nusabali

Hari Peduli Sampah Nasional, Get Plastic Refleksi Bencana Leuwigajah Bareng Anak-anak TPA Suwung

  • www.nusabali.com-hari-peduli-sampah-nasional-get-plastic-refleksi-bencana-leuwigajah-bareng-anak-anak-tpa-suwung
  • www.nusabali.com-hari-peduli-sampah-nasional-get-plastic-refleksi-bencana-leuwigajah-bareng-anak-anak-tpa-suwung
  • www.nusabali.com-hari-peduli-sampah-nasional-get-plastic-refleksi-bencana-leuwigajah-bareng-anak-anak-tpa-suwung
  • www.nusabali.com-hari-peduli-sampah-nasional-get-plastic-refleksi-bencana-leuwigajah-bareng-anak-anak-tpa-suwung

DENPASAR, NusaBali.com – Yayasan Get Plastic Indonesia memperingati Hari Peduli Sampah Nasional pada Selasa (21/2/2023) di TPA Suwung. Peringatan kali diisi dengan refleksi bencana lingkungan dan kemanusiaan di TPA Leuwigajah pada 2005 silam.

Di hari yang sama pada 18 tahun silam, sekitar pukul 02.00 dini hari terjadi ledakan yang sangat dahsyat. Ledakan itu berasal dari tumpukan sampah setinggi 60 meter di TPA Leuwigajah, Cimahi, Jawa Barat.

Usut punya usut, ledakan itu dipicu oleh reaksi gas metana yang dihasilkan sampah organik. Sampah penghasil gas metana itu tertimbun di bawah tumpukan sampah plastik. Sampah organik yang tertumpuk sampah plastik itu membuat reaksi anaerob semakin parah.

Sebab, konsentrasi gas berada di bawah tumpukan sampah yang kedap udara dan tanpa sinar matahari. Akibatnya, ledakan dahsyat yang melenyapkan dua desa di sekitar TPA Leuwigajah itu terjadi. Ledakan itu menelan ratusan korban jiwa dan sampah mengalir membanjiri pemukiman.

Peristiwa itu adalah bencana lingkungan dan kemanusiaan yang diperingati sebagai Hari Peduli Sampah Nasional (HSPN) pada 21 Februari setiap tahun. Melihat situasi di Bali, hal semacam itu bisa saja terjadi di TPA Suwung yang saat ini masih beroperasi menerima ribuan truk sampah setiap harinya.

Sampah-sampah itu dibiarkan tidak terpilah dan ditumpuk menggunung tidak jauh dari pemukiman warga yang mirisnya juga bertahan hidup dari sumber bencana. Oleh karena itu, Get Plastic menyasar anak-anak di lingkungan TPA Suwung, Kelurahan Pedungan, Denpasar Selatan untuk merefleksi situasi ini.

Foto: Dimas Bagus Wijanarko, Pendiri Yayasan Get Plastic Indonesia. -EBI

“Ini bukan perayaan melainkan peringatan bagi kita semua bahwa permasalahan sampah plastik bukan saja di sungai. Tetapi, ada juga di TPA,” tutur pendiri Yayasan Get Plastic Indonesia, Dimas Bagus Wijanarko, 45, ketika dijumpai di sela-sela peringatan pada Selasa siang.

Jelas Dimas, peringatan HPSN sengaja menyasar anak-anak dari Rumah Singgah dan Pusat Pemberdayaan Wanita Suwung (Suwung Community Center). Sebab, pendidikan peduli sampah harus dimulai sejak dini guna membangun kebiasaan.

Meskipun demikian, anak-anak yang terdiri dari sedikitnya 40 orang itu ternyata sudah cukup melek dengan jenis sampah bahkan permasalahannya. Situasi ini antara prestasi dan ironi lantaran di tengah kesadaran mereka yang tinggi terhadap sampah akibat situasi alamiah, usia mereka terlalu belia untuk memikul risiko ulah orang yang lebih tua dari mereka.

“Mereka ini adalah anak-anak yang berada di dalam (lingkungan) TPA Suwung, sengaja kami putarkan film soal kejadian di Leuwigajah agar mereka bisa melihat dampak dari sampah ketika tidak diolah secara profesional,” ujar Dimas.

Pemutaran film itu pun berhasil membuat orangtua pendamping menitikkan air mata lantaran situasi itu sangat relevan dengan kehidupan mereka saat ini. Tidak terkecuali anak-anak juga tergugah, seperti Wahyu yang masih duduk di bangku sekolah dasar.

“Takut dan sedih. Karena banyak orang yang meninggal kena longsor sampah,” ungkap Wahyu ketika memberikan tanggapan atas pemutaran film bencana Leuwigajah di hadapan rekan-rekannya.

Selain pemutaran film, refleksi HPSN juga dilakukan dengan pengenalan tujuh jenis atau kode sampah plastik dan macam-macam produknya melalui permainan. Anak-anak dari orangtua yang berprofesi sebagai pemulung ini juga dikenalkan dengan mesin pirolisis GPM Prototype-13.

Foto: Anak-anak sedang dikenalkan kode atau jenis sampah plastik. -EBI

GPM atau Get Plastic Mechine ini merupakan mesin pengolahan sampah plastik berbagai jenis menjadi solar dan bensin dengan angka oktan mencapai 92 atau sekelas Pertamax. Anak-anak usia PAUD hingga SMP ini dikenalkan proses konversi sampah plastik menjadi bahan bakar dengan metode destilasi kering (padat-gas-cair).

Selain itu, residu dari proses destilasi kering ini yakni bubuk karbon bisa diolah menjadi kerajinan. Manfaat residu GPM itu dipamerkan kepada anak-anak melalui kegiatan menghias residu karbon menjadi suvenir.

Sementara itu, Koordinator HSPN Get Plastic, Cresentiana Grace Endo, 24, membeberkan bahwa kegiatan selama pukul 13.00-15.00 Wita itu didukung sepenuhnya oleh genset listrik berbahan bakar solar hasil GPM.

“Seluruh energi yang digunakan menyalakan speaker, proyektor, lampu, dan lain-lain berasal dari listrik yang dihasilkan oleh genset berbahan bakar solar produksi GPM,” terang Grace di sela kegiatan.

Kata perempuan kelahiran Kota Soe, NTT ini, tema yang diusung oleh Get Plastic untuk HPSN tahun ini adalah ‘Generasi Penerus Bangsa yang Peduli Sampah’. Grace berharap generasi belia ini bisa menjadi individu yang peduli dengan pengolahan sampah serta kelestarian lingkungan dan alam di sekitar mereka. *rat

Komentar