nusabali

Pemain Drama Gong Lawas Masih ‘Garang’ di Panggung

Sukses Hibur Penonton dengan Judul ‘Dukuh Suladri’

  • www.nusabali.com-pemain-drama-gong-lawas-masih-garang-di-panggung

DENPASAR, NusaBali - Tribun penonton Panggung Terbuka Ardha Candra, Taman Budaya Provinsi Bali (Art Center) Denpasar dipadati penonton yang menyaksikan pementasan kolosal drama gong lawas berjudul 'Dukuh Suladri' yang diinisiasi oleh Paguyuban Drama Gong Lawas, Sabtu (17/12) malam. 

Riuh dan tawa penonton tidak bisa dibendung menyaksikan kekonyolan yang diperagakan para pemeran drama gong idola mereka. 

Tingkah Perak, Petruk, Komang Apel, Moyo, dan penari lainnya sukses membawa penonton masuk ke dalam alur cerita yang dibawakan selama 4 jam lebih. Total ada 33 penari drama gong lawas berasal dari daerah Gianyar, Bangli, Klungkung, Denpasar, Badung dan Buleleng yang tampil menghibur hingga menjelang tengah malam. 

Ketua Paguyuban Peduli Seni Drama Gong Lawas, Anak Agung Gede Oka Aryana, mengungkapkan pementasan drama gong ini dalam rangka menghimpun kembali seniman-seniman drama gong lawas. Selain itu, juga sebagai bentuk reuni, temu kangen, dan berharap kesenian drama gong bisa eksis kembali. 

Di samping itu juga untuk menggugah masyarakat maupun pemerintah daerah agar lebih peduli terhadap keberadaan para pemain drama gong lawas. Sebab, bagaimana pun juga mereka pernah membangkitkan seni dan budaya yang ada di Bali pada masanya. Dikatakan, drama gong adalah salah satu seni drama tari yang paling diminati oleh masyarakat Bali pada era tahun 1980 hingga tahun 2000-an. Di mana pada masa itu banyak bermunculan seniman drama gong di Bali, khususnya di Kabupaten Bangli seperti (alm) Dolar, Petruk, Perak, Sang Ayu Ganti, Nengah Dwi Madya Yani dan kawan-kawan. 

Namun sesuai perkembangan zaman dan teknologi, peminat drama gong mulai berkurang. Bahkan pertunjukan drama gong nyaris tidak pernah dipentaskan. “Atas dasar inilah kami Paguyuban Peduli Seni Drama Gong Lawas mementaskan kembali drama gong yang diperankan oleh pemain drama gong lawas sebagai ajang untuk mengingatkan masyarakat bahwa seniman drama gong yang dulu masih hidup. Walau mereka sudah tua, tetapi mereka masih sehat,” ujar Agung Aryana yang juga berprofesi sebagai notaris ini.

Sementara itu salah satu pemeran drama gong lawas Nyoman Subrata atau lebih dikenal sebagai Petruk mengatakan memang sudah sepantasnya keberadaan drama gong dibangkitkan kembali di tengah gempuran zaman dan era teknologi. 

Ia berharap generasi muda harus mampu menjadi penerus dalam melestarikan keberadaan drama gong sebagai salah satu bentuk kesenian di Bali. Petruk merasa sangat bangga, di usianya yang ke 74 tahun ini bisa berkumpul kembali dan tampil bersama rekan-rekan drama gong lawas di Panggung Terbuka Ardha Candra. Ia mengaku semangatnya bertambah ketika mendengar tepuk tangan dari ribuan penonton. Hal itu mengingatkannya saat-saat drama gong masih berjaya pada tahun 2000an.

"Semoga masyarakat selalu bisa menikmati pementasan drama gong dan kesenian drama gong ini dapat beregenerasi, serta pemerintah daerah selalu memperhatikan para seniman Bali untuk tetap bisa berkarya melestarikan kesenian Bali," kata seniman asal Banjar Kawan, Bangli ini. 

Seluruh skenario pementasan drama gong lawas 'Dukuh Suladri' disutradarai maestro drama gong Wayan Puja,85. Pada malam itu, dia pun diberikan penghargaan khusus oleh Paguyuban Peduli Seni Drama Gong Lawas.  
Wayan Puja berharap agar generasi muda Bali bisa melestarikan seni drama gong di masa yang akan datang. Begitu juga kepada Pemerintah Daerah agar lebih peduli kepada seniman drama gong, sekaligus terus memberikan ruang kepada para pemain drama gong lawas untuk tampil dalam event budaya. 

Salah seorang penonton, I Gusti Ketut Telaga,53, membawa serta keluarga menonton pementasan drama gong lawas. Pria yang tinggal di Klungkung menyempatkan diri datang ke Panggung Terbuka Arda Chandra di sela mengunjungi kerabat di Denpasar. Telaga mengaku tidak bisa melewatkan menyaksikan pementasan drama gong yang dulu sering disaksikannya.  "Dari dulu memang penggemar drama gong, di desa-desa dulu kan sering," kata pria asal Desa Manduang, Klungkung. 

Dia mengakui regenerasi penari drama gong di Bali kurang berjalan mulus. Dengan adanya pementasan drama gong lawas ini dia berharap memberi inspirasi kepada penari drama gong muda untuk lebih sering tampil. 7 cr78 

Komentar