nusabali

Giliran Desa Banyupoh Diterjang Banjir Bandang

Pura Taman Tirta Sudamala Belatung Porak Poranda

  • www.nusabali.com-giliran-desa-banyupoh-diterjang-banjir-bandang

SINGARAJA, NusaBali
Bencana banjir bandang kembali terjadi di Buleleng akibat curah hujan yang tinggi. Setelah merendam puluhan rumah warga di Desa Kalibukbuk, Kecamatan/Kabupaten Buleleng, bencana yang sama menerjang Desa Banyupoh, Kecamatan Gerokgak, Buleleng, Sabtu (11/2) pukul 18.00 Wita.

Akibatnya tiga palinggih di Pura Taman Tirta Sudamala Belatung, disapu banjir. Puluhan rumah warga juga tergenang lumpur. Tiga palinggih yang rusak akibat banjir bandang, yakni Palinggih Ratu Gede, Palinggih Pengayatan Ratu Dalem Ped dan tempat meletakkan banten. Kondisi pura yang berada di hulu desa ini luluh lantak. Pura yang berlokasi di pinggir sungai ini tidak dapat terelakkan dari banjir bandang yang menyapu daratan. Tidak hanya palinggih yang rusak, 3 dari 11 sumber mata air yang ada di wilayah pura ini juga tertutup lumpur.

Pura Taman Tirta Sudamala merupakan salah satu bagian dari Pura Taman Belatung di Banjar Dinas Melanting, Desa Banyupoh. Lokasi kedua pura ini pun berdampingan. Pura Taman Tirta Sudamala didirikan pada tahun 2003 silam. Pendirian pura ini berawal dari pawisik yang didapatkan Jro Mangku Alit Sugiri,43. Saat itu dia mendapat pawisik untuk membersihkan tirta yang ada di sana.

Kebetulan Jero Mangku Alit Sugiri adalah istri almarhum Ida Mangku Anom yang dahulu ngayah sebagai jero mangku di Pura Taman Belatung. Untuk membuktikan pawisik-nya Jero Mangku Alit Sugiri pun masuk di kawasan hutan yang belum terjamah. Hanya berlokasi tidak lebih dari 500 meter dari kawasan Pura Taman Belatung.

“Saat itu tepat Tumpek Wayang, malam-malam saya ke sana awalnya sumber-sumber air ini tidak kelihatan. Namun setelah digali sedikit langsung muncul. Awalnya hanya 1, lama-lama jadi 11 mata air,” ucap Jero Mangku Alit.

Dia pun kemudian mendirikan palinggih turus lumbung untuk menstanakan Ratu Niang dan Palinggih Paraneman untuk stana seluruh Dewa-Dewi. Pura ini kemudian cepat terkenal sebagai tempat panglukatan dan nunas tamba (obat). Dari 11 sumber air yang ada, rata-rata berfungsi sama, yakni untuk pembersihan jiwa. Namun Jero Alit menyebut beberapa di antaranya bersifat khusus. Seperti sumber mata air yang berada di utama mandala pura ini hanya boleh untuk panglukatan dwijati.

Salah satu lainnya ada yang berfungsi khusus untuk menyembuhkan bebainan (penyakit niskala). Pura Taman Tirta Sudamala ini pun kemudian banyak dikenal orang. Bahkan pamedek yang tangkil untuk melukat maupun nunas tamba datang dari seluruh penjuru Indonesia. Bahkan ada pula tamu-tamu asing yang datang bertirtayatra. Perkembangan tersebut kemudian membuat pura direnovasi dan dibuatkan palinggih permanen. Ada pula palinggih lain yang ditambahkan untuk distanakan.

Lalu jelang bencana banjir bandang ini, tanda-tanda sempat dirasakan dua kali melalui mimpi. Mimpi tersebut dialami oleh anak kedua Jero Alit, yakni Dayu Kade Manik Sari,19, yang sedang magang di Denpasar. Dayu Kade Manik yang juga sering diajak ngayah di Pura Taman Tirta Sudamala, dalam mimpinya yang pertama menyaksikan seluruh pengempon dan pengayah Pura Taman Tirta Sudamala terendam di lautan. Mimpi itu mendatanginya, Kamis (9/2) lalu. Kemudian mimpi kedua menyusul pada H-1 kejadian yang menyiratkan seluruh areal pura terendam air.

“Pagi sebelum kejadian, Sabtu (11/2) anak saya telepon katanya mimpi buruk lagi dan bertanya apa arti mimpi itu. Ternyata sorenya sekitar pukul 18.00 Wita sudah terjadi bencana,” tutur Jero Alit. Kerusakan pura akibat bencana alam pun sempat menimpa Pura Taman Tirta Sudamala pada, Kamis (5/1) lalu. Total ada 4 palinggih yang mengalami kerusakan, yakni palinggih pengaruman, palinggih bebaturan, palinggih lapan banten dan atap palinggih ganesha akibat puting beliung.  

Bencana banjir bandang juga sempat terjadi pada tahun 2012 dan 2016 lalu. Saat itu banjir bandang akibat curah hujan yang tinggi juga menyapu Pura Taman Belatung dan hanya menyisakan satu patung Ganesha saja. Di sisi lain kerusakan akibat banjir bandang di Desa Banyupoh juga berdampak pada 54 rumah warga.

Terparah kerusakan rumah dialami oleh Ketut Nita,60, warga Banjar Dinas Kerta Kawat, Desa Banyupoh. Dia yang tinggal di bantaran sungai harus kehilangan dapur dan peralatannya. Air bah datang tiba-tiba dan menyapu seluruh bangunan dapur dan isinya karena lokasi paling dekat dengan sungai.

“Airnya besar sekali, saya, istri dan anak langsung lari ke kebun yang posisinya lebih tinggi. Air sungai naik sekitar 1 meter lebih, ini tumben besar begini. Saya terjebak juga, karena akses jalan dipenuhi air tidak bisa ke mana-mana,” terang Nita. Hal serupa juga diungkapkan Nengah Sumerta,65. Saat kejadian dia sedang memberi makan babi. Tiba-tiba air bah datang dari arah selatan. Hal tersebut pun membuat tembok pagar rumahnya jebol dan halaman serta rumahnya terendam banjir.

“Saya kaget pas kasih makan babi, tiba-tiba air masuk ke kebun dan langsung besar. Ada juga ranting kayu yang jumlahnya banyak, saya takut dan akhirnya lari ke jalan raya,” jelas Sumerta. Banjir kemudian baru surut sekitar pukul 20.00 Wita.

Perbekel Banyupoh, Ketut Bijaksana menjelaskan atas bencana itu ada 54 orang warganya yang terdampak bencana. Selain menggenangi rumah, air bah juga merusak sumur-sumur kelompok warga yang dimanfaatkan untuk MCK hingga irigasi. Pipa-pipa sambungan air ini banyak yang hilang terbawa banjir. “Kondisi terparah warga kami ada di Banjar Dinas Melanting dan Kerta Kawat. Kami sedang data dulu kerusakannya selanjutnya baru dilaporkan ke BPBD Buleleng untuk mendapat penanganan. Bencana ini karena curah hujan tinggi di daerah hutan wilayah hulu,” terang Perbekel Ketut Bijaksana. *k23

Komentar