nusabali

Penetapan Tersangka Rektor Disebut Berlebihan, Rektor Unud Pertimbangkan Ajukan Praperadilan

  • www.nusabali.com-penetapan-tersangka-rektor-disebut-berlebihan-rektor-unud-pertimbangkan-ajukan-praperadilan

DENPASAR, NusaBali
Tim Kuasa Hukum Universitas Udayana (Unud) merasa penetapan tersangka Rektor Unud Prof Dr Ir I Nyoman Gde Antara MEng IPU, terlalu 'berlebihan'.

Konsolidasi internal sedang dilakukan untuk menempuh jalur praperadilan agar status tersangka Rektor Unud dapat ditinjau kembali. Dr I Nyoman Sukandia SH MHum mewakili Tim Kuasa Hukum Unud menyebut dasar penetapan tersangka Prof Antara dan tiga pegawai Unud lainnya tidaklah substansial.

"Kita akan ancang-ancang, itu kan perlu proses untuk buat surat kuasa dan lain sebagainya. Itu paling tidak perlu waktu satu minggu," ujar Sukandia ketika memberikan keterangan pers di hadapan awak media di Ruang Bangsa, Gedung Rektorat Unud, Kampus Jimbaran, Kuta Selatan, Badung, Kamis (16/3).

Ia menambahkan, pihak Unud sesungguhnya tidak paham dengan kesalahan yang dituduhkan dan menolak tegas pernyataan yang menyebut Unud telah menyelewengkan uang negara. Namun demikian, Sukandia juga mengakui masih banyak yang harus disempurnakan dalam sistem penerimaan mahasiswa baru di Unud. "Universitas Udayana membuka diri untuk memperbaiki," ujarnya.

Sukandia mengatakan, pihak Kejaksaan Tinggi Bali yang menetapkan Rektor Unud sebagai tersangka melihat bahwa terjadi pelanggaran hukum ketika penetapan besaran SPI yang mampu diberikan calon mahasiswa dilakukan pada awal masa pendaftaran. "Oleh penyidik Kejati kami dianggap salah, seharusnya setelah mendapatkan Nomor Induk Mahasiswa (NIM) baru dikumpul. Barangkali itu masih bisa diperbaiki, artinya tidak ada kesalahan fatal secara administratif, tetapi sudah ditetapkan sebagai tersangka," jelasnya.

Sangkaan lainnya yang dialamatkan ke Unud, kata Sukandia, adalah aplikasi penerimaan jalur mandiri termasuk berisi besaran SPI yang sanggup diberikan calon mahasiswa sudah bisa diakses calon mahasiswa sebelum SK Rektor mengenai penerimaan jalur mandiri diterbitkan. Sukandia beralasan bahwa pendaftaran baru hanya bisa dilakukan setelah SK Rektor terbit. Mengenai sistem yang sudah bisa diakses disebutnya memberikan kesempatan calon mahasiswa mempersiapkan diri mendaftar melalui jalur mandiri.

Berikutnya adalah dugaan adanya dana yang tidak jelas keberadaannya dalam rekening Unud sebesar Rp 1,8 miliar. Sukandia menyebut, setelah ditelusuri, ternyata terjadi kesalahan sistem akibat penggunaan aplikasi pada tahun sebelumnya. Kelebihan dana tersebut juga berasal dari mahasiswa yang atas inisiatif sendiri menyetorkan dana SPI lebih besar dari komitmen di awal pendaftaran. Sukandia mengatakan keinginan mahasiswa menyetorkan lebih besar dari komitmennya tidak bisa ditolak oleh sistem.  Atas kelebihan dana tersebut Unud juga mengaku siap mengembalikan apabila diminta kembali oleh mahasiswa yang bersangkutan. "Tidak ada yang mengalir ke kantong pribadi, sama sekali tidak ada," tambahnya.

Adanya dana menganggur Rp 105 miliar, ungkap Sukandia, juga dipermasalahkan penyidik Kejati. Dikatakannya, dana menganggur tersebut dilihat sebagai kerugian negara karena tidak direalisasikan sesuai peruntukannya, yakni untuk pembangunan infrastruktur. Sukandia mengatakan selama ini penggunaan uang negara di Unud harus transparan melewati tahapan persetujuan sampai di tingkat pusat. Jadi ia mempertanyakan alasan penyidik mempermasalahkan dana Rp 105 miliar tersebut.

Merasa tidak mendapat keadilan, Sukandia mengatakan sejauh ini Unud telah meminta bantuan hukum ke beberapa pihak salah satunya kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). "Apa boleh buat sudah kadung ditersangkakan ya kita minta perlindungan hukum. Kita bersurat ke KPK supaya kami diperiksa keuangannya. Kami juga bersurat ke BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan). Sampai saat ini tim dari KPK sedang bekerja," beber Sukandia.

Ia berharap KPK dan BPKP dapat menemukan kekeliruan yang sama pada keuangan Unud. Menurutnya berdasarkan asas restorative justice permasalahan yang apalagi sifatnya administratif semestinya dapat diselesaikan secara kekeluargaan. "Sejak ada asas restorative justice lebih mengutamakan penyelesaian, apalagi yang sifatnya administratif," tandas Sukandia.

Seperti diberitakan Rektor Universitas Udayana (Unud), Prof Dr Ir I Nyoman Gde Antara MEng IPU ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) mahasiswa baru seleksi jalur mandiri tahun akademik 2018-2022. Aspidsus Kejati Bali, Agus Eko Purnomo dalam jumpa pers yang digelar di Kejati Bali, Senin (13/3) mengatakan penetapan tersangka Prof Antara sebagai tersangka kasus korupsi SPI Unud dilakukan pada 8 Maret lalu.

"Setelah melakukan gelar perkara kami menetapkan Prof INGA (Prof Antara, Red) sebagai tersangka," jelas Aspidsus Kejati Bali, Agus Eko Purnomo. Dalam perkara ini, Prof Antara menjabat sebagai Ketua Panitia Penerimaan Mahasiswa Baru tahun 2018-2022. *cr78

Komentar