayu sudah mempelajari vokal pedalangan sejak duduk di bangku kelas dua di SMAN 2 Tabanan. Barulah saat kelas tiga SMA atau sekitar tahun 2019, ia memberanikan diri menyeriusi pedalangan hingga berhasil pentas pertama kalinya pada tahun 2021 silam di Pura Bedugul, Desa Dauh Peken.

Ketertarikan adik dari I Gusti Agung Raditya Pasupati Winangun dan kakak dari I Gusti Agung Ayu Narendra Putri ini terhadap dunia pedalangan ternyata sudah digariskan takdir. Keluarga besar Gung Bayu yang berakar dari Jero Lod Carik memiliki darah dalang secara turun temurun.

Sayangnya, trah dalang ini sempat terhenti di kakek sepupu Gung Bayu yakni I Gusti Wayan Jebos atau Dalang Tegal. Sedangkan generasi sepantar ayah dari lulusan SMPN 2 Tabanan ini tidak satu pun menekuni seni pedalangan sebagaimana para leluhur mereka.

“Akhirnya keberlanjutan dalang kembali bersambung di generasi saya oleh saya sendiri. Karena sebelum-sebelumnya, kalau sudah mencari dalang di daerah sini pasti sudah keluarga saya yang dituju,” ujar pemuda yang memelihara rambut.

Sementara itu, I Gusti Agung Putu Jaya Windu, ayahanda Gung Bayu menuturkan bahwa terputusnya darah pedalangan di keluarganya dapat dikatakan seperti dijawab oleh kelahiran putra keduanya itu. Sebab, pada saat matuun (berkonsultasi secara spiritual), Gung Bayu disebut lahir dalam kondisi membawa ‘bekal’ sebuah peti.

“Awalnya bingung yang dimaksud peti ini apa. Ternyata merujuk kepada peti wayang kuno yang memang ada di rumah dan diwariskan turun temurun,” tutur Gung Putu ketika dijumpai dalam kesempatan yang sama.

Foto: Peti wayang warisan keluarga Gung Bayu. -NGURAH RATNADI

Peti wayang yang berisi 180 lembar wayang Ramayana dan Mahabharata ini sampai sekarang masih tersimpan di atas bale gede di kediaman Gung Bayu. Ada pula empat buah gender wayang, sepasang kendang, blencong (damar), dan klir (layar) yang biasa digunakan untuk mementaskan wayang tradisi.

Modal selama beberapa tahun menyeriusi pedalangan dan juga garisan takdir inilah yang menjadi amunisi Gung Bayu saat menampilkan ucap-ucapan pada parade pangrupukan. Kata Gung Bayu, ucap-ucapan itu adalah bagian dari seni pedalangan yang disebut panyacah.

“Panyacah ini berbahasa Kawi dan biasanya digunakan untuk memulai atau mengenalkan sebuah cerita dalam pertunjukan wayang tradisi. Bisa juga menceritakan latar kisah ataupun dialog tokoh apabila ditampilkan sebagai pengantar parade,” jelas Gung Bayu.

Panyacah yang dibawakan oleh pemuda kelahiran Tabanan, 28 Juli 2003 silam ini terinspirasi dari panyacah Almarhum Ida Bagus Ngurah atau Dalang Buduk dari Griya Batan Poh, Desa Buduk, Kecamatan Mengwi, Badung. Konten dalam panyacah diambil dari kanda ketiga Ramayana yakni Aranyakanda.

Kanda ini berisi kisah Dewi Sita yang dikelabui dan diculik Rahwana namun dijegal Jatayu. Bab Ramayana ini diambil sebagai dasar panyacah lantaran menjadi dasar sastra ogoh-ogoh Samara Wisaya yang juga sempat viral karena kecantikan figur Dewi Sita terlihat nyata.

“Panyacah dalam parade itu isinya permohonan izin untuk mengarak ogoh-ogoh, kemudian menceritakan sepenggal kisah Aranyakanda, dan ada juga dialog tokoh dalam cerita. Saya juga sisipkan di akhir soal pacaruan Tilem Kasanga dan mempersilakan para bhutakala untuk ‘menyantap’ suguhan yang sudah dihidangkan,” imbuh Gung Bayu.

Sebagai pemuda yang masih tergolong belia, Gung Bayu berharap bisa berkontribusi dalam menjaga seni dan budaya Pulau Dewata. Atas viralnya video panyacah darinya, yowana Jero Lod Carik Tabanan ini berharap masyarakat mengenal bagian dari seni pedalangan dan tertarik untuk mempelajarinya. *rat

Komentar