nusabali

'Wianta dan Kita': Kesaksian Anomali Made Wianta dalam Berkesenian

  • www.nusabali.com-wianta-dan-kita-kesaksian-anomali-made-wianta-dalam-berkesenian

DENPASAR, NusaBali
Seniman Bali Made Wianta dikenal sebagai seniman multi talenta yang berani menggebrak pakem seni yang sudah mapan di masanya.

Berpulangnya Wianta pada 13 November 2020 merupakan kehilangan besar dunia seni khususnya di Bali. Sosok sahabat yang menyaksikan perjalanan seni Made Wianta menggelar acara 'perayaan persabahatan' bertajuk 'Wianta dan Kita' di Danes Art Veranda, Jalan Hayam Wuruk, Denpasar, Sabtu (7/1) malam.


Acara diisi dengan penyampaian testimoni para sahabat yang ditutup dengan peluncuran buku berjudul 'Made Wianta, Catatan dan Kenangan' yang menghimpun tulisan para tokoh, kerabat, dan sahabat tentang refleksi cipta karya, kemaestroan, dan laku hidup Wianta yang mewarnai dunia seni kita selama ini.

Arsitek Bali Popo Danes menyebutkan, mengikuti perjalanan berkesenian Made Wianta justru membuatnya menjadi kian akrab dan terbiasa menanggapi berbagai kejutan yang disuguhkan melalui lompatan kreatif yang dilakukan Wianta.

Menurut arsitek Monumen G20 di Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai ini, berbagai eksperimen seni yang tak terpikirkan oleh kebanyakan seniman bahkan seolah menjadi penanda dari pembabakan karya Made Wianta.

"Berbagai dimensi olah seni yang sangat beragam ini secara otomatis membangun rasa hormat kita terhadap pemikiran kreatif Made Wianta yang selalu autentik. Jelas sekali kita diingatkan bahwa sahabat kita ini memang seorang maestro global, bukan seorang perupa semata. Bahwa ia menghiasi jagat seni dunia, bukan hanya Bali dan Indonesia," ujarnya.

Kritikus Seni Jean Couteau menyebut Made Wianta sebagai seniman yang 'berbeda'. Bagi Wianta, sebut Couteau, keindonesiaanlah yang mesti mengemuka, sebagai wadah di mana ke-Balian melebur ke dalam keekaan bangsa, dan bahkan lebih jauh ke dalam kebhinekaan dunia.

"Mengutamakan ke-Baliannya, di matanya, berarti berisiko membiarkan obsesi identiter membatasi kreativitas, serta merusak ruang kebersamaan," sebut Couteau.

Karena itu, tambah Couteau, Wianta menolak dengan tegas segala ragam seni yang berbau etnis. Alih-alih menutup diri dan menggali identitas di dalam suatu jati diri religius dan politik yang sempit, menurut Wianta kita harus membuka diri dan memandang ke luar, ke Jakarta, Tokyo, Paris, atau New York.

Sementara itu, sahabat Wianta lainnya, jurnalis senior Putu Fajar Arcana, mengatakan Wianta sangat menyadari, jika seni sebatas kerja artistik, maka pada titik tertentu ia akan berhenti hanya sebagai 'tukang', yang menerjemahkan instruksi-instruksi dari seorang aktor intelektual. Padahal seni adalah dunia gagasan, yang terus bergerak menggapai celah-celah yang ditinggalkan para intelektual dari berbagai cabang keilmuan.

"Bagi Wianta, seni harus sejajar dengan pemikiran pemikiran yang dicapai dalam dunia fisika atau bahkan filsafat. Hanya dengan cara seni akan memberi sumbangan yang berarti bagi hidup manusia," sebut Arcana.

Menurut Arcana, Wianta adalah sosok 'anomali' dari Bali. Seseorang yang dengan sikap kritisnya mampu melampaui eksotika dari seni-seni tradisi yang dianggap 'adi luhung', yang selama ini telah menyertai pertumbuhan kepribadiannya. Tercermin dari karya-karyanya, yang tak hanya mengungkapkan keindahan, tetapi juga sebentuk kepedulian sosial, Wianta mengemuka sebagai pribadi yang seakan 'menyimpang' dari kecenderungan umum.

"Dia bukanlah sekadar mewarisi yang telah diberikan Bali, apa yang telah diberikan tradisinya, tetapi dia mencoba mencari kutub yang kira-kira justru menjadi 'pemberontak' melawan kemapanan. Oleh karena itu dia selalu bergerak," tandasnya.

Sebagai seniman multi talenta, sosok Wianta perupa kelahiran Tabanan tahun 1949 telah begitu dikenal oleh publik pecinta seni. Lukisan-lukisan dua dimensinya, puisi-puisi rupa, seni instalasi, video dan performing art-nya, menegaskan suatu hal yang tak tersangkal bahwa anak bungsu dari Desa Apuan ini punya kreativitas yang nyaris tak terbatas.

Selain testimoni para sahabat, perayaan persahabatan 'Wianta dan Kita' malam itu diisi dengan pemutaran Sapa Rupa dan pemutaran film dokumenter Made Wianta, dan sajian musik keroncong. *cr78

Komentar