nusabali

Juri Nilai Ogoh-Ogoh di Denpasar Barat Berkembang Pesat

  • www.nusabali.com-juri-nilai-ogoh-ogoh-di-denpasar-barat-berkembang-pesat
  • www.nusabali.com-juri-nilai-ogoh-ogoh-di-denpasar-barat-berkembang-pesat
  • www.nusabali.com-juri-nilai-ogoh-ogoh-di-denpasar-barat-berkembang-pesat
  • www.nusabali.com-juri-nilai-ogoh-ogoh-di-denpasar-barat-berkembang-pesat

DENPASAR, NusaBali.com - Ratusan ogoh-ogoh di Kota Denpasar dinilai serempak pada Kamis (9/3/2023), tidak terkecuali 40 ogoh-ogoh di Kecamatan Denpasar Barat.

Dari proses penilaian tersebut dewan juri menilai ogoh-ogoh di belahan barat Kota Denpasar ini berkembang pesat. Perkembangan tersebut dapat lihat baik secara kuantitas maupun kualitas.

Kata I Yande Adiana SPd MPd, 33, salah satu juri menuturkan bahwa dari segi kuantitas sudah ada peningkatan yang cukup tajam. Pada tahun 2022 silam, hanya terdapat 10 sekaa teruna yang unjuk gigi dalam kompetisi menggarap action figure raksasa tersebut sedangkan tahun ini sudah meningkat empat kali lipat.

"Denpasar Barat perkembangannya sangat luar biasa karena dari 10 peserta pada tahun lalu, sekarang menjadi 40 peserta. Apalagi persaingannya juga semakin ketat," tutur Yande ketika dijumpai di sela penjurian peserta ke-35 di Balai Banjar Balun, Kelurahan Padangsambian.

Pada saat penjurian di 40 titik tersebut, Yande dan dua juri lain yakni Dwiaga Yogiswara dan IB Alit Semara Dahana menemukan sekitar dua ogoh-ogoh belum rampung. Ungkap Yande, hal tersebut disebabkan oleh kendala teknis seperti gagal konstruksi saat memindahkan ogoh-ogoh dan problem tidak terduga lainnya.

Problem ini pun diakui oleh ST Dharma Kerti dari Banjar Balun, Kelurahan Padangsambian. Sekaa teruna yang mengusung konsep gurita raksasa ditunggangi bhutakala berbadan kepiting ini sempat mengalami kendala.

"Kami hampir batal ikut lomba karena semalam saat mengangkat ogoh-ogoh kami dari posisi tidur, konstruksi vitalnya patah," jelas Made Juniarta, 23, Wakil Ketua ST Dharma Kerti ketika dijumpai di sela penjurian.

Beruntung dengan sikap jengah dan tidak mau menyia-nyiakan perjuangan selama berbulan-bulan, ogoh-ogoh bertajuk Cetik Gringsing itu dirikan kembali malam itu juga. Berkat jiwa kegotong-royongan anggota, ogoh-ogoh setinggi lebih kurang 4,5 meter itu akhirnya bisa dinilai dengan lancar.

Foto: Yande sedang menilai karya ogoh-ogoh ST Dharma Kerti. -EBI

Meskipun demikian, Yande mengapresiasi semangat berkreasi sekaa teruna se-Denpasar Barat. Sebab, mulai muncul figur-figur bhutakala yang jarang diangkat seperti bhutakala yang bernuansa segara atau dari lautan.

"Ini sudah sejalan dengan salah satu semangat visi Pemerintahan Provinsi Bali dengan Nangun Sat Kerthi Loka Bali yaitu dari aspek Segara Kerthinya," beber Yande yang berlatar belakang Sastra Bali.

Dewan juri menganggap kemampuan penggarapan ogoh-ogoh di Denpasar kini sudah mulai merata. Apalagi hampir semua undagi ogoh-ogoh di ibukota Provinsi Bali ini memahami aspek fundamental action figure raksasa ini yaitu membawa sifat bhutakala dan berukuran besar.

Dengan pemahaman dasar yang sudah lebih dari cukup dimiliki oleh undagi ogoh-ogoh di Denpasar, kontestasinya berada pada taraf kreativitas dan inovasi. Bagaimana sifat-sifat dasar ogoh-ogoh itu dikembangkan kreatif dan inovatif oleh masing-masing sekaa teruna.

Yande menyebut berkarya seni itu sebenarnya tidak ada batasannya. Akan tetapi, dalam sebuah perlombaan, hal tersebut dibatasi kebutuhan penilaian. Misalnya teknis konstruksi, teknis rancang bangunnya, dan bahan-bahan yang digunakan mesti organik atau ramah lingkungan.

Kemudian, dilihat pula kesesuaian antara sastra atau filosofi dan sinopsisnya dengan visual yang ditunjukkan oleh sebuah karya ogoh-ogoh. Papar Yande, untuk kasus ini memang menjadi problem yang fatal apabila visual rampung sebuah ogoh-ogoh melenceng jauh dari ide cerita yang dimaksudkan.

Hal tersebut dapat mengganggu impresi dewan juri terhadap karya yang sudah dikerjakan. Namun demikian, dewan juri mengimbau bahwa yang terutama dalam kompetisi ini adalah menciptakan ruang bagi sekaa teruna untuk mengekspresikan diri lewat seni.

"Kalau dulu pakai styrofoam yang kerja mungkin satu atau dua orang. Tetapi sekarang kembali lagi menganyam jadi perlu tenaga lebih banyak sehingga mampu memberika ruang untuk meningkatkan jiwa kegotong-royongan juga," tandas Yande. *rat

Komentar