nusabali

Desa Adat Jimbaran Kembali Gelar Tradisi Magegobog, Digelar Sehari Sebelum Nyepi

  • www.nusabali.com-desa-adat-jimbaran-kembali-gelar-tradisi-magegobog-digelar-sehari-sebelum-nyepi
  • www.nusabali.com-desa-adat-jimbaran-kembali-gelar-tradisi-magegobog-digelar-sehari-sebelum-nyepi
  • www.nusabali.com-desa-adat-jimbaran-kembali-gelar-tradisi-magegobog-digelar-sehari-sebelum-nyepi

MANGUPURA, NusaBali,com – Tradisi Magegobog yang telah lama hilang kini kembali dibangkitkan dengan mengajak para sabha yowana atau sekaa teruna (ST). Tradisi ini kembali dibangkitkan oleh masyarakat Desa Adat Jimbaran saat pangerupukan atau sehari sebelum Hari Raya Nyepi.

Bandesa Adat Jimbaran, I Gusti Made Rai Dirga menerangkan tradisi ini terakhir dilaksanakan sekitar tahun 1977, sebelum munculnya istilah Pangerupukan. Namun, pihaknya kali ini ingin terus melaksanakan tradisi Magegobog karena merupakan warisan turun menurun yang adiluhung.

“Semasa saya kecil masih dilaksanakan sekitar tahun 1977, tetapi sudah ada arahan dari pemerintah agar sebutannya menjadi ngerupuk. Tetapi tentu saat itu tidak ada yang ingin berdebat dengan persoalan keagamaan. Sekarang, kami ingin tradisi ini kembali lagi,” terang Dirga saat ditemui di Banjar Taman Griya, Kuta Selatan, Badung, Bali pada Sabtu (18/3/2023) malam.

Ia turut menerangkan alasan di Desa Adat Jimbaran menggunakan istilah Magegobog sebab karena istilah Pangerupukan asal katanya dari Ngerupuk. Di Desa Adat Jimbaran, Ngerupuk memiliki makna Nyeruduk membabi buta. Sedangkan Magegobog merupakan warisan tetua mereka di Jimbaran yang sudah dilaksanakan turun-temurun sejak dulu.

Sehingga ia ingin, tradisi ini kembali diangkat dengan mengajak para sekaa teruna yang terbagi menjadi tiga kelompok, yakni kelompok arah utara, selatan, dan timur. Mereka dibagi menjadi tiga kelompok yang menyuarakan bunyi-bunyian secara berkeliling ke arah berbeda. Selanjutnya mereka akan bertemu di satu titik, kemudian dilaksanakan seni pertunjukan yang berlokasi di catus pata Taman Griya pada Selasa (22/3/2023) sore.

Lebih jauh I Gusti Made Rai Dirga menjelaskan, pelaksanaan tradisi Magegobog, di Desa Adat Jimbaran ini dilakukan dengan menyuarakan berbagai jenis bunyi-bunyian yang jenisnya masih tradisional seperti kekepuak atau gendang, tek-tekan, dan yang lainnya.

“Sarana itu bermakna untuk menetralisir pengaruh roh jahat,” imbuhnya.


Foto: Bandesa Adat Jimbaran, I Gusti Made Rai Dirga. -RIKHA SETYA

Soal pengarakan ogoh-ogoh, hal tersebut kata Dirga akan tetap dilakukan. Hanya saja ia akan mengedepankan tradisi Magegobog ini terlebih dahulu agar kembali diketahui oleh anak muda. Sehingga penampilan tradisi ini akan ditampilkan terlebih dahulu sekitar pukul 16.00 Wita yang dilanjutkan dengan pawai ogoh-ogoh sekitar pukul 20.00 Wita berlokasi di Catus Pata Taman Griya.

Kali ini, kata dia tradisi Magegobog direkonstruksi dengan memadukan Mepadu Telu sebagai rangkaian Magegobog, di mana selain tradisi juga ada seni pertunjukan fragmentari. Dalam seni pertujukan itu akan ada semacam perang antara unsur air dengan api, kemudian unsur angin datang dan menetralisir perang itu.

“Kalau kami hanya Magegobog saja tentu kurang menarik. Kreativitas mereka tentu tidak berkembang sehingga dikombinasikan dengan gerak tari dan lagu-lagu,” paparnya.

Terkait pelestarian budaya, pihaknya sempat didatangi profesor dari Universitas Tarumanegara. Yang mana, disampaikan adanya kekhawatiran bahwa budaya Bali yang seperti ini, yang dianggap 'mahal' berbiaya dan lain sebagainya, dikhawatirkan, akan sulit dilanjutkan oleh generasi selanjutnya.

“Kami tentunya berharap tradisi yang ada di Desa Adat Jimbaran baik tahunan atau setiap saat, generasi muda dapat mengenalkan kembali dan bisa melakukannya lagi. Sehingga mereka bisa menikmati nilai positif dari sebuah tradisi yang ada,” tuturnya.

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Panitia Magegobog Padu Telu, Anak Agung Bagus Brabham Denamar menerangkan, akan ada sebanyak 138 sekaa teruna yang terlibat dalam tradisi ini. Ia juga membeberkan sebelum tampil pada hari pangerupukan, pihaknya melakukan gladi bersih terlebih dahulu.

“Gladi bersih dilakukan tidak hanya sekali karena antisipiasi perang api. Karena tahun lalu ada beberapa penonton dan sekaa teruna yang terkena percikan api sehingga tahun ini akan kami lakukan gladi terlebih dahulu, sehingga dapat meminimalisir hal-hal yang tidak diinginkan,” ungkapnya.

Ia pun menerangkan, gelaran tradisi tahun ini merupakan gelaran kali kedua dilaksanakan. Sehingga para yowana dikatakannya sangat berantusias. Walau, pada awal-awal pengumpulan para yowana kata dia sedikit, namun semakin hari para yowana mulai ramai berdatangan ke banjar dan berlatih dengan bersemangat.

“Mudah-mudahan Magegobog Padu Telu ini bisa berjalan dengan baik dan bisa menimbulkan semangat anak muda untuk mau pergi ke banjar. Sekaligus upaya untuk mengenali generasi muda tradisi di Jimbaran. Supaya tidak tradisi orang lain diketahui tetapi tradisi di Jimbaran tidak diketahui,” harapnya. *ris

Komentar