nusabali

Jelang HUT Ke–15 Partai Gerindra, Sekjen Gerindra Kenang Ketum Pertama

  • www.nusabali.com-jelang-hut-ke-15-partai-gerindra-sekjen-gerindra-kenang-ketum-pertama

Partai Gerindra bertekad menjadikan Prabowo Subianto sebagai presiden RI. Hal itu sesuai impian Ketua Umum pertama Partai Gerindra, almarhum Prof Suhardi.

JAKARTA, NusaBali

Sekjen DPP Partai Gerindra Ahmad Muzani dan jajaran pengurus berziarah ke makam sekaligus bersilaturahmi ke kediaman keluarga Ketua Umum pertama Partai Gerindra, almarhum Prof Suhardi, di Jogjakarta, Minggu (5/2).

Kegiatan tersebut dalam rangkaian perayaan HUT ke-15 Partai Gerindra yang akan digelar di DPP Partai Gerindra, Senin (6/2) hari ini.

Usai silaturahmi dan ziarah, Muzani mengatakan, segenap kader Partai Gerindra di seluruh Indonesia bertekad mewujudkan impian almarhum Prof Suhardi, yaitu menjadikan Prabowo Subianto presiden pada Pilpres 2024.

“Pak Hardi membuang tenaga dan pikirannya untuk konsolidasi partai. Untuk menggalang kekuatan memenangkan Prabowo dan Gerindra. Kami punya keyakinan, Insya Allah 2024 ini Pak Prabowo presiden. Kita akan mewujudkan apa yang menjadi impian Pak Hardi selama hidupnya, apa yang menjadi impian kita semua yaitu menjadikan Prabowo presiden,” kata Muzani dalam keterangan tertulisnya.

Menurut Muzani, kebesaran Partai Gerindra seperti sekarang tak lepas dari usaha dan perjuangan Prof Suhardi semasa menjadi ketua umum. Muzani menceritakan, rumah joglo milik almarhum menjadi saksi awal pendirian Partai Gerindra. Di pendopo rumah itu, menjadi titik awal tentang gagasan, pemikiran, dan pandangan dari almarhum dalam mendirikan sebuah partai politik yakni Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra).

“Di tempat ini, Prof Suhardi memikirkan tentang bagaimana berdirinya sebuah partai. Apa namanya, apa lambangnya, apa visinya, bagaimana pandangan-pandangannya ke depan. Di tempat ini dirumuskan dan kemudian pemikiran-pemikiran itu disampaikan kepada Pak Prabowo tentang hal-hal yang sudah diputuskan Pak Hardi,” jelas Muzani.

Pria yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua MPR RI ini menyatakan, dirinya baru mengenal sosok Prof Suhardi pada tahun 2007. Ketika itu, dia sedang melakukan kunjungan bersama Prabowo di Kalimantan Timur. Di situlah mereka diberikan tugas yakni Prof Suhardi sebagai Ketua Umum, Muzani sebagai Sekjen, dan Thomas Djiwandono sebagai Bendahara.

Singkat cerita, Partai Gerindra berhasil menjadi partai politik yang resmi terdaftar di KPU. Pada Pemilu 2009, Gerindra berhasil mendapatkan 26 kursi di legislatif. Kemudian pada 2014 Gerindra mendapat 73 kursi dan pada 2019 bertambah menjadi 78 kursi di parlemen.

“Gerindra bisa begini karena beliau. Partai ini jadi besar karena beliau. Beliau tidak sempat menduduki jabatan publik, tapi beliau menanamkan dasar-dasar perjuangan partai yang membuat kita menjadi partai terbesar kedua di Indonesia. Pak Prabowo merasa sangat kehilangan atas kepergian Pak Hardi saat itu. Tapi Pak Prabowo mengatakan, perjuangan harus terus dilanjutkan meskipun Pak Hardi sudah meninggalkan kita,” tandas Muzani.

Prof Suhardi, lanjut Muzani, begitu konsisten dalam berjuang. Dia selalu mengkampanyekan antigandum, yaitu dengan mengkonsumsi makanan berupa umbi-umbian yang menjadi kekayaan alam nusantara. Karena dengan begitu bisa menghemat devisa negara, menggairahkan perekonomian rakyat, dan bisa menjaga kesehatan tubuh.

“Dulu Pak Suhardi selalu mengkampanyekan untuk tidak mengkonsumsi gandum dan menggantinya dengan umbi-umbian. Karena itu dinilai bisa menghemat devisa negara, menjaga tubuh tetap sehat, dan menggairahkan ekonomi rakyat. Mungkin dulu ucapan itu sering dipandang sebelah mata, tapi sekarang terbukti bahwa pemikiran beliau saat ini sangat relevan di tengah ancaman kelangkaan pangan dan menjadi gaya hidup sehat,” tutur Muzani.

Bagi Muzani, itulah sosok pemimpin yang betul-betul memahami tentang permasalahan-permasalahan yang akan dihadapi di masa yang akan datang. Menurut Muzani, Prof Suhardi adalah orang yang sangat mampu menerjemahkan pesan Ketua Dewan Pembina (Prabowo). Dia juga sangat konsisten dalam perjuangan.

“Kadang seorang pemimpin berbicara yang tidak relevan ketika masanya. Tapi setelah pemimpin itu tiada, maka perkataan-perkataannya itu menjadi relevan sekian tahun setelahnya. Itu terbukti dari ucapan-ucapan Bung Karno, Bung Hatta, dan pahlawan lainnya,” tegas Muzani. *k22

Komentar