nusabali

HIPMI Bali Sebut Potensi Inflasi Global dan Visa Second Home Bisa Dimaksimalkan

  • www.nusabali.com-hipmi-bali-sebut-potensi-inflasi-global-dan-visa-second-home-bisa-dimaksimalkan

DENPASAR, NusaBali.com – Inflasi global menyebabkan harga produk dan jasa di luar negeri lebih mahal daripada di dalam negeri. Sementara Indonesia mempunyai kebijakan visa second home yang dapat dimaksimalkan untuk menarik wisatawan.

Potensi meraup keuntungan di tengah krisis global terutama dalam hal inflasi ini diutarakan oleh Ketua Umum BPD HIPMI Bali, Pande Agus Permana Widura. Pernyataan ini disampaikan usai menghadiri pembukaan Rakercab BPC HIPMI Denpasar pada Sabtu (3/12/2022).

“Saya melihat inflasi ini ada suatu keuntungan untuk kita. Ketika harga-harga di luar negeri itu lebih mahal daripada di Indonesia, itu akan membuka peluang wisatawan asing untuk berlibur ke Bali,” ujar Agus Permana.

Saat ini inflasi tanah air masih dapat dikontrol pada kisaran angka 5 persen, jauh lebih rendah dari sebagian besar negara anggota G20. Oleh karena itu, harga barang dan jasa di luar negeri cenderung lebih mahal dibandingkan di dalam negeri. Sebabnya, sebagian besar negara maju di dunia tengah menghadapi tantangan kenaikan biaya hidup.

Momentum inflasi ini apabila dilihat titik terangnya, dapat dimanfaatkan sebagai daya tarik pariwisata tanah air, terutama Bali. Kata Agus Permana, kondisi ini menyebabkan turis yang berlibur di Bali mengeluarkan biaya hidup lebih murah daripada di negaranya sendiri.

“Ini adalah suatu peluang yang bisa dimaksimalkan oleh pengusaha-pengusaha di Bali. Di samping itu juga, ada kebijakan visa second home dari Pemerintah Pusat,” ungkap Agus Permana.

Kebijakan visa second home ini memungkinkan bagi turis asing untuk tinggal di Indonesia selama lima hingga sepuluh tahun. Menurut Ketua International Council for Small Business Bali ini menjelaskan bahwa situasi dan kondisi semacam ini harus dimaksimalkan demi pemulihan dan kebangkitan ekonomi Bali.

Sementara itu, melihat ketergantungan ekonomi Bali terhadap pariwisata yang mencapai 70 persen dan tsunami besar akibat ketergantungan tersebut, telah membuka mata banyak pelaku usaha di Bali. Meskipun demikian, Agus Permana menyebut Bali masih belum saatnya untuk diversifikasi ekonomi.

“Seiring berjalannya waktu, iya. Namun, saat ini adalah pariwisata yang perlu dikuatkan dulu. Setelah itu, baru kita bisa berbicara soal diversifikasi,” tegas Ketua Yowana Paramartha Pande Pusat.

Agus Permana menegaskan lebih lanjut bahwa fondasi pariwisata harus dikuatkan dulu sebelum ada pencabangan ekonomi Bali. Ketua Banteng Muda Indonesia Bali ini tidak ingin diversifikasi ekonomi yang terlalu dini justru mengeroposkan ekonomi Bali yang terbilang cukup mapan dengan pariwisata. *rat

Komentar