nusabali

‘Joged Porno Mati Satu Tumbuh Seribu’

  • www.nusabali.com-joged-porno-mati-satu-tumbuh-seribu

Menghapus konten video joged porno di dunia maya dinilai langkah yang menghabiskan energi.

DENPASAR, NusaBali
Pasca ditetapkan sebagai Warisan Budaya Dunia Tak Benda (WBD TB) melalui sidang ke-10 UNESCO di Windoek Nambia, Afrika Selatan, Rabu (2/12) malam lalu. keberadaan situs joged porno di dunia maya menjadi tantangan tersendiri untuk memulihkan citra tarian pergaulan ini.

Pemerintah Daerah melalui Dinas Kebudayaan Provinsi Bali pun seakan kewalahan memberantas penayangan joged porno di dunia maya. Terkendala dengan banyak prosedur, dan tentu tak semudah yang dibayangkan.

I Made Marlowe Bandem selaku kurator di Dinas Kebudayaan Provinsi Bali, dalam rapat pembentukan tim khusus pengkaji joged porno di Dinas Kebudayaan Provinsi Bali, Senin (21/12) mengatakan, banyak hal yang mesti perlu dilakukan untuk mengembalian citra positif Joged Bumbung. "Satu video bisa dihilangkan akan tetapi bisa tumbuh ribuan video-video youtube joged porno lainnya," ujarnya.

Diungkapkan, bahwa ketika melakukan pencarian di dunia maya dengan kata ‘Joged Porno’, akan muncul 4.290 hasil pencarian. Sedangkan dengan kata kunci ‘Joget Porno’ akan muncul sekitar 8.080 hasil pencarian. "Perlu diingat bahwa hasil pencarian tersebut adalah kombinasi dari

kata kunci Joged dan Joget dan Porno. Tak semuanya merujuk kepada pementasan joged yang tak senonoh itu," jelas Marlowe Bandem yang juga Wakil Ketua Widya Dharma Santhi yang menaungi STIKOM Bali.

Lanjut Marlowe, upaya pemblokiran sejatinya bisa dilakukan dengan 'flagging content' (jika isi atau materi dilaporkan tidak pantas), 'legal reporting' (melayangkan petisi) dan 'copyright intringement' (pelanggaran hak cipta).

Hanya saja kelemahan flagging content atau flagging a channel yakni dibutuhkan ribuan flagging untuk satu video dengan alasan yang jelas dan akademis untuk mendapatkan perhatian dari pihak YouTube. Ribuan flagging ini membutuhkan ribuan account YouTube/Google yang sah. "Pelibatan masyarakat dalam skala besar adalah hal yang kompleks, jumlah video yang dipermasalahkan bukan satu tapi ribuan," paparnya. Begitu juga kelemahan legal reporting, kata dia, dibutuhkan akun resmi YouTube/Google dari Pemerintah Provinsi Bali atau Dinas Kebudayaan untuk melakukan legal reporting. "Mati satu tumbuh seribu, video yang diblokir dengan mudah bisa pindah situs, berganti nama, dan bisa menjadi wacana bola liar," tandasnya. 

Untuk itu, dia juga menyarankan dan memberikan rekomendasi yakni dengan  pembuatan situs/portal budaya sembilan tari Bali yang masuk WBD UNESCO, dan juga channel YouTube yang bermaterikan kajian akademis,

Selanjutnya...

Komentar