nusabali

Dua Pria Perkosa Anak Keterbelakangan Mental

Seorang Pelaku adalah Residivis Kasus Kekerasan Seksual Anak

  • www.nusabali.com-dua-pria-perkosa-anak-keterbelakangan-mental

Terduga pelaku, GP, adalah residivis yang pernah melakukan kekerasan seksual terhadap anak di tahun 2014, dan divonis 5 tahun penjara.

NEGARA, NusaBali

Pihak Polres Jembrana mengamankan dua orang pria, GP, 57, dan PN, 59, yang diduga telah memperkosa seorang anak di bahwa umur di Kecamatan Melaya, Jembrana. Kedua pria ini tega memperkosa korban NLP, 16, seorang gadis dengan keterbelakangan mental yang merupakan tetangga kedua pelaku, dengan modus iming-iming dibelikan sesuatu dan melakukan pengecekan keperawanan.

Dari informasi, kasus pemerkosaan terhadap NLP yang juga merupakan anak yatim, itu dilakukan kedua pelaku di waktu berbeda. Pelaku GP diduga memperkosa korban sebanyak dua kali pada tahun 2021 lalu. Sedangkan PN juga dua kali memperkosa korban pada November 2022 lalu.

Pemerkosaan oleh kedua pelaku di waktu berbeda itu dilakukan di sebuah kebun tempat korban menggembalakan sapi. Dalam melancarkan aksinya, kedua pelaku memanfaatkan kepolosan korban yang mengalami keterbelakangan mental.

Kapolres Jembrana AKBP I Dewa Gde Juliana saat rilis kasus, Sabtu (28/1), mengatakan, terungkapnya kasus itu berawal dari keluarga yang curiga terhadap perubahan perilaku korban yang tamatan SD. Korban diketahui murung dan kerap mengeluhkan sakit di tubuhnya. Bahkan, korban yang sehari-hari mencari rumput untuk memberi pakan sapi di kebun, menyatakan takut ke kebun.

Seiring dengan perubahan perilaku korban, pihak keluarga curiga NLP telah mengalami kekerasan seksual. Hal itu lantaran keluarga korban menemukan tanda-tanda lecet pada kemaluan korban. Setelah terus didesak keluarga, korban yang awalnya sempat bungkam, akhirnya menceritakan pemerkosaan yang dialaminya, dan kasusnya dilaporkan ke Polres Jembrana, Kamis (12/1/2023) lalu.

“Setelah menerima laporan, kami sudah lakukan proses-proses. Mulai pemeriksaan saksi-saksi, korban, dan pengumpulan alat bukti. Dan sesuai alat bukti yang telah kita kumpulkan, kita tetapkan kedua terduga pelaku sebagai tersangka,” ujar AKBP Juliana.

Dalam penyelidikan, kata AKBP Juliana, pelaku PN telah mengakui perbuatannya. Sedangkan pelaku GP tetap berusaha mengelak. Namun dari persesuaian keterangan sejumlah saksi dan alat bukti yang dikumpulkan, pihaknya yakin GP adalah pelaku yang pertamakali memperkosa korban.

“Untuk diketahui, tersangka GP ini juga residivis pernah melakukan kekerasan seksual terhadap anak di tahun 2014. Jadi ini kita amankan dengan persesuaian keterangan dan alat bukti yang ada. Saat tahun 2014, yang bersangkutan divonis 5 tahun,” ucap AKBP Juliana.

Atas tindakan tersebut, kedua pelaku disangkakan melanggar Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pengganti UU tentang Perlindungan Anak, junto UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, junto Pasal 64 Ayat 1 KUHP. Keduanya diancam hukuman penjara minimal 5 tahun hingga maksimal 15 tahun.

Terkait kasus pelecehan seksual itu, AKBP Juliana mengaku, berkoordinasi dengan pihak Badan Pemasyarakatan (Bapas) dan bidang psikologi untuk memberikan treatment kepada korban. Sehingga diharapkan korban tidak mengalami traumatik yang mendalam dan diharapkan bisa segera pulih seperti sedia kala.

Pada kesempatan itu, AKBP Juliana mengimbau kepada seluruh masyarakat untuk bisa menjaga, memonitor wilayah sekeliling terkait anak. Hal itu lantaran anak pun sangat rentan menjadi korban kekerasan seksual. Bahkan pelakunya bisa jadi orang-orang terdekat.

"Selain tentunya kita pun sangat miris, ini juga sebagai introspeksi bagi lingkungan. Penting mengedukasi masyarakat bahwa anak ini adalah aset yang perlu kita lindungi. Dan kita pun terus edukasi agar tidak terus terulang. Karena ini juga menjadi penilaian yang negatif bagi wilayah kita, apabila anak menjadi korban kekerasan seksual,” ujar AKBP Juliana. *ode

Komentar